tag:blogger.com,1999:blog-57929597452321203762024-03-18T14:32:18.356+07:00g.l.o.r.i.l.i.c.i.o.u.sGloria Putrihttp://www.blogger.com/profile/05186442506105530182noreply@blogger.comBlogger347125tag:blogger.com,1999:blog-5792959745232120376.post-85050587194818626982023-05-11T22:29:00.000+07:002023-06-08T22:32:54.002+07:00Hati Hati Gunakan Mulutmu - KAMISAN, 11 Mei 202<div class="fullpost">
</div>
<div><span style="font-size: 10.98pt;">"Bangsa </span><span style="font-size: 10.98pt;">Yunani lebih paham dibanding kita bahwa kata-</span><span style="font-size: 10.98pt;">kata lebih dari sekadar benda, lebih dari sekadar </span><span style="font-size: 10.98pt;">peristiwa;" ~ Charlotte Mason, vol.6. hlm. 331</span></div><br /><table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><tbody><tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjxotEL8n1J0Vnoc8DHDAh2vGNhvVDqe8KyHXBU-iFrRhN31W1Xxbvo0rLdLs_L802K2uQ6Ija8uWC5ubwjG7RaEU4XYD6VfILeCuMLEuTbYq-6oZroRsqI_3RWUVPcUohpNeCKSagRgfr0iskPLuY8SEdkldxsq4KwSLYvIAcccx0ZnJujlCnZMQ/s691/541b949e9b08c13ec6091b27dbc57e1c.jpg" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="691" data-original-width="650" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjxotEL8n1J0Vnoc8DHDAh2vGNhvVDqe8KyHXBU-iFrRhN31W1Xxbvo0rLdLs_L802K2uQ6Ija8uWC5ubwjG7RaEU4XYD6VfILeCuMLEuTbYq-6oZroRsqI_3RWUVPcUohpNeCKSagRgfr0iskPLuY8SEdkldxsq4KwSLYvIAcccx0ZnJujlCnZMQ/s320/541b949e9b08c13ec6091b27dbc57e1c.jpg" width="301" /></a></td></tr><tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">pict. from <a href="https://id.pinterest.com/pin/1013169247396503497/" target="_blank">here</a></td></tr></tbody></table><br /><p>Setelah sebelumnya membahas tentang akal budi yang diibaratkan seperti gurita spiritual yang akan menjulurkan tentakel-tentakelnya ke segala arah untuk menarik banyak asupan yang nantinya akan dijadikan pengetahuan, kemudian topik berlanjut mengenai bagaimana asupan tersebut diolah dan keluar dalam bentuk ucapan seseorang. </p><p>Hati-Hati Gunakan Mulutmu, saya langsung teringat lagu Sekolah Minggu ini ketika berbicara mengenai bagaimana ucapan dan pikiran kita sebenarnya berdampak besar, mulai dari "nilai diri" misalnya, hal sepele seperti berkata "Aku tuh ga lucu soalnya." ternyata dapat begitu mempengaruhi bagaimana tubuh ini selanjutnya bekerja.</p><blockquote><p>Hati hati gunakan mulutmu ) 2x</p></blockquote><blockquote><p> Allah Bapa di Surga melihat ke bawah</p></blockquote><blockquote><p>Hati hati gunakan mulutmu</p></blockquote><p>Nyatanya berhati hati dalam berucap bukan cuma perkara "takut dilihat Allah" tapi lebih dari itu yaitu bertanggung jawab atas diri sendiri dengan segala ucapan yang keluar dari mulut.</p><p><br /></p><p>Terima kasih<i> reminder </i>nya ya teman-teman,</p><p><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhkRn7cw_dZ_OSxTqSH6lKyjk4IdqXI0qrYctxO6Mr35vwZVdnZqxWoMXKKqCIGIlL8-pP4tEebtlji5-kZE2XEjy1ZuIXb_XL1aCHBErF-60PiD2FcsukHiidhZAGctEr88_mdq6ZOtE7CIr5GoTRcOpe3ZqCu96emkG4FiHjf3PehzAA6jheZYg/s434/20200626_120634_0000.png" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="138" data-original-width="434" height="36" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhkRn7cw_dZ_OSxTqSH6lKyjk4IdqXI0qrYctxO6Mr35vwZVdnZqxWoMXKKqCIGIlL8-pP4tEebtlji5-kZE2XEjy1ZuIXb_XL1aCHBErF-60PiD2FcsukHiidhZAGctEr88_mdq6ZOtE7CIr5GoTRcOpe3ZqCu96emkG4FiHjf3PehzAA6jheZYg/w113-h36/20200626_120634_0000.png" width="113" /></a><br /></p>Gloria Putrihttp://www.blogger.com/profile/05186442506105530182noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5792959745232120376.post-28055719582562308292023-02-23T16:24:00.008+07:002023-02-23T16:28:04.881+07:00Live the Life to the Fullest - narefleksi KAMISAN, 9 dan 23 Februari 2023<div class="fullpost">
</div>
<p>Membaca judul bagian V dari volume VI ini tentang Pendidikan dan Kepenuhan Hidup membawa saya pada sebuah kata yang akhir-akhir ini populer - YOLO.</p><p>YOLO yang merupakan singkatan You Only Live Once sebenarnya sejalan dengan istilah <i>carpe diem </i>yang berarti <i>seize the day </i>atau <i>live to the fullest</i> yang merupakan ajakan untuk menjalani hidup sepenuhnya, serta mencoba banyak hal baru dalam hidup (<i>take every opportunity</i>). Selain definisi mengambil semua kesempatan, YOLO juga dapat menjadi alasan atas perilaku "bodoh" yang pernah dilakukan (<i>or to excuse something stupid that you have done</i>). (sumber definisi dari <a href="https://www.oxfordlearnersdictionaries.com/definition/english/yolo" target="_blank">sini</a>)</p><p>Sayangnya pengertian ini disalahartikan oleh banyak orang menjadi hidup semaunya, sesukanya, tak jarang malah menimbulkan kerugian untuk orang tersebut hingga orang di sekitarnya. Alih-alih mengisi hidup dengan mencoba hal baru yang positif, YOLO digunakan untuk alasan atas perilaku semaunya seenaknya <i>live my life to the fullest</i> dengan pembenaran "Lha wong urip mung sepisan koq digawe angel!" atau "Hidup cuma sekali, yaudah lah puas-puasin!".</p><table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><tbody><tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEizIPAOqwxEhkzri_PtmZloPxn8giDeR9EupzPtbw-dX97JZAlbu_P2gLBkgQA9RLmhZnwKSbgXofC6iZOgq4mWd5F_QY-GAaExcsVkwklG7C5Aibr_d-Ps5-zUKuX_aDxP00mni34GGG6ioV1CkbLiDTZ9UB3NeO1kzP6hbFq96FPBGScX8dPi_g/s1600/livelifetofullest-panorama.jpg" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="800" data-original-width="1600" height="200" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEizIPAOqwxEhkzri_PtmZloPxn8giDeR9EupzPtbw-dX97JZAlbu_P2gLBkgQA9RLmhZnwKSbgXofC6iZOgq4mWd5F_QY-GAaExcsVkwklG7C5Aibr_d-Ps5-zUKuX_aDxP00mni34GGG6ioV1CkbLiDTZ9UB3NeO1kzP6hbFq96FPBGScX8dPi_g/w400-h200/livelifetofullest-panorama.jpg" width="400" /></a></td></tr><tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">pict. from <a href="https://www.innerspace.org.uk/live-life-to-the-fullest/" target="_blank">here</a></td></tr></tbody></table><p>Lalu bagaimana untuk mendapatkan kepenuhan hidup ala Charlotte Mason?</p><p>Saya meng<i>highlight</i> beberapa poin dari empat paragraf pertama bagian lima volume enam ini dituliskan bahwa untuk dapat hidup dengan kepenuhan hidup, kita tetap dapat menjalani banyak hal, mencoba banyak hal dengan memperhatikan hal berikut :</p><p>1. tidak merugikan kepentingan umum, tidak mengorbankan sesamanya (kalau merugikan kepentingan umum saja tidak dianjurkan, maka jika hal tersebut merugikan diri sendiri juga mestinya bikin mikir sih ya, kan diri kita juga bagian dari masyarakat umum) </p><p>2. menikmati prosesnya, tidak hanya berorientasi pada hasil karena kegembiraan-kegembiraan yang dihasilkan dari proses akan sesuatu juga dapat membuat kita merasakan kepenuhan hidup</p><p>Semuanya itu tentu saja tetap berlandaskan pada pengetahuan yang didapatkan dari pengenalan akrab terhadap sesama, alam dan penciptanya yang disajikan dalam bentuk sastrawi sebagai nampan peraknya (pernah tulis soal nampan perak ini <a href="https://gloriaputri.blogspot.com/2022/05/nampan-perak-narefleksi-kamisan-19-mei.html" target="_blank">di sini</a>).</p><p>Akhirnya, obrolan ngalor ngidul soal rumah makan padang pun membuat saya merasa kepenuhan bahagia dengan membayangkan rendang dan kuahnya di atas nasi panas yang mengepul, jadi lapar :D<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjPUDjJptjCGbyXt4Okn7zPga-FD0HYj3kWjvh7fjj6REBZsfYjt_Ks0crbu0AKRXfoP9bj8JylKzKvgPz5y_X0GauNFG7HtdUv_3Xh_y7rtwSG7FDcFPg0oVqz20fHxxSzjsxWtBfMqKsKNFSsAI64X2Ze_9gbkiN0cVLA88cOcUF4SVio48R_Cw/s434/20200626_120634_0000.png" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="138" data-original-width="434" height="52" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjPUDjJptjCGbyXt4Okn7zPga-FD0HYj3kWjvh7fjj6REBZsfYjt_Ks0crbu0AKRXfoP9bj8JylKzKvgPz5y_X0GauNFG7HtdUv_3Xh_y7rtwSG7FDcFPg0oVqz20fHxxSzjsxWtBfMqKsKNFSsAI64X2Ze_9gbkiN0cVLA88cOcUF4SVio48R_Cw/w163-h52/20200626_120634_0000.png" width="163" /></a></p>Gloria Putrihttp://www.blogger.com/profile/05186442506105530182noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5792959745232120376.post-91410559758503049252022-10-27T15:52:00.012+07:002022-10-27T15:56:48.998+07:00Pengetahuan dan Akal Budi - KAMISAN 13 dan 27 Oktober 2022<div class="fullpost">
</div>
<p>Dikatakan bahwa pengetahuan datangnya dari karunia Allah (Charlotte Mason, vol.6, hlm.322), orang-orang Florentine pada masa itu percaya bahwa ada Tiga Kebajikan Injili (iman, pengharapan, dan kasih), juga ada Empat Kebajikan Utama (kesederhanaan, keadilan, hikmat, ketabahan) di bawahnya, serta kepercayaan akan roh Allah memiliki kuasa untuk mengajar, setiap ide bersumber dari Illahi.</p><p>Setuju atau tidak, namun ini beberapa manfaat saat kita percaya bahwa pengetahuan bersumber dari Illahi:</p><p>Yang pertama, ada ketenangan dan perasaan lega saat kita tahu bahwa pengetahuan dibagikan kepada kita sesuai dengan kesiapan kita.</p><p>Yang berikutnya adalah tidak ada lagi mengkotak-kotakan pengetahuan berdasarkan kesakralannya (sakral atau sekuler), seberapa besar pengetahuan itu (atau seberapa sepelenya pengetahuan itu), juga praktis dan teoritis - karena semua pengetahuan bersifat suci dan dibagikan sesuai kesiapan masing-masing individu untuk menerimanya. Semua pengetahuan penting, tidak ada yang lebih penting dari yang lainnya karena pengetahuan itu sebuah kumpulan kesatuan yang besar (bukan potongan kecil-kecil) yang keseluruhannya indah mencangkup Allah, manusia, dan alam semesta.</p><table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><tbody><tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjxs8zVNT8mjU_PqLG_d84xNqd8V91LJynQhhulKcOkDWlRvX2KDPJOmwchSjm97fffiFTtZPdsUb6EPW5NVUEm3sZCqHBCTunosOj1psMSouX0ZSEPabcsshKxCTVUr5HJkJY778da1QqaHyw-yGvlxbOBsseintckKyvVaHYJfaheML8MXlXiZQ/s501/original.jpg" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="501" data-original-width="500" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjxs8zVNT8mjU_PqLG_d84xNqd8V91LJynQhhulKcOkDWlRvX2KDPJOmwchSjm97fffiFTtZPdsUb6EPW5NVUEm3sZCqHBCTunosOj1psMSouX0ZSEPabcsshKxCTVUr5HJkJY778da1QqaHyw-yGvlxbOBsseintckKyvVaHYJfaheML8MXlXiZQ/s320/original.jpg" width="319" /></a></td></tr><tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">pict. from <a href="https://weheartit.com/entry/356622777?context_page=2&context_query=lungs&context_type=search" target="_blank">here</a></td></tr></tbody></table><p>Manfaat yang ketiga yaitu bahwa pengetahuan dan akal budi ibarat paru-paru dan udara - tanpa pengetahuan, akal budi tidak dapat bertumbuh, lemah, dan kemudian mati. Maka, kita butuh pengetahuan itu, orangtua tidak dapat memilihkan jenis pengetahuan tertentu saja yang boleh diterima akal budi anak, semua pengetahuan layak masuk sesuai porsinya.</p><p>Lalu apakah itu berarti pengetahuan tentang yang buruk juga perlu diberikan?</p><p>Manusia dianugrahi akal budi untuk menimbang, kita tidak dapat menghindarkan anak-anak dari hal-hal buruk, tapi bukan berarti hal tersebut harus diajarkan, alih-alih mengajarkan hal itu, orangtua dapat membantu anak untuk memiliki kemampuan berefleksi tentang hal baik/buruk itu.</p><p>Tidak boleh membatasi pengetahun bukan tentang menjadi asal-asalan "asal pengetahuan diberikan" tidak memilah mana yang baik dan buruk, tidak boleh membatasi maksudnya adalah anak-anak berhak menerima asupan pengetahuan yang baik sebanyak yang mereka mampu terima, contoh membatasi misalnya seperti ini, ada orangtua yang musisi kemudian mereka membatasi anak-anak mereka hanya boleh menerima pengetahuan tentang musik saja dengan mengesampingkan pengetahuan lainnya. </p><p>Lalu apakah mungkin terjadi "over asupan pengetahuan"?</p><p>Tidak akan terjadi "over pengetahuan" itu karena pada dasarnya pengetahuan adalah sesuatu yang diserap, bukan ditimbun, dan akal budi akan menerima pengetahuan yang siap diterima.</p><p><br /></p><p>Yah, begitulah, dibuat berpikir dan bertanya-tanya lagi oleh Ibu Charlotte Mason, terima kasih diskusinya kawan-kawan.... Happy Thursday,</p><div class="separator" style="clear: both; text-align: left;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEirqN3dNQBEX7R4pGPfHzaDNL4q_aIUrTH0mgjYKkxxcXP_EaZZj7zhZoUy7bTNwPW4MvOu6rO8xpYowq-8VfgNx-ANfO8Eap76OYJR9Gj6Fvlvz6HOjl6XYU5BueQe-8huemdsOTwZYgeU85XKFYCYVY9hPgI-6ksUcxAQLB6eYOrqS9ArWPmBXA/s434/20200626_120634_0000.png" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="138" data-original-width="434" height="57" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEirqN3dNQBEX7R4pGPfHzaDNL4q_aIUrTH0mgjYKkxxcXP_EaZZj7zhZoUy7bTNwPW4MvOu6rO8xpYowq-8VfgNx-ANfO8Eap76OYJR9Gj6Fvlvz6HOjl6XYU5BueQe-8huemdsOTwZYgeU85XKFYCYVY9hPgI-6ksUcxAQLB6eYOrqS9ArWPmBXA/w179-h57/20200626_120634_0000.png" width="179" /></a></div><br /><p><br /></p>Gloria Putrihttp://www.blogger.com/profile/05186442506105530182noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5792959745232120376.post-83638693425473741112022-08-11T12:34:00.001+07:002022-08-11T12:34:18.233+07:00Tuhan Tahu Isi Hatiku - Refleksi Kamisan, 11 Agustus 2022<div class="fullpost">
</div>
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><tbody><tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgskxjjl41EC-FP92vStVn5mFvatyx9nrmHNh42fLM3_G43IaoEn9DSnQ-g-WGwlV-5EBZ0PWPx_CyJVqHsat2_EjsqBhoecqbM4iDola-u55fj5THBZoikP3vI8g7N9gb750Rv-Psd4d0p7abPzfAA11IIRhlaShIe-d-TawcY0MwkdCQbjfGhJQ/s1080/original%20(4).jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="1063" data-original-width="1080" height="315" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgskxjjl41EC-FP92vStVn5mFvatyx9nrmHNh42fLM3_G43IaoEn9DSnQ-g-WGwlV-5EBZ0PWPx_CyJVqHsat2_EjsqBhoecqbM4iDola-u55fj5THBZoikP3vI8g7N9gb750Rv-Psd4d0p7abPzfAA11IIRhlaShIe-d-TawcY0MwkdCQbjfGhJQ/s320/original%20(4).jpg" width="320" /></a></td></tr><tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Seandainya memutuskan sebuah perkara sesimpel memilih buku apa yang akan dibaca hari ini...<br />pict from <a href="https://weheartit.com/entry/239478757?context_page=6&context_query=girl+choosing&context_type=search" target="_blank">here</a></td></tr></tbody></table><br /><div style="text-align: left;">tentang paragraf terakhir Charlotte Mason volume 6, halaman 320</div><div style="text-align: left;">--------------------------------------------------</div><div style="text-align: left;">Aku sering bergumul dalam hatiku</div><div style="text-align: left;">Benarkah ini, salahkah aku?</div><div style="text-align: left;">Pagi ini pun aku serasa dikuliti<br />Oleh sebaris paragraf yang kubaca</div><div style="text-align: left;"><br /></div><div style="text-align: left;">Aku takut melangkah</div><div style="text-align: left;">Aku takut jalanku salah</div><div style="text-align: left;">Aku takut pilihanku tak benar</div><div style="text-align: left;">Aku takut</div><div style="text-align: left;">Aku takut</div><div style="text-align: left;">Aku takut</div><div style="text-align: left;">Banyak takutku</div><div style="text-align: left;"><br /></div><div style="text-align: left;">Sering aku berpikir,</div><div style="text-align: left;">aku mau seperti ini</div><div style="text-align: left;">tapi kadang aku merasa ada tembok yang bernama realita berdiri kokoh di depanku</div><div style="text-align: left;"><br /></div><div style="text-align: left;">Aku tahu kalau manusia hidup tidak hanya dari roti saja</div><div style="text-align: left;">Aku tahu kalau manusia butuh spiritualitas di hidupnya</div><div style="text-align: left;">Tapi aku juga tahu bahwa untuk hidup aku butuh roti</div><div style="text-align: left;">apakah aku hidup untuk mencari roti saja?</div><div style="text-align: left;"><br /></div><div style="text-align: left;">Aku takut</div><div style="text-align: left;">Takut kalau kebutuhanku mencari roti saja membuatku lupa akan esensi jadi manusia</div><div style="text-align: left;">Aku takut</div><div style="text-align: left;"><br /></div><div style="text-align: left;">Tapi aku lega saat aku tahu bahwa manusia hanya dapat melihat perilaku tanpa tahu motivasi seseorang</div><div style="text-align: left;">Aku takut perilakuku salah</div><div style="text-align: left;">Tapi aku lega saat mendengar hanya manusia masing-masing yang dapat menilik motivasinya<br /><br /></div><div style="text-align: left;">Aku butuh roti,</div><div style="text-align: left;">tapi aku lega Tuhan tahu isi hatiku</div><div style="text-align: left;">Tuhan tahu motivasiku</div><div style="text-align: left;"><br /></div><div style="text-align: left;"><br /></div><div style="text-align: left;">Aku lega,</div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg2-mSGAmT7LTs-MfWXhDADcjSsTtr7ePpyDLwTZpb2Ry-5kGrEMjLRuL0tghgcIdWkeTqPrAdFFCcOukObjMurxC0z4CD-QtuQmiqgLR6G_pNh_TYWOvtvyIJScuBIzwfjdc-C6faYeTgrXARU_0PsDznOizihgLpWcMg1f5TZMtAaXwOuor8T5Q/s434/20200626_120634_0000.png" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="138" data-original-width="434" height="33" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg2-mSGAmT7LTs-MfWXhDADcjSsTtr7ePpyDLwTZpb2Ry-5kGrEMjLRuL0tghgcIdWkeTqPrAdFFCcOukObjMurxC0z4CD-QtuQmiqgLR6G_pNh_TYWOvtvyIJScuBIzwfjdc-C6faYeTgrXARU_0PsDznOizihgLpWcMg1f5TZMtAaXwOuor8T5Q/w105-h33/20200626_120634_0000.png" width="105" /></a></div><br /><div style="text-align: left;"><br /></div><div style="text-align: left;"><br /></div><div style="text-align: left;"><br /></div><div style="text-align: left;">-------------------------------------------</div><div style="text-align: left;">note : aku selalu takut, apakah yg kukerjakan ini baik dsb, tapi lega saat mendengar c Lydia dalam diskusi bilang "ya orang kerja, dapat upah untuk hasil pekerjaannya kan", itu mengingatkanku lagi atas perkataan alm. papa yg kasih pesan di hari pertamaku bekerja "Jangan kerja karena uang, nikmati pekerjaannya, kalau kamu menikmatinya, dan pekerjaanmu serta skill mu bertambah, UANG AKAN MENGIKUTI dengan sendirinya."... dan dengan pernyataan mba Tiur bahwa kita bisa melihat perbuatan seseorang, tapi kita tidak bisa tau motivasinya selain orang itu sendiri, aku legaaaa....Thanks all, diskusinya melegakan.......</div><div style="text-align: left;"><br /></div>Gloria Putrihttp://www.blogger.com/profile/05186442506105530182noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5792959745232120376.post-61704102194225606462022-07-28T15:50:00.001+07:002022-07-28T15:50:47.624+07:00"Apa Untungnya Buatku?" - KAMISAN, 14 dan 28 Juli 2022Dua minggu yang lalu, bahasan sains masih berlanjut. <blockquote>Namun, lebih sering kita mendapati sains itu dingin, tidak membuat kita terinspirasi; kegunaan dari temuan-temuan ilmiah tidak memantik keluhuran dalam diri kita, meskipun sangat memikat dan terasa mendesak godaannya bagi hasrat-hasrat rendahan kita. Namun yang salah bukanlah sains itu sendiri - secara religius, bisa kita bilang sains sebagai modus pewahyuan kebenaran yang dikaruniakan pada generasi kita? - melainkan cara kita mempresentasikan sains lewat fakta dan angka dan demonstrasi yang maknanya bagi audiens betul-betul sebatas pernyataan ilmiah itu saja, tanpa pernah mepertunjukkan keajaiban dan agungnya cakupan makna dari hukum alam yang disingkapkannya. ~Charlotte Mason, vol.6, hlm.318</blockquote><p>Sains nya ga salah, gapapa loh belajar sains, tapi di sini Charlotte Mason menegaskan bahwa menjadi salah jika cara belajarnya hanya berfokus pada fakta, angka, dan demonstrasi saja tanpa menunjukkan keajaiban alam semesta karena sejatinya selain menjadi sebuah ilmu, sains itu sendiri disebut sebagai sarana untuk menyampaikan kebenaran hukum alam. Indah banget ya penggambaran bu Charlotte soal sains ini.</p><p>Hari ini, bahasan itu semakin diperdalam lagi.</p><blockquote><p>bahwa kita semua ikut bersalah bahkan untuk pelanggaran yang dilakukan individu tertentu; dan sedikit banyak kita meyakini omongan itu karena para leluhur kita telah mengatakannya; demikianlah dulu para nabi merendahkan diri mereka di hadapan TUHAN, dan meratapi dosa bangsanya sebagai dosanya sendiri yang amat besar. Kita pun merunduk saat menerima hajaran, tapi sejatinya sikap kita masih kabur dan, dalam hal ini, tidak tulus. ~Charlotte Mason, vol.6, hlm.318-319</p></blockquote><p>Kosong, disebutkan bahkan moment pertobatan sudah terasa jadi cuma rutinitas saja cuma tradisi - merunduk menerima hajaran tapi sikapnya tidak berubah karena tidak tulus.</p><p>Maka proses belajarpun juga diibaratkan serupa - cuma sebagai tradisi turun temurun diterima ilmunya, sudah cukup. Kehampaan melahirkan kehampaan, begitu tulis Charlotte Mason pada paragraf berikutnya, maka tradisi "kosong" seperti ini ya terus berlanjut dari generasi ke generasi. Manusia semakin lupa bahwa hidup bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan jasmani saja (dalam bacaan disebut soal "roti"), tidak lagi menganggap penting nilai apapun kecuali uang, anak muda tak lagi punya visi, "selama ada uang di dalamnya" hayuklah kerjakan, apa itu renjana? Kalau tidak menghasilkan uang, buat apa.</p><table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><tbody><tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiJvsmb9KVgrTbPXK2X5NSBNaCviZvydVwnvW1XEl4rBlfFeJyKj7pDV8m-wMjVYZeKtnPx-rg3-zcWyd13TwIKOb0DTzGZzW2eHY7NHrowTrola0AiZzcKMd5t8y-uUEmhtPopVPQwHKLH4k0pFyf32ZC-sWMmsMGCRLqzE-csCw_SZSxRyahiiA/s750/original%20(3).jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="744" data-original-width="750" height="317" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiJvsmb9KVgrTbPXK2X5NSBNaCviZvydVwnvW1XEl4rBlfFeJyKj7pDV8m-wMjVYZeKtnPx-rg3-zcWyd13TwIKOb0DTzGZzW2eHY7NHrowTrola0AiZzcKMd5t8y-uUEmhtPopVPQwHKLH4k0pFyf32ZC-sWMmsMGCRLqzE-csCw_SZSxRyahiiA/s320/original%20(3).jpg" width="320" /></a></td></tr><tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">selama ada uang di dalamnya! pict. from <a href="https://weheartit.com/entry/272684004?context_page=2&context_query=money+bouquet&context_type=search" target="_blank">here</a></td></tr></tbody></table><p>Semua hal dilihat dari materinya "Apa untungnya buat aku?", kalau tidak menguntungkan ya sudah buang jauh jauh hal itu. Rasanya miris saat membaca bagian berikutnya yang membahas soal serikat pedagang yang awalnya memiliki watak cara kerja yang fair, transaksi yang jujur dan setia pada perjanjian pun pada akhirnya luntur karena dominasi gilda dagang yang menganggap hal itu tidak berguna dan lenyap di dalam tong sampah (vol.6, hlm.320). Kemudian rasa miris itu berubah jadi refleksi diri. Teringat beberapa waktu yang lalu menonton drama Korea, ada satu episode saat si pengacara sadar bahwa klien yang ia bela ternyata salah dan hanya mengejar keuntungan pribadi. Walaupun kliennya kalah waktu itu, tapi dia merasa bersalah dengan lawan karena meskipun lawan menang, lawan mengalami kerugian lewat kasus hak cipta mesin ATM itu, padahal sebelumnya pihak lawan sempat berusaha mengajaknya bicara, bertanya apakah kamu nantinya hanya mau jadi pengacara yang sukses di lapangan atau pengacara yang mengungkap kebenaran. Dia sedih karena akhirnya dia "kalah" bukan dari segi materinya, tapi ia kalah karena tidak bisa memperjuangkan kebenaran itu.</p><p>Sebenarnya mau di sektor apapun yang namanya realita "butuh uang" itu pasti ada, tapi tinggal bagaimana kita melatih diri (dan anak) untuk menjadi tuan atas uang bukan sebaliknya. Segalanya butuh uang, tapi uang bukan segalanya. </p><p>Ga gampang, tapi jika dijalani dengan benar sesuai prinsip-prinsip kebenaran, benturan realita dapat kita hadapi, SEMANGAT..</p><p></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhyvmBXnfxYbXj4cAEQQQtNHm24e9xAmPSXVVQELUNoDIsDLi-405bB9eJ7zmCJhjIb-xZg8cpdMKCt26JT3MU6kNKZjRO24rao9rz2jj_2y7wxtoTtjEL7NrvTt_BEZAwfXwgwKniRajY1Zd7k867jauUceQ3YOMYca7e9VzuXy2nYjq7_j2mrlw/s434/20200626_120634_0000.png" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="138" data-original-width="434" height="41" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhyvmBXnfxYbXj4cAEQQQtNHm24e9xAmPSXVVQELUNoDIsDLi-405bB9eJ7zmCJhjIb-xZg8cpdMKCt26JT3MU6kNKZjRO24rao9rz2jj_2y7wxtoTtjEL7NrvTt_BEZAwfXwgwKniRajY1Zd7k867jauUceQ3YOMYca7e9VzuXy2nYjq7_j2mrlw/w129-h41/20200626_120634_0000.png" width="129" /></a></div><br /> <p></p>Gloria Putrihttp://www.blogger.com/profile/05186442506105530182noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5792959745232120376.post-47798733789719515672022-06-23T16:24:00.009+07:002022-06-23T16:34:27.739+07:00Renjana - KAMISAN, 23 Juni 2022<div class="fullpost">
</div>
<blockquote><p style="text-align: justify;">Sains berkata pada Sastra, “Aku tidak butuh kamu!” padahal sains adalah bintang pujaan di zaman kita. Semua materi pelajaran wajib dikuliti sampai ke tulang, sementara ruh kehidupan yang ada dalam dagingnya justru dibuang: dalam proses ini sejarah tersia-sia, puisi tak bisa lahir, agama sekarat; kita duduk menghadapi tulang-tulang garing pengetahuan ilmiah dan berkata: Inilah pengetahuan, semua pengetahuan yang dapat diketahui ada di sini. ~ Charlotte Mason, vol.6, hlm.317</p></blockquote><p style="text-align: justify;">Sejak era saat Charlotte Mason hidup, rupanya pengelompokan jenis bidang study sudah terjadi. Kalau sekarang sastra dikesampingkan (fakultas diganti nama jadi Fakultas Ilmu Budaya alih alih Fakultas Sastra contohnya) di era Charlotte Mason pun demikian. </p><p style="text-align: justify;">Di luar sains, sulit mengukur kebenaran, sehingga banyak orang "mendewakan" sains. Sains nya tidak buruk, namun saat orang tidak memberi ruang untuk pengetahuan yang lain, maka nantinya akan ada "ekstrim kanan" dan "ekstrim kiri". </p><p style="text-align: justify;">Dalam diskusi, Bu Ellen memberi contoh <a href="https://id.wikipedia.org/wiki/Gregor_Mendel" target="_blank"><b><i>Mendel-seorang biarawan yang juga "membuka" matanya untuk ilmu pengetahuan dengan menyusun konsep dasar genetika</i></b></a>. Sedikit sekali orang yang saat sudah mendalami agama misalnya, terbuka juga untuk pengetahuan alam, vice versa. Yang terjadi kebanyakan justru "perebutan otoritas" mana yang benar, agama atau sains. </p><p style="text-align: justify;">Dalam tulisannya, Charlotte Mason mengibaratkan dengan "tulang-tulang garing pengetahuan", padahal jelas, tubuh yang hanya terdiri dari tulang tanpa ruh dan daging bukanlah tubuh yang hidup. Lalu apa ruh dan dagingnya? Yang tertulis "justru dibuang"?</p><blockquote><p style="text-align: justify;">“Aku pikir, ini luar biasa sekali,” tulis seorang anak perempuan di kertas ujian setelah berusaha menguraikan mengapa daun berwarna hijau. Anak ini telah mendapatkan ruhnya – kekaguman, rasa takjub – yang membuat sains itu hidup. Tanpa rasa takjub, nilai tertinggi seorang ilmuwan tidak lagi spiritual, melainkan utilitarian. ~ Charlotte Mason, vol.6, hlm.317</p></blockquote><p style="text-align: justify;">Rasa takjub membuat sains itu hidup. Rasa takjub ini juga yang kebanyakan dianggap tidak penting dan dibuang. Utilitarian lebih mengedepankan prosedur dan teknis sehingga esensi dari pengetahuan itu sendiri terbuang. Rasa takjub akan memunculkan kesenangan belajar, kesenangan belajar akan memunculkan rasa "aku ternyata banyak tidak tahunya ya", dan perasaan itu akan tumbuh menjadi kerendah hatian. Tanpa rasa takjub, ego kita jadi besar.</p><p style="text-align: justify;">Teringat perjalanan kami ke Jakarta minggu lalu, saat itu saya harus menghadiri rapat di hotel besar. Saat di toilet, Keona takjub akan sistem <i>flush </i>toilet itu - alih-alih menggunakan pencetan untuk <i>flush, </i>pengguna toilet hanya tinggal berdiri dan <i>flush </i>akan terjadi secara ototmatis. Bagi orang dewasa yang sudah terbiasa dengan kecanggihan teknologi saat ini, hal itu mungkin akan biasa saja. Tapi bagi Keona, itu menimbulkan ketakjubannya "Lohh, koq bisa ya ma?" dan "Dia tahu darimana kalau kita sudah selesai pakai lalu harus <i>flush</i>?". Kami menghabiskan waktu sedikit lebih lama di kamar mandi untuk menjawab rasa takjub Keona itu. </p><p style="text-align: justify;">"Ojo gumunan!" - begitu kata <i>proverb</i> Jawa terkenal yang dilontarkan mba Putri dalam diskusi. Menarik, karena sepintas rasanya pepatah itu kontras sekali dengan yang disampaikan Charlotte Mason dalam tulisannya. Tapi kalau saya boleh satukan, yang dimaksud dengan "ojo gumunan" itu adalah jika kita hanya <i>nggumun</i> saja, tanpa memaknai peristiwa <i>nggumun </i>atau takjub itu. Kalau Keona cuma takjub "wahhh bagus yaa ma!" dan stop sampai di situ saja itu yang dimaksud dengan "ojo gumunan!", lebiih dari itu, seharusnya ketakjuban akan memunculkan <i><b>RENJANA</b></i> atau hasrat untuk tahu lebih dalam apa dan mengapa hal itu terjadi.</p><div style="text-align: justify;"><br /></div><table cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody><tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg7NQ_L_5DGiNXRnOhJddKK5sSqoo80fDhAKLulNakYhXgSXbZah97GElK4wh_BsYCod8zTlp3_AW83jURfMko7m5UXnNZc5ixLpx0VR3RaqXmFWIjDia0YTgpSKeyRmq3jzvrGToC6rEdKxeaBZdfT38qhjcOVnRZ4BDwzf4wWKSH7_wjLh5fYjw/s1280/original%20(2).jpg" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="854" data-original-width="1280" height="268" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg7NQ_L_5DGiNXRnOhJddKK5sSqoo80fDhAKLulNakYhXgSXbZah97GElK4wh_BsYCod8zTlp3_AW83jURfMko7m5UXnNZc5ixLpx0VR3RaqXmFWIjDia0YTgpSKeyRmq3jzvrGToC6rEdKxeaBZdfT38qhjcOVnRZ4BDwzf4wWKSH7_wjLh5fYjw/w400-h268/original%20(2).jpg" width="400" /></a></td></tr><tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;"><div style="text-align: left;">pict. from <a href="https://weheartit.com/entry/340092157?context_query=girl+play+sand&context_type=search" target="_blank">here</a></div><div style="text-align: left;">Yang dilihat orang = anak mainan pasir</div><div style="text-align: left;">Yang dirasakan anak = belajar bermain hati-hati, pasir kalau kena mata sakit, belajar bentuk partikel pasir yang semakin digenggam semakin lepas, belajar memasukkan pasir pakai sekop, belajar bahwa tangannya dapat kotor kalau bermain pasir, dan masih banyak lagi belajar lainnya jika pendamping mau mendampingi proses belajarnya serta <b><i>MEMAKNAI</i></b> setiap kegiatannya.</div></td></tr></tbody></table><p style="text-align: justify;">Belajar tidak hanya sekedar memasukan ilmu itu ke dalam diri kita, tapi bagaimana kita dapat menikmati proses belajar itu menjadi sesuatu yang menyenangkan - <b>RENJANA</b>.</p><p style="text-align: justify;">Ahhh, senang sekali rasanya hari ini lagi-lagi diingatkan oleh Charlotte Mason untuk terus berproses, setia pada proses karena nantinya hasil akan mengikuti proses tersebut. </p><p style="text-align: justify;">Thank you kawan diskusi CMers,</p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiHkZCkHM0I-BiwuWh_9eXgrBWMduXzsjhCWBEVyHS8v3vdB9zIXTIY3hdhVc7AkuMM7CntBgcbbkOLT0yHEtf-cOpDVd-_0muGrKvZGNQKC-qywzno8fJt1fXHfHgCkY_ZHlY4RHBgOxp8mxsYq9Zd2moLahIhsB37dHLeFJYRZ-7OXgeOK9cmlA/s434/20200626_120634_0000.png" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em; text-align: justify;"><img border="0" data-original-height="138" data-original-width="434" height="48" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiHkZCkHM0I-BiwuWh_9eXgrBWMduXzsjhCWBEVyHS8v3vdB9zIXTIY3hdhVc7AkuMM7CntBgcbbkOLT0yHEtf-cOpDVd-_0muGrKvZGNQKC-qywzno8fJt1fXHfHgCkY_ZHlY4RHBgOxp8mxsYq9Zd2moLahIhsB37dHLeFJYRZ-7OXgeOK9cmlA/w149-h48/20200626_120634_0000.png" width="149" /></a></div><div style="text-align: justify;"><br /></div><p style="text-align: justify;"><br /></p>Gloria Putrihttp://www.blogger.com/profile/05186442506105530182noreply@blogger.com4tag:blogger.com,1999:blog-5792959745232120376.post-50692084282116941432022-05-20T13:32:00.048+07:002022-05-23T14:48:27.020+07:00Nampan Perak - Narefleksi KAMISAN, 19 Mei 2022<div class="fullpost">
</div>
<p style="text-align: justify;">Sikap dan nasib manusia dibentuk oleh pengetahuan, maka kita perlu paham apa saja yang disebut pengetahuan itu. Agar mudah dipahami orang awam, Matthew Arnold mengklasifikasikan pengetahuan menjadi tiga, yaitu pengetahuan tentang Tuhan, pengetahuan tentang manusia, dan pengetahuan tentang alam - atau istilah lainnya Ketuhanan, Humaniora, dan Sains.</p><table cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody><tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhKBCqpNVifotkaiWMfaavfKhVaIB0IrgpPajxpvOqD_-0Ch_MBJy6SAMFBz1jdd5bwV9ME6WgJgQInE-URR2VVigZLX9phHeY7Kq5BlwoIACPbqh76H5surcrQ0VoojI3fPB9T8vNoWb2mWRz9WjasXAsBKWkBT3QoHKxdPBYK-fNFSjUK_Ou5Zg/s1280/nampan.jpg" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="1244" data-original-width="1280" height="311" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhKBCqpNVifotkaiWMfaavfKhVaIB0IrgpPajxpvOqD_-0Ch_MBJy6SAMFBz1jdd5bwV9ME6WgJgQInE-URR2VVigZLX9phHeY7Kq5BlwoIACPbqh76H5surcrQ0VoojI3fPB9T8vNoWb2mWRz9WjasXAsBKWkBT3QoHKxdPBYK-fNFSjUK_Ou5Zg/s320/nampan.jpg" width="320" /></a></td></tr><tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">picture from <a href="https://weheartit.com/entry/160267956?context_query=girl+silver+tray&context_type=search" target="_blank">here</a></td></tr></tbody></table><p style="text-align: justify;">Namun menurut Charlotte Mason, walaupun bukan sebagai "menu utama", Sastra sama pentingnya, terutama untuk menyajikan ketiga pengetahuan tadi - diibaratkan bahwa jika ketiga pengetahuan tadi adalah menu utamanya, Sastra adalah nampan perak atau buli-buli pualam wadah minyak yang digunakan untuk meminyaki kaki Yesus. </p><blockquote><p style="text-align: justify;"><span style="font-family: inherit;">Namun, aku pikir kita bisa melangkah lebih jauh dan berpendapat bahwa Sastra, andai tidak bisa dibilang sebagai konten utama pengetahuan (seperti yang saya sampaikan sebelumnya), paling sedikit adalah wadah untuk menyajikan buli-buli pualam yang berisi minyak wangi (NB : seperti yang dipakai oleh perempuan yang meminyaki kaki Yesus). </span><span style="font-family: inherit;">~ Charlotte Mason, vol.6, hlm.316</span></p></blockquote><p style="text-align: justify;">Dari sini saya jadi berpikir "Ohh, pantas saja, dalam proses belajarnya, anak-anak CM disarankan untuk menggunakan living book. Sama-sama terlihat indah (buku-buku twaddle dan living book) namun kualitas kedua <i>wadah parfum</i> ini berbeda".</p><p style="text-align: justify;">Pertanyaan selanjutnya adalah kalau begitu apakah belajar menggunakan non living book menjadi sia-sia? Padahal ada subjek yang membutuhkan penjelasan presisi sepeti Matematika misalnya, apakah bahasa sastrawi perlu selalu dipakai untuk belajar ilmu pengetahuan itu? Karena seperti Matematika, tidak semua konsepnya bisa disajikan dengan Sastra, contoh lainnya adalah Ilmu Hukum misalnya, adakalanya ide yang disampaikan harus presisi agar tidak ada tafsir yang membuat salah paham.</p><p style="text-align: justify;">Kapan atau apa indikatornya kita sebaiknya menggunakan bahasa sastrawi atau presisi? Apakah usia anak saat diberikan asupan sastrawi dan presisi akan mempengaruhi? Diberikan secara bertahap? Ataukah living book seperti "jembatan" yang dapat membantu kita memahami buku presisi "yang garing"?</p><p style="text-align: justify;">Dari diskusi, saya menyimpulkan bahwa kecintaan anak pada ilmu pengetahuan lebih penting daripada memikirkan teknis "pakai buku apa". Karena, saat anak tertarik pada ilmu pengetahuan apapun, jika buku itu garing sekalipun akan tetap "dilahap". Jangan sampai yang teknis malah menjadi prinsip. </p><p style="text-align: justify;">Bertahap, efektif, dan efisien adalah tiga hal yang saya catat sebagai indikator teknis penggunaan buku dalam mendampingi anak belajar. Sebagai fasilitator anak belajar, kita punya kewajiban untuk memfasilitasi anak agar cinta pada pengetahuan itu sendiri, tidak terpaku pada teknisnya saja.</p><p style="text-align: justify;"><br /></p><p style="text-align: justify;">Terima kasih diskusinya,</p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhdGGyIx73o1Bn4RWjm5hDqjeK2GCa3esvZFEHJpofL2akVN5DRT2efDrRVCZxzzGvZHXE2beb4TbNMEjuc2Lpc4fc81cjdNNoyu_cJxADGkjJPfdhiv8fDLDEld7CbYHWwKx3HLcprF3E6eSk5GJeGNOWMf5mKP0M56KWV57GrcAURvnDhl71BkA/s434/20200626_120634_0000.png" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="138" data-original-width="434" height="47" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhdGGyIx73o1Bn4RWjm5hDqjeK2GCa3esvZFEHJpofL2akVN5DRT2efDrRVCZxzzGvZHXE2beb4TbNMEjuc2Lpc4fc81cjdNNoyu_cJxADGkjJPfdhiv8fDLDEld7CbYHWwKx3HLcprF3E6eSk5GJeGNOWMf5mKP0M56KWV57GrcAURvnDhl71BkA/w147-h47/20200626_120634_0000.png" width="147" /></a></div><br /><p style="text-align: justify;"><br /></p>Gloria Putrihttp://www.blogger.com/profile/05186442506105530182noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5792959745232120376.post-34786756365321028882022-03-31T23:48:00.004+07:002022-03-31T23:56:41.896+07:00Nalar, Nurani, dan Kehendak - narefleksi KAMISAN, 31 Maret 2022<div style="text-align: justify;"><span style="font-family: inherit;">Apa yang sudah kita kerjakan dalam mengupayakan pendidikan? Pada paragraf pertama bagian III ini, Charlotte Mason bertanya apakah benar bahwa karakter generasi saat ini adalah generasi dengan kurangnya rasa tanggung jawab padahal sistem pendidikan sudah dibentuk sedemikian rupa - pendidik disebutkan berusaha menggali, menyiangi, dan menyirami. </span></div><div style="text-align: justify;"><span style="font-family: inherit;">Tapi tetap saja pohon dan buahnya bermasalah, apa yang salah?</span></div><div style="text-align: justify;"><span style="font-family: inherit;"><br /></span></div><div style="text-align: justify;"><span style="font-family: inherit;">Butuh waktu yang tidak sedikit untuk "memeriksa" bagian mana yang salah sehingga buahnya tidak baik - orang yang mementingkan kepentingan pribadi, merusak properti orang lain, hingga memprovokasi orang lain. Padahal, mereka yang disebut "buah yang tidak baik" ini adalah mereka dengan gelar sarjana, mahir menulis dan berorasi, berpikir logis hingga memiliki aneka ketrampilan. </span></div><blockquote><div><p class="p0" style="margin-bottom: 0pt; margin-top: 0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: inherit;">Kita tidak perlu mendetilkan apa saja pasangan untuk tiap ciptaan, tapi tampaknya memang nalar yang kaku, saat mencoba mencari kebenaran akan suatu isu, cenderung selalu dikawani oleh pemberontakan. ~ Charlotte Mason, vol.6, hlm. 314</span></p></div></blockquote><p style="text-align: justify;"><span style="font-family: inherit;"> Memang benar bahwa anak (bahkan diri kita sendiripun) perlu melatih nalar - memberi kebiasaan baik untuk berpikir logis. Tapi kemudian nalar ini bisa jadi sangat berbahaya apalagi jika kita melakukan sesuatu yang tidak benar lalu melakukan pembenaran diri atas dasar nalar.</span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-family: inherit;">Berpikir logis tidak melulu tentang menghasilkan simpulan yang mutlak benar. Nalar seharusnya menjadi pelayan, bukan tuan, sehingga nalar tidak berakhir sebagai pembenaran atas apa yang diingini kehendak ingin yakini.</span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-family: inherit;">Saya tiba-tiba teringat akan fenomena "kaum pelangi" yang sering saya dapati di media sosial belakangan ini. Saat melihat konten tentang "kaum pelangi" ini, saya tertarik untuk memperhatikan kolom komen, memperhatikan pandangan orang mengenai "kaum pelangi" ini. Banyak sekali komen menghakimi seperti "Tuhan menciptakan hanya laki-laki dan perempuan, kamu apa?", atau saat berita Dorce tutup usia, alih alih melihat komen turut berduka cita, saya malah banyak mendapati komen sejenis "dia dikubur jenis kelaminnya apa tuh?". Yang berkomentar sudah pasti sekolah (lha wong bisa ketik komen), punya pengetahuan (sudah pasti-lha wong bisa menyebutkan basis dasar yang ia yakini benar), terus apa yang kurang?</span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-family: inherit;">Nurani. Rasanya saat nalar berjalan sendiri tanpa diiringi nurani, sia-sia saja pengetahuan. Saat membuat komen pada konten-konten tentang "kaum pelangi", jika nalar berjalan berdampingan dengan nurani, maka ketika menemukan hal yang tidak sesuai dengan prinsip sekalipun, kita akan tetap dapat menghargai orang lain sebagai SESAMA MANUSIA.</span></p><p style="text-align: justify;"></p><table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><tbody><tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEghNNH1lFe4Gs2YLSiGvhFImemxAP2mrmI7KtpQDq_23y_vw-7hHegmuMoYAQlXbAGDi3jKZia9Z3BPyazlrSmywlLH-z8B4NVZ0I1gwvOjFGbecxmjyZn_RJoSaIyogCbMlcrNV5sozU1DUykplQMsO4cXNBjFVFBUAAL0hywRV15TuoxECaq3Xw/s1280/1a.jpg" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="1280" data-original-width="1280" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEghNNH1lFe4Gs2YLSiGvhFImemxAP2mrmI7KtpQDq_23y_vw-7hHegmuMoYAQlXbAGDi3jKZia9Z3BPyazlrSmywlLH-z8B4NVZ0I1gwvOjFGbecxmjyZn_RJoSaIyogCbMlcrNV5sozU1DUykplQMsO4cXNBjFVFBUAAL0hywRV15TuoxECaq3Xw/s320/1a.jpg" width="320" /></a></td></tr><tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">pict from <a href="https://weheartit.com/entry/307471896?context_query=mother+daughter+read&context_type=search" target="_blank">here</a><br /><br /></td></tr></tbody></table><p></p><blockquote><p class="p0" style="margin-bottom: 0pt; margin-top: 0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: inherit;">nalar manusia akan berupaya membenarkan dengan segala macam bukti untuk setiap gagasan yang telah dia putuskan untuk pertahankan. Kita tak bisa membebaskan diri dari kecenderungan ini, tak ada jalan pintas mengatasinya. Seni butuh waktu panjang, terutama menguasai seni hidup.</span>~ Charlotte Mason, vol.6, hlm. 314</p></blockquote><p style="text-align: justify;">Bagian akhir dari bacaan hari ini jadi penutup diskusi bulan Maret ini. Kita tidak bisa lepas dari kecenderungan untuk melakukan "pembenaran diri" ini, butuh waktu panjang untuk mendidik nurani dan melatih nalar agar keduanya dapat menjadi pelayan yang baik bagi tuannya yaitu kehendak.</p><p style="text-align: justify;">Perih setelah dikuliti bu Charlotte Mason hari ini,</p><p style="text-align: justify;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi67UHhB-m1RaEpI2MXtlvpMiOgRgFGARAvjIVMGAWlpgiqfOzMixP7RUqVL4wyp9RjKlLAabzxoVb1tM6CW7gVMsFnUWBFnfpD8XS5R8EmIW7uVxixuW055O2Rzylq0Tgm85c58kx5d15u9JNf_xfdf16uUc_VSNHt1qTdkaMH5h-WIjxhVKm76w/s434/20200626_120634_0000.png" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="138" data-original-width="434" height="43" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi67UHhB-m1RaEpI2MXtlvpMiOgRgFGARAvjIVMGAWlpgiqfOzMixP7RUqVL4wyp9RjKlLAabzxoVb1tM6CW7gVMsFnUWBFnfpD8XS5R8EmIW7uVxixuW055O2Rzylq0Tgm85c58kx5d15u9JNf_xfdf16uUc_VSNHt1qTdkaMH5h-WIjxhVKm76w/w135-h43/20200626_120634_0000.png" width="135" /></a></p><br /><p><br /></p>Gloria Putrihttp://www.blogger.com/profile/05186442506105530182noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5792959745232120376.post-16377766420273382402022-02-11T11:25:00.166+07:002022-02-14T22:52:41.205+07:00Menjadi R̶a̶t̶a̶ ̶-̶ ̶R̶a̶t̶a̶Bagian Dari Sistem (Sebuah Refleksi - KAMISAN, 10 Februari 2022)<div class="fullpost">
</div>
<blockquote><p style="text-align: justify;">Sebagian orang memang cocok menjadi akademisi, sesuai dengan kapasitas kepala mereka. Kita yang lain senang melihat kecemerlangan itu, tapi tidak perlu iri hati, sebab menjadi akademisi bukanlah prestasi tertinggi dalam hidup ini, dan tidak menjamin seseorang tergugah pikirannya oleh pengetahuan dan perjumpaan dengan ide hidup. ~ Charlotte Mason, vol.6, hlm. 310</p></blockquote><p style="text-align: justify;">Seringkali saat melewati beberapa ruas jalan, ada banyak baliho iklan sekolah-sekolah apalagi jika dekat-dekat tahun ajaran baru. Isinya hampir sama walau beda kalimat, yaitu mempromosikan bagaimana sekolah tersebut akan mencetak generasi-generasi unggul di masa depan. Iklan-iklan tadi membawa saya pada kenangan saat masih memberi les privat untuk beberapa murid - "miss, tolong ya miss, masa dia nilainya tujuh, temannya yang lain ada yang delapan." dan "ini badannya agak hangat miss, tapi gapapa tetap les aja, biar ga ketinggalan pelajaran.". Jadi ya begitulah isi di dalamnya, anak mendapat tuntutan untuk menjadi yang terbaik seakan memiliki nilai 100 adalah prestasi tertinggi dalam hidup. </p><blockquote><p style="text-align: justify;">Bahkan kisah pasaran, pentas wayang, atau bunga pinggir jalan sudah bisa memantik semangat belajar mereka, kita tidak perlu mengkhawatirkan mereka, Kita pikirkan dulu anak dari kelompok rata-rata. Anak rata-rata ini juga butuh belajar Bahasa Yunani dan Latin, tapi ada jalan lebih mudah untuk itu. Gadis-gadis kecil di surat yang tadi aku kutip sudah mendapatkan poinnya. Ada seorang anak perempuan, murid kesayangan Vittorino, yang bisa berbicara dan menulis dalam bahasa Latin dengan "kemurnian menakjubkan" pada usia 12 tahun, karena dia telah belajar sejak masih lebih kecil lagi - kita yakin dia bukan produk sekolahan elit. ~ Charlotte Mason, vol.6, hlm. 310-311</p></blockquote><p style="text-align: justify;">Lalu bagaimana dengan anak dari kelompok rata-rata? Dalam diskusi Kamis kemarin, saya terpikirkan "apa indikator anak disebut rata-rata?", teringat bagaimana para orangtua membandingkan anaknya dengan anak lain, melabeli yang tidak unggul dengan rata-rata, serta menggunakan nilai untuk mengukur. Saya bersyukur bertemu dengan banyak teman seperjalanan yang meyakini bahwa semestinya membandingkan anak adalah dengan diri anak itu sendiri (lihat pada progressnya) bukan dengan teman sebayanya, karena kita tahu bahwa anak adalah pribadi yang utuh yang masih-masing memiliki fitrahnya sendiri. </p><p style="text-align: justify;">Yang menarik adalah saat ada "celetukan" dari ci Indri "kalau kita selalu ingin jadi yang terbaik, ga akan ada habisnya karena bila di satu tempat kita menjadi yang terbaik, lalu pindah ketempat lain, pasti ada yang lebih baik kan?". Mau sampai kapan jika tolak ukur menjadi pribadi terbaik adalah orang lain dan bukan diri sendiri dan semangat belajar diri sendiri?</p><blockquote><p style="text-align: justify;">Kita tahu mereka dinikahkan di usia dini, tapi mereka sudah tahu banyak tentang karya-karya klasik (meski tidak membacanya utuh), mereka bisa bercakap dalam dua tiga bahasa modern, bisa merawat orang terluka, merawat orang sakit, membuat obat-obatan herbal, memanajemen rumah tangga dengan banyak pelayan, menunggang kuda, bahkan menangkap buruan! Mereka juga bisa menjahit dan merenda dengan pola yang rumit. ~Charlotte Mason, vol.6, hlm. 311</p></blockquote><p style="text-align: justify;">Bagian ini mengingatkan saya pada satu bahasan di buku CYB halaman 162. Di situ saya memberi tanda pada skill yang saya belum dan sudah saya kuasai. Dulu, sewaktu membaca list itu, saya tertawa dan berpikir, semestinya list ini kalau dibuat pribadi masih bisa lebih panjang lagi karena ternyata banyak skill dasar yang saya sendiri belum kuasai - apakah anak yang termasuk "di atas rata-rata" sudah menguasai skill itu? </p><p style="text-align: justify;">Kalau semua orang menjadi dokter, lalu siapa yang menjadi petani menghasilkan bahan pangan yang dibutuhkan manusia? Kalau semua orang pintar memasak dan jadi chef, lalu siapa yang menerbangkan pesawat terbang. Rasanya saat konsep "children are born persons" sungguh dihidupi tiap orangtua, orangtua akan sanggup menerima bahwa semua jenis pekerjaan adalah baik. Seorang teman yang tinggal di Jerman bercerita pada saya bahwa anak - anak Jerman misalnya yang bercita-cita menjadi supir truk sampah saja tetap akan didukung cita-citanya, karena orangtua tahu bahwa tanpa supir truk sampah, sampah-sampah mereka tidak akan terkelola dengan baik. Semua pekerjaan baik dan saat anak dapat mengambil bagian dalam sistem kemasyarakatan dan menjadi berguna sesungguhnya itu adalah prestasi tertinggi tanpa harus menjadi unggul dari yang lainnya. </p><table cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody><tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/a/AVvXsEh10lQ9_1l9F4TtqxtMHFep45hE2ae1-fcg5V0HJ8KfPI4G-nTxZBKWWKrXvNAhit9Cfo2ecHlqS5uMaxjiKKJ0ydupqaMuP0e4UTdfpYcqDdvF5qpdHF1aMJdSmQSzE12tz50OS9ghqZOKhEkvUDHsessxHAvlc3sclTThCuEQrrnDjunEPv_WXQ=s736" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="512" data-original-width="736" height="279" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/a/AVvXsEh10lQ9_1l9F4TtqxtMHFep45hE2ae1-fcg5V0HJ8KfPI4G-nTxZBKWWKrXvNAhit9Cfo2ecHlqS5uMaxjiKKJ0ydupqaMuP0e4UTdfpYcqDdvF5qpdHF1aMJdSmQSzE12tz50OS9ghqZOKhEkvUDHsessxHAvlc3sclTThCuEQrrnDjunEPv_WXQ=w400-h279" width="400" /></a></td></tr><tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">picture from <a href="https://weheartit.com/entry/237144364?context_page=4&context_query=mother+and+baby+bear&context_type=search" target="_blank">here</a><br />sekali-sekali ya pakai ilustrasi gambar hewan buat gambarin ilustrasi<br />orangtua adalah support system anak</td></tr></tbody></table><p style="text-align: justify;">Kalau sudah sadar sepenuhnya tentang konsep "children are born persons", pertanyaan berikutnya adalah, siapkah orangtua (saya) mendukung apapun cita-cita anak kelak?</p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/a/AVvXsEgLx1c3-Od7h9iLcH8d1NcNTIxH1w6dYKIzgmL2pr0ttRMSdG04oYyRjQJu_JeQCxulx2S_TEKfFidWDlN9vtL4FbKEA0aLLZgByX4UtWe-7S4XA2Gylp2mnC6hVRfQoznkLDfZ6M_ZfRY2yeYDBXsnjMvEPjZLVWKbmCQh8K8LV_MC8lUWF9iXUg=s434" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em; text-align: justify;"><img border="0" data-original-height="138" data-original-width="434" height="47" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/a/AVvXsEgLx1c3-Od7h9iLcH8d1NcNTIxH1w6dYKIzgmL2pr0ttRMSdG04oYyRjQJu_JeQCxulx2S_TEKfFidWDlN9vtL4FbKEA0aLLZgByX4UtWe-7S4XA2Gylp2mnC6hVRfQoznkLDfZ6M_ZfRY2yeYDBXsnjMvEPjZLVWKbmCQh8K8LV_MC8lUWF9iXUg=w147-h47" width="147" /></a></div><div style="text-align: justify;"><br /></div><p style="text-align: justify;"><br /></p>Gloria Putrihttp://www.blogger.com/profile/05186442506105530182noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5792959745232120376.post-85098355340451546672021-11-18T15:45:00.012+07:002021-11-18T15:50:24.185+07:00Nutrisi Intelektual - KAMISAN, 18 Nov 202<div class="fullpost">
</div>
<blockquote><p>Pengetahuan itu bukan pelatihan, informasi, kajian akademis, atau hafalan di luar kepala.
Pengetahuan diteruskan bagai api obor, dari akal budi ke akal budi, dan nyalanya hanya bisa
dikobarkan dalam akal budi yang betul-betul berpikir. Kita tahu bahwa pikiran melahirkan lebih
banyak pikiran; hanya pada saat ada ide memantik akal budi kita, maka akal budi itu akan
tergugah untuk melahirkan ide-idenya sendiri, dan ide-ide kita itu akan melahirkan perilaku
keseharian kita. ~ Charlotte Mason, vol.6, hlm. 303</p></blockquote><p>Hari ini hari pertama diskusi dalam grup kecil. Masuk ke halaman 303 membahas tentang bagaimana pengetahuan masuk ke dalam akal budi. Dalam bacaan dituliskan bahwa pengetahuan ibarat api obor yang diteruskan dari satu akal budi ke akal budi lain-dan hanya dapat berkobar pada akal budi yang betul-betul berpikir. Pengetahuan itu juga nantinya yang akan mempengaruhi perilaku keseharian kita.</p><p></p><table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><tbody><tr><td style="text-align: center;"><a href="https://1.bp.blogspot.com/-6LzC6B0Zml4/YZYSbjYIf1I/AAAAAAAAfZc/etn5V_ccvAYwr0YQVYCLNcNyWWEchTsdACLcBGAsYHQ/s501/original%2B%25281%2529.jpg" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="501" data-original-width="498" height="320" src="https://1.bp.blogspot.com/-6LzC6B0Zml4/YZYSbjYIf1I/AAAAAAAAfZc/etn5V_ccvAYwr0YQVYCLNcNyWWEchTsdACLcBGAsYHQ/s320/original%2B%25281%2529.jpg" width="318" /></a></td></tr><tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">picture from <a href="https://weheartit.com/entry/2822407?context_page=9&context_query=little+girl+read+book&context_type=search" target="_blank">here</a></td></tr></tbody></table><p></p><blockquote><p>Bagi kebanyakan orang, perjumpaan itu bisa dilakukan terutama lewat bukubuku; dan kalau kita ingin tahu seberapa jauh suatu sekolah menyediakan nutrisi intelektual bagi
para siswanya, kita tinggal melihat daftar buku materi bacaan siswa selama periode belajar
tersebut. ~ Charlotte Mason, vol.6, hlm. 303</p></blockquote><p>Lalu pada bagian berikutnya, digambarkan bahwa buku merupakan "jembatan" antara akal budi orang dewasa dengan anak. Mudah bagi kita mengukur sebuah sekolah (dalam konteks ini kita orangtua yang berperan sebegai guru) seberapa jauh nutrisi intelektual diberikan kepada anak-lihat daftar bukunya.</p><p>Berdasarkan bahan bacaan hari ini, saya mencatat beberapa kriteria buku yang dimaksud :</p><p>1. daftarnya tidak boleh pendek (artinya tidak boleh hanya sedikit buku yang diberikan),</p><p>2. bukunya bervariasi (banyak pun akan menjadi tidak baik saat jenis buku yang diberikan itu itu saja-ditulis bahwa kekuatan kehendak siswa tidak akan berkembang secara holistik),</p><p>3. buku yang bukan berbentuk ringkasan,</p><p>4. buku yang merupakan tulisan asli pemikir,</p><p>5. tidak menggurui dan tidak menyimpulkan (agar siswa tetap berpikir dan mencerna apa yang dibaca),</p><p>6. berbentuk sastrawi seperti terutama puisi.</p><p>Sama seperti makanan jasmani yang terbagi dalam jenis menyehatkan (kadang tidak enak) dan yang tidak menyehatkan, buku dan kebiasaan pun juga terbagi dalam dua jenis seperti itu, dan padahal biasanya anak cenderung memilih "permen" yang tidak sehat sebagai kudapan mereka sehari-hari. Lalu bagaimana? dipaksa? Tetap paparkan anak dengan nutrisi yang menyehatkan, tetap beriman bahwa anak suatu saat akan "makan" yang sehat yang selalu kita paparkan. Lalu bagaimana dengan "permen" nya? perlu dibatasikah?</p><p>Dari diskusi, saya mencatat poin seperti <b>"jangan mencobai anak" </b>artinya, jangan paparkan anak terhadap "permen" itu tadi. Tapi kemudian, kita juga tidak bisa terus-terusan menjauhkan anak dari paparan "permen" itu kan? Menggunakan ilustrasi Putri Tidur dimana ia "dihindarkan" dari jarum pintal oleh raja karena kutukan jarum pintal, saya berpikir bahwa anak semestinya juga <b>"diedukasi" </b>tentang keberadaan "permen" tersebut walaupun kita tidak menyediakan "permen" di rumah. Edukasi bukan berbentuk larangan atau ceramah, tapi bantu anak untuk berpikir sendiri baik buruknya "permen" tadi. Lalu dari ilustrasi tentang Adam dan Hawa yang tetap makan buah terlarang walaupun sudah diedukasi, saya berpikir bahwa sebagai orangtua kita perlu tetap <b>"memberikan supervisi"</b> agar anak tetap dapat melalui cobaan (terutama di awal-awal ia tahu tentang "permen pencobaan" tadi).</p><blockquote><p> Anak harus membaca agar
mendapatkan pengetahuan dan tugas guru adalah memastikan dia tahu. ~ Charlotte Mason, vol.6, hlm. 303</p></blockquote><p>Jika sudah memenuhi kriteria tersebut di atas, lalu selanjutnya adalah kita sebagai "guru" bertugas untuk memastikan anak "tahu" dengan meminta anak menarasikan bacaan yang ia baca tanpa ceramah, menjelas-jelaskan, apalagi memberi pertanyaan komprehensif. Tapi yang kemudian terpikir adalah, jika tugas guru adalah MEMASTIKAN ANAK TAHU, bagaimana jika dalam narasinya, guru mendapati anak tersebut "belum tahu", apa yang mesti dilakukan jika bertanya komprehensif maupun menjelas-jelaskan tidak dianjurkan?</p><p>Dari cerita kawan-kawan, saya belajar bahwa saat mendapati anak yang dari narasinya tampak ia belum tahu, pertama yang mesti kita pastikan adalah akar penyebab mengapa anak tidak tahu, apakah saat membaca anak belum fokus, jika belum fokus, maka kita "benahi" dl bagian itu. Tapi bolehkah kita bertanya "namanya tokohnya siapa?" untuk memastikan anak paham? Sebaiknya jangan. Jika anak mengalami kesulitan mengingat nama tokoh misalnya (padahal dalam beberapa paragraf yang lalu kita tahu bahwa siswa-siswa Charlotte dapat menghafal ratusan nama dengan ejaan yang tepat), kita dapat membantu anak dengan beberapa metode seperti meminta anak mencatat nama yang muncul dalam bacaan yang ia baca. Prinsipnya tetap, kita tidak boleh merendahkan anak menganggap mereka tidak paham apa yang kita pahami lalu berusaha menjelas-jelaskan.</p><p><br /></p><p>Wah, diskusinya dalam sekali ya, ngalor ngidul dari dongeng sampai Adam dan Hawa, tapi seru, terima kasih kawan-kawan CMid Semarang,</p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://1.bp.blogspot.com/-7EIfdbR7azs/YZYO3rzfhfI/AAAAAAAAfZU/KQbkUOumExc5UDnsrtz8v8KeY6jmuMXgwCLcBGAsYHQ/s434/20200626_120634_0000.png" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="138" data-original-width="434" height="44" src="https://1.bp.blogspot.com/-7EIfdbR7azs/YZYO3rzfhfI/AAAAAAAAfZU/KQbkUOumExc5UDnsrtz8v8KeY6jmuMXgwCLcBGAsYHQ/w138-h44/20200626_120634_0000.png" width="138" /></a></div><br /><p><br /></p>Gloria Putrihttp://www.blogger.com/profile/05186442506105530182noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5792959745232120376.post-17290819304638496602021-11-04T00:22:00.002+07:002021-11-04T12:41:58.716+07:00(bukan) Dunia Yang Jahat!<div class="fullpost">
</div>
<p></p><table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><tbody><tr><td style="text-align: center;"><a href="https://1.bp.blogspot.com/-L3p24EgH6oo/YYNxg04RB9I/AAAAAAAAfYU/GGxmP5CoXcgERMBnymc78FNTdYOj7ootACLcBGAsYHQ/s768/original.jpg" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><span style="font-family: inherit;"><img border="0" data-original-height="768" data-original-width="618" height="320" src="https://1.bp.blogspot.com/-L3p24EgH6oo/YYNxg04RB9I/AAAAAAAAfYU/GGxmP5CoXcgERMBnymc78FNTdYOj7ootACLcBGAsYHQ/s320/original.jpg" width="258" /></span></a></td></tr><tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;"><span style="font-family: inherit;">pict. from <a href="https://weheartit.com/entry/358298363?context_query=over+thinking&context_type=search" target="_blank">here</a></span></td></tr></tbody></table><p></p><p><span face="TwitterChirp, -apple-system, BlinkMacSystemFont, "Segoe UI", Roboto, Helvetica, Arial, sans-serif" style="background-color: rgba(0, 0, 0, 0.03); color: #0f1419; font-family: inherit; white-space: pre-wrap;">"Dunia ini jahat."
Begitu kata lebih dari separuh penduduk penghuninya.
"Dunia ini jahat."
Itu juga yang dikatakan mereka yang di sekitarku.</span></p><p><span face="TwitterChirp, -apple-system, BlinkMacSystemFont, "Segoe UI", Roboto, Helvetica, Arial, sans-serif" style="background-color: rgba(0, 0, 0, 0.03); color: #0f1419; font-family: inherit; white-space: pre-wrap;">"Aku tak peduli,"
Begitu kubilang saat mereka khawatir.
"Tenang saja aku bisa jaga diriku koq,"
Tetap saja mereka khawatir.</span></p><p><span face="TwitterChirp, -apple-system, BlinkMacSystemFont, "Segoe UI", Roboto, Helvetica, Arial, sans-serif" style="background-color: rgba(0, 0, 0, 0.03); color: #0f1419; font-family: inherit; white-space: pre-wrap;">Katanya, aku polos
Mereka kira aku bakso? Polos tanpa mie?
Mereka kira aku kain kafan? Polos tak bernoda?
"Ah, bisa bisanya mereka saja itu!"
Kataku memganggap remeh</span></p><p><span face="TwitterChirp, -apple-system, BlinkMacSystemFont, "Segoe UI", Roboto, Helvetica, Arial, sans-serif" style="background-color: rgba(0, 0, 0, 0.03); color: #0f1419; font-family: inherit; white-space: pre-wrap;">"Tapi dunia memang jahat!"
Rutukku saat malam tiba-
Malam setelah ratusan malam saat banyak orang mengkhawatirkanku.
"Dunia memang jahat!"
Pikirku saat dunia memaku ku ke dalam lubang terdalamnya.
"Dunia memang jahat!"
Kata akal rasionalku ketika ia kembali dari jeratan si emosi.</span></p><p><span face="TwitterChirp, -apple-system, BlinkMacSystemFont, "Segoe UI", Roboto, Helvetica, Arial, sans-serif" style="background-color: rgba(0, 0, 0, 0.03); color: #0f1419; font-family: inherit; white-space: pre-wrap;">"Dunia memang jahat!"
Kata pikiranku yang ingin aku tidur tapi tak bisa karena sibuk memikirkan dunia yang jahat.
</span></p><div><span face="TwitterChirp, -apple-system, BlinkMacSystemFont, "Segoe UI", Roboto, Helvetica, Arial, sans-serif" style="background-color: rgba(0, 0, 0, 0.03); color: #0f1419; font-family: inherit; white-space: pre-wrap;">Tapi lalu aku berpikir lagi,
"Ah, bukan dunia yang jahat! Tapi orang orangnya! Yea ga semua, tapi banyak!"</span></div><div><span face="TwitterChirp, -apple-system, BlinkMacSystemFont, "Segoe UI", Roboto, Helvetica, Arial, sans-serif" style="background-color: rgba(0, 0, 0, 0.03); color: #0f1419; font-family: inherit; white-space: pre-wrap;">dan</span></div><div><span face="TwitterChirp, -apple-system, BlinkMacSystemFont, "Segoe UI", Roboto, Helvetica, Arial, sans-serif" style="background-color: rgba(0, 0, 0, 0.03); color: #0f1419; font-family: inherit; white-space: pre-wrap;">"Ahhh pantas saja aku lebih suka film dengan musuh zombie ketimbang psikopat, karena MANUSIA MENYERAMKAN!"</span></div><div><span face="TwitterChirp, -apple-system, BlinkMacSystemFont, "Segoe UI", Roboto, Helvetica, Arial, sans-serif" style="background-color: rgba(0, 0, 0, 0.03); color: #0f1419; font-family: inherit; white-space: pre-wrap;">Tapi setidaknya, dengan adanya yang jahat, aku jadi tahu bahwa yang baik juga ada.</span></div><div><span face="TwitterChirp, -apple-system, BlinkMacSystemFont, "Segoe UI", Roboto, Helvetica, Arial, sans-serif" style="background-color: rgba(0, 0, 0, 0.03); color: #0f1419; font-family: inherit; white-space: pre-wrap;"><br /></span></div><div><span face="TwitterChirp, -apple-system, BlinkMacSystemFont, "Segoe UI", Roboto, Helvetica, Arial, sans-serif" style="background-color: rgba(0, 0, 0, 0.03); color: #0f1419; font-family: inherit; white-space: pre-wrap;"><br /></span></div><div><span face="TwitterChirp, -apple-system, BlinkMacSystemFont, "Segoe UI", Roboto, Helvetica, Arial, sans-serif" style="background-color: rgba(0, 0, 0, 0.03); color: #0f1419; font-family: inherit; white-space: pre-wrap;">Aku, masih berkutat dengan pikiranku,</span></div><div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://1.bp.blogspot.com/-PpxxFuZiYkw/YYNv60R-8SI/AAAAAAAAfYM/L-rkMmGgv3gQAIisU8CCrlxfNJVDQW5OQCLcBGAsYHQ/s434/20200626_120634_0000.png" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="138" data-original-width="434" height="42" src="https://1.bp.blogspot.com/-PpxxFuZiYkw/YYNv60R-8SI/AAAAAAAAfYM/L-rkMmGgv3gQAIisU8CCrlxfNJVDQW5OQCLcBGAsYHQ/w133-h42/20200626_120634_0000.png" width="133" /></a></div><br /><span face="TwitterChirp, -apple-system, BlinkMacSystemFont, "Segoe UI", Roboto, Helvetica, Arial, sans-serif" style="background-color: rgba(0, 0, 0, 0.03); color: #0f1419; font-size: 15px; white-space: pre-wrap;"><br /></span></div><div><span face="TwitterChirp, -apple-system, BlinkMacSystemFont, "Segoe UI", Roboto, Helvetica, Arial, sans-serif" style="background-color: rgba(0, 0, 0, 0.03); color: #0f1419; font-size: 15px; white-space: pre-wrap;"><br /></span></div>Gloria Putrihttp://www.blogger.com/profile/05186442506105530182noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5792959745232120376.post-28795077262896310422021-10-07T12:57:00.006+07:002021-10-07T13:03:55.444+07:00Banteogapepra - KAMISAN, 7 Oktober 2021<div class="fullpost">
</div>
<blockquote><p style="text-align: justify;">"Soal pendidikan, kondisi kita memprihatinkan. Beberapa waktu lalu di Across the
Bridges, kita membaca tentang seorang siswa cerdas dan bersemangat yang telah
lulus sekolah dengan predikat memuaskan tapi setelahnya mengalami penurunan
kondisi yang drastis." ~ Charlotte Mason, vol.6, hlm. 300</p></blockquote><p style="text-align: justify;"> Membaca bagian ini mengingatkan saya masa ketika saya menjadi guru. Waktu itu, saya menjadi wali kelas anak dari pemilik yayasan sekolah. Mendengar dari guru sebelumya bahwa anak ini memiliki "bakat" untuk membully temannya bahkan berani mengancam guru "I'll tell my mom so she will deduct your sallary." saya waktu itu bersemangat sekali untuk "mendidik" anak ini supaya tidak hanya tumbuh jadi anak yang cerdas tapi juga punya hati - bajik dan bijak kalau meminjam istilah yang sering Bu Ellen katakan. Entah karena beruntung atau apes, kecelakaan dan "cacat" pada kaki saya di tengah tahun ajaran mengajar anak tersebut seperti menumbuhkan empatinya. Saya tidak mendapati anak itu mengancam saya selama setahun saya menjadi wali kelasnya, ibunya yang ketua yayasan pun sering memanggil saya bukan untuk dihukum tapi bertanya seperti "Ms. Glo, yang kemarin Ms Glo cerita soal wisata ke anak-anak itu dimana?" juga hal seperti "Batik yang Ms.Glo ceritakan tu Batik yang dari mana?". Saya bersyukur waktu itu tidak hanya berhasil menerapkan "smart is nothing when you dont have attitude." tapi juga dapat membuat anak itu "melokal" dengan membicarakan wisata lokal, produk lokal, saat sebelumnya topik obrolan anak-anak hanya seputar piknik ke Disneyland dan destinasi lainnya di luar negri. </p><blockquote><p style="text-align: justify;">"Kharisma wajah adalah manifestasi dari pemikiran, perasaan,
inteligensi; tapi ketiganya sudah tak kita lihat lagi terpancar dari wajah-wajah yang
hidup di hari ini, yang ada hanyalah orang-orang yang secara fisik sehat tapi
dingin, acuh tak acuh." ~ Charlotte Mason, vol.6, hlm. 301</p></blockquote><p style="text-align: justify;">Kalau ditanya bagaimana anak itu setelah bertahun-tahun saya resign dari sekolah, kabar yang saya dengar adalah ia "berhasil" membuat seorang temannya keluar dari sekolah karena tidak tahan menjadi sasaran bullying terus. Waktu mendengar berita itu, saya kaget, bagaimana bisa seorang anak kelas satu SD (atau 2 kurang ingat pastinya), terpikir untuk mengambil tempat pensil temannya, membawanya lari sambil dikejar temannya yang memiliki tempat pensil itu lalu begitu sampai di lantai teratas, ia menjatuhkannya dan berkata "tuh ambil". Padahal saya ingat betul bagaimana manisnya anak itu saat masih TK. </p><p style="text-align: justify;">Tapi lalu bagian bacaan hari ini juga mengingatkan saya tentang bagaimana orangtua juga berperan penting pada pertumbuhan anak. Guru yang hanya bertemu 3-5 jam sehari di sekolah tidak akan banyak pengaruhnya dibanding orangtua yang memiliki lebih banyak waktu dengan anak di rumah. Pemikiran ini juga yang akhirnya membawa saya untuk sepenuhnya mengambil peran dalam pengasuhan Keona. Saya tidak bisa pasrah hanya pada sekolah saja karena ada banyak hal yang semestinya menjadi porsi orangtua. Jika banyak orangtua beranggapan bahwa belajar adalah "mengerjakan lembar kerja", sejak mengenal banyak metode pendidikan (Charlotte Mason salah satunya), ternyata belajar itu adalah semua hal yang dilakukan anak. Anak dapat belajar kapan saja dan dimana saja termasuk hal kecil seperti mencuci piring misalnya.</p><p style="text-align: justify;">Maka ketika ada banyak orangtua mengeluhkan tentang anaknya "yang tidak peka", pertanyaan berikutnya adalah "apakah pernah orangtuanya memadamkan kemauannya belajar lewat rasa ingin tahunya?" seperti misalnya "ga usah nyuci piring, nanti mama harus nyuci 2 kali malah repot" - tanpa sadar, kalimat itu akan "memadamkan" tidak hanya rasa ingin tahu dan kemauannya belajar tapi juga "kepekaan" dan "empati" anak.</p><table cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody><tr><td style="text-align: center;"><a href="https://1.bp.blogspot.com/-gMYk-E57yYc/YV6LzsRPB7I/AAAAAAAAfXE/uj5CovnHXKcsUCPp8QnlJzs_fuKCuVSkgCLcBGAsYHQ/s919/13.jpg" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="919" data-original-width="736" height="320" src="https://1.bp.blogspot.com/-gMYk-E57yYc/YV6LzsRPB7I/AAAAAAAAfXE/uj5CovnHXKcsUCPp8QnlJzs_fuKCuVSkgCLcBGAsYHQ/s320/13.jpg" width="256" /></a></td></tr><tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">pict from <a href="https://weheartit.com/entry/357142373?context_page=2&context_query=motherhood&context_type=search" target="_blank">here</a></td></tr></tbody></table><blockquote><p style="text-align: justify;">banteogapepra [ban-teo-ga-pe-pra]</p></blockquote><blockquote><p style="text-align: justify;"><i>noun. </i> orang dengan banyak teori namun tidak pernah mempraktekannya ~ Stephen </p></blockquote><p style="text-align: justify;">Mendengar sebuah kata tadi di dalam diskusi, banteogapepra, kata itu seakan menampar saya, mengingatkan betapa saya hafal dan tahu banyak teori pengasuhan anak, tapi NOL BESAR dalam hal PRAKTEK ke anak sendiri - masih tertatih untuk bajik dan bijak berjalan beriringan terutama dalam pengasuhan anak. Maka, lagi-lagi kajian Kamisan mengingatkan saya akan tujuan saya memilih "sepenuhnya" mengasuh Keona. </p><p style="text-align: justify;">Terima kasih teman-teman untuk diskusinya,</p><div class="separator" style="clear: both; text-align: justify;"><a href="https://1.bp.blogspot.com/-i68-8RhBCrs/YV6K-Ns2FXI/AAAAAAAAfW8/eanyJVRTYWsryBbJPd7bZXsC_rJQswEJQCLcBGAsYHQ/s434/20200626_120634_0000.png" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="138" data-original-width="434" height="40" src="https://1.bp.blogspot.com/-i68-8RhBCrs/YV6K-Ns2FXI/AAAAAAAAfW8/eanyJVRTYWsryBbJPd7bZXsC_rJQswEJQCLcBGAsYHQ/w127-h40/20200626_120634_0000.png" width="127" /></a></div><div style="text-align: justify;"><br /></div><p style="text-align: justify;"><br /></p>Gloria Putrihttp://www.blogger.com/profile/05186442506105530182noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5792959745232120376.post-21316676190741884862021-09-17T10:55:00.043+07:002021-10-07T13:06:42.358+07:00Awas Manusia! - Nature Walk Kamis, 16 Sept 2021<div class="fullpost">
</div>
<p><span style="font-family: inherit;"></span></p><table cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody><tr><td style="text-align: center;"><a href="https://1.bp.blogspot.com/-IEbHE6fBkQk/YV54gfsfUHI/AAAAAAAAfWc/qisx3Y6GJVQHzaNtCR6gQIPPQhirmEl2gCLcBGAsYHQ/s1080/242181021_545941679976706_1840505591356931590_n.jpg" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="1080" data-original-width="1080" height="320" src="https://1.bp.blogspot.com/-IEbHE6fBkQk/YV54gfsfUHI/AAAAAAAAfWc/qisx3Y6GJVQHzaNtCR6gQIPPQhirmEl2gCLcBGAsYHQ/s320/242181021_545941679976706_1840505591356931590_n.jpg" width="320" /></a></td></tr><tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">photo from <a href="https://www.instagram.com/p/CT6bFaNJC9s/" target="_blank">here</a></td></tr></tbody></table><p></p><p></p><div style="text-align: justify;"><span style="background-color: white; color: #262626; font-family: inherit; font-size: 14px;">Beberapa hari yang lalu, buku pesanan PO dari bulan lalu akhirnya datang. Buku yang saya pesan dari k</span><span style="font-family: inherit;">awan di CMid Semarang yang saya pesan</span><span style="background-color: white; color: #262626; font-family: inherit; font-size: 14px;"> berjudul AWAS, MANUSIA! ini ternyata memiliki sekitar 40 halaman, cukup banyak untuk "dilahap" Keona dalam sekali sesi "reading aloud".</span></div><span style="font-family: inherit;"><div style="text-align: justify;"><span style="background-color: white; color: #262626; font-family: inherit; font-size: 14px;">Keona baru saja menyelesaikan membaca buku itu bersama saya tadi malam. Keona yang dulu selalu takut binatang (khususnya serangga), sekarang mulai perlahan luntur.</span></div></span><p></p><p></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://1.bp.blogspot.com/-kKHkTXVqptk/YV55Bp0HKyI/AAAAAAAAfWk/khuuK98mghUdMwoLmtS6jRAMKcatzjcXgCLcBGAsYHQ/s1080/242205562_1252182435221491_8914934268240060384_n.jpg" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="1080" data-original-width="1080" height="320" src="https://1.bp.blogspot.com/-kKHkTXVqptk/YV55Bp0HKyI/AAAAAAAAfWk/khuuK98mghUdMwoLmtS6jRAMKcatzjcXgCLcBGAsYHQ/s320/242205562_1252182435221491_8914934268240060384_n.jpg" width="320" /></a></div><div style="text-align: justify;"><span style="color: #262626; font-size: 14px;"><br /></span></div><span style="background-color: white; color: #262626; font-family: inherit; font-size: 14px;">2019, ketika beberapa bagian rumah kami terkena rayap, saya sempat terpikir satu hal :</span><br style="background-color: white; color: #262626; font-size: 14px;" /><span style="background-color: white; color: #262626; font-family: inherit; font-size: 14px;">"Sebenarnya, kalau mau dirunut, yang seharusnya marah bukan saya tapi si rayap, kan memang mereka sudah lebih dulu ada di tanah ini, saya yg membangun rumah di atas lahan yang sebenarnya milik mereka loh.", Sejak itu, kalau melihat Keona takut pada binatang, saya selalu bilang "harusnya mereka loh yang takut sama Keona, wong Keona lebih besar, bisa menyakiti mereka."</span><br style="background-color: white; color: #262626; font-size: 14px;" /><br style="background-color: white; color: #262626; font-size: 14px;" /><span style="background-color: white; color: #262626; font-family: inherit; font-size: 14px;">Nah, selesai baca buku Awas, Manusia! ini semalam, Keona terpikir kata2 saya ttg binatang sejak 2019 itu ttg binatang yg justru takut sama dia. Keona teringat saat nature walk kemarin pagi saat saya berusaha mengambil gambar capung unik yg sayapnya kalau mengembang berwarna biru metalik, "oh, pantas ya ma, capungnya klo pas mau dipegang malah lari.". Mungkin capungnya juga bilang "Awas, Manusia!" kali ya 🤭</span><br style="background-color: white; color: #262626; font-size: 14px;" /><br style="background-color: white; color: #262626; font-size: 14px;" /><div style="text-align: justify;"><span style="background-color: white; color: #262626; font-family: inherit; font-size: 14px;">Tp saya senang sekali lo ada kupu2 yang mau hinggap di pundak dan tangan saya kmrn, 🤭</span></div><p></p><p></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://1.bp.blogspot.com/-KcfFddgpJdA/YV55OjYhgYI/AAAAAAAAfWo/P2W8XLav5Rg8LC0EPOPkX-Z97LOf5M-egCLcBGAsYHQ/s1080/242220219_1139818436544671_3039075977782480866_n.jpg" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="1080" data-original-width="1080" height="320" src="https://1.bp.blogspot.com/-KcfFddgpJdA/YV55OjYhgYI/AAAAAAAAfWo/P2W8XLav5Rg8LC0EPOPkX-Z97LOf5M-egCLcBGAsYHQ/s320/242220219_1139818436544671_3039075977782480866_n.jpg" width="320" /></a></div><div style="text-align: justify;"><span style="color: #262626; font-size: 14px;"><br /></span></div><span style="background-color: white; color: #262626; font-family: inherit; font-size: 14px;">PeeR kami skrng, "kalau kita jd ... (orang lain atau makhluk di sekitar kita), apakah kita akan nyaman pd diri kita sekarang?"</span><br style="background-color: white; color: #262626; font-size: 14px;" /><span style="background-color: white; color: #262626; font-family: inherit; font-size: 14px;">Respon orang memang di luar kendali kita, tapi perilaku kita ada di dalam kendali kita... Begitu kan?</span><br style="background-color: white; color: #262626; font-size: 14px;" /><br style="background-color: white; color: #262626; font-size: 14px;" /><div style="text-align: justify;"><span style="background-color: white; color: #262626; font-family: inherit; font-size: 14px;">Happy Friday (sudah tak sabar menunggu nature walk berikutnya),</span></div><div style="text-align: justify;"><a href="https://1.bp.blogspot.com/-nI7QKPTTx4s/YV550WUoGKI/AAAAAAAAfW0/O9PWJH8L2N8Ifci87lxWU9cFW7mExFpKgCLcBGAsYHQ/s434/20200626_120634_0000.png" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em; text-align: left;"><img border="0" data-original-height="138" data-original-width="434" height="28" src="https://1.bp.blogspot.com/-nI7QKPTTx4s/YV550WUoGKI/AAAAAAAAfW0/O9PWJH8L2N8Ifci87lxWU9cFW7mExFpKgCLcBGAsYHQ/w88-h28/20200626_120634_0000.png" width="88" /></a></div><div style="text-align: justify;"><br /></div><p></p><p><span style="background-color: white; color: #262626; font-family: inherit; font-size: 14px;">📸:</span><br style="background-color: white; color: #262626; font-size: 14px;" /></p><div style="text-align: justify;"><span style="background-color: white; color: #262626; font-family: inherit; font-size: 14px;">1 </span><span style="background-color: white; color: #262626; font-size: 14px;"> </span><span style="background-color: white; color: #262626; font-size: 14px;">Buku "Awas, Manusia!"</span></div><p></p><p style="text-align: justify;"><span style="background-color: white; color: #262626; font-family: inherit; font-size: 14px;">2 Keona asik banget mainan batu, disusun, ambruk, susun lagi, campur pasir, kasih air, and repeat.</span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-family: inherit;"><span style="background-color: white; color: #262626; font-size: 14px;">3 </span></span><span style="background-color: white; color: #262626; font-family: inherit; font-size: 14px;">saya yg kegirangan dihinggapi kupu2 🤭 mungkin kupu yg hinggap itu namanya Park Jae Eon </span><a class="xil3i" href="https://www.instagram.com/explore/tags/ups/" style="background-color: white; border: 0px; font-family: inherit; font-size: 14px; font-stretch: inherit; font-variant-east-asian: inherit; font-variant-numeric: inherit; line-height: inherit; margin: 0px; overflow-wrap: break-word; padding: 0px; text-decoration-line: none; vertical-align: baseline;" tabindex="0">#ups</a><span style="background-color: white; color: #262626; font-family: inherit; font-size: 14px;"> 😂😂😂</span></p>Gloria Putrihttp://www.blogger.com/profile/05186442506105530182noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5792959745232120376.post-23668095995526985802021-08-19T13:32:00.010+07:002021-08-19T13:43:09.440+07:00Mempersiapkan Pembelajaran yang Merdeka - KAMISAN, 19 Agustus 2021<div class="fullpost">
</div>
<p style="text-align: justify;"><span style="font-family: inherit;">Baru dua hari yang lalu, seluruh rakyat Indonesia merayakan Hari Kemerdekaan, dalam bacaan hari ini saya sedikit merelasikannya dengan peristiwa besar Bangsa Indonesia ini ya.</span></p><blockquote><p></p><div style="text-align: justify;"><span style="font-family: inherit;"><span>Namun kita bukannya tanpa harapan. Suatu ladang menakjubkan </span>telah dibukakan bagi kita; ribuan anak di sekolah-sekolah kita menunjukkan aneka prestasi dalam kemerdekaan dan sukacita. Mereka telah menjadi pemegang kendali atas proses pendidikan mereka sendiri dan rakus akan pengetahuan demi pengetahuan itu sendiri, pengetahuan dalam ketiga bidang yang tadi aku sebut. ~ Charlotte Mason, vol.6, hlm. 290</span></div><p></p></blockquote><p style="text-align: justify;"><span style="font-family: inherit;">Kemudian jadi memikirkan lagi apa sesungguhnya makna "merdeka belajar" dan "pembelajar yang merdeka" yang selama ini digadang gadang oleh Mentri Pendidikan kita yang baru. Kemudian, pertanyaan berikutnya adalah, "apakah yang selama ini saya kerjakan sudah memerdekakan anak?"</span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-family: inherit;">Mendengarkan diskusi teman-teman memberikan insight tersendiri bagi saya yang baru seujung kuku menapaki dunia homeschooling. </span></p><blockquote><div style="text-align: justify;"><span style="font-family: inherit;">Coleridge tidak menganggap akal budi yang menerima ide-ide besar ini sebagai akal budi yang hebat, tidak ada kualifikasi yang berbeda, hanya saja, katanya, mereka itu “telah sejak lama dipersiapkan untuk menerima ide-ide besar itu”. ~ Charlotte Mason, vol.6, hlm. 290</span></div></blockquote><p style="text-align: justify;"><span style="font-family: inherit;">Dari bagian ini, saya menangkap bahwa pada dasarnya semua anak memiliki porsi akal budi dan kapasitas yang sama, yang membedakan hanyalah bagaimana akal budi ini dipersiapkan untuk menerima ide. Lalu bagaimana cara mempersiapkan akal budi ini agar dapat menerima ide? Beragam pendapat disampaikan oleh kawan-kawan CMId Semarang tadi, saya masih mencerna diskusi dan bacaan sambil meraba-raba. Lalu saat mulai mengetik narasi tertulis ini, saya terpikirkan bagaimana selama ini saya mempersiapkan Keona menerima ide.</span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-family: inherit;">Beberapa hari yang lalu, saya sedang berdiskusi dengan Rina (salah seorang anggota CMId Semarang juga) tentang keterkaitan peran seorang aktor dan aktris dalam drama Korea. Dalam drama yang sebelumnya, si aktor adalah pria baik yang tersakiti, namun dalam drama yang sedang kami bahas si aktor ini jadi pria yang suka mempermainkan wanita. Simpel, awalnya saya hanya komen "wah fakboi ternyata berasal dari goodboy yang tersakiti.", lalu obrolan panjang hingga Cinta Yang Berpikir masuk kedalamnya (bab2, halaman 19, tentang potensi anak menjadi baik atau buruk - setiap orang punya potensi untuk menjadi baik atau buruk tergantung bagaimana lingkungannya, terlebih bagaimana ia bereaksi akan peristiwa yang terjadi pada dirinya).</span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-family: inherit;">Intinya, sebagai orangtua, saya merasa harus menggarisbawahi dulu hakikat anak, sadar betul-betul bahwa ia bukan ember kosong atau kertas kosong, ia punya potensi menjadi baik atau buruk - dengan kesadaran ini, sudah pasti input "sajian perjamuan akal budi" yang diberikan orangtua bukanlah sajian yang hanya mengenyangkan tapi juga "mengandung gizi". Kemudian, setelah memahami hakikatnya tersebut, persiapkan dengan kemampuan berefleksi juga, sehingga saat ada ide masuk, anak mampu mengolahnya bukan hanya sekedar "informasi" belaka. Kemudian, narasi akan membantu orangtua mengukur bagaimana akal budi benak anak mengolah informasi tadi.</span></p><table cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody><tr><td style="text-align: center;"><a href="https://1.bp.blogspot.com/-cM5AJC39VLs/YR36FcbHnMI/AAAAAAAAfU4/AwAFGRY58sAzcBc52SiO6bs8vkSrp7m3QCLcBGAsYHQ/s918/dinner.jpg" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><span style="color: black; font-family: inherit;"><img border="0" data-original-height="918" data-original-width="739" height="320" src="https://1.bp.blogspot.com/-cM5AJC39VLs/YR36FcbHnMI/AAAAAAAAfU4/AwAFGRY58sAzcBc52SiO6bs8vkSrp7m3QCLcBGAsYHQ/s320/dinner.jpg" width="258" /></span></a></td></tr><tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;"><span style="font-family: inherit;">gambar dari <a href="https://weheartit.com/entry/355302184?context_query=family+healthy+dinner&context_type=search" target="_blank">sini</a><br /></span></td></tr></tbody></table><div style="text-align: justify;"><span style="font-family: inherit;"><br /></span></div><p style="text-align: justify;"><span style="font-family: inherit;">Sama halnya dengan mempersiapkan makan bersama keluarga, perlu adanya sesi persiapan, merapikan meja makan, membumbui bahan masakan, mengolah bahan, sebelum makanan tersebut dapat dinikmati, maka sebelum ide dapat dicerna dan diolah anak, saya sebagai orangtua, perlu mempersiapkannya matang-matang.</span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-family: inherit;">Terima kasih kawan-kawan atas diskusinya yang mencerahkan pikiran tadi</span>,</p><p><a href="https://1.bp.blogspot.com/-EFdXeokHC6Q/YR36zxXKTsI/AAAAAAAAfVA/1b5c0WLUcNMcTfjym-MNo45hRS2XaBN4wCLcBGAsYHQ/s434/20200626_120634_0000.png" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><span style="color: black;"><img border="0" data-original-height="138" data-original-width="434" height="43" src="https://1.bp.blogspot.com/-EFdXeokHC6Q/YR36zxXKTsI/AAAAAAAAfVA/1b5c0WLUcNMcTfjym-MNo45hRS2XaBN4wCLcBGAsYHQ/w135-h43/20200626_120634_0000.png" width="135" /></span></a></p>Gloria Putrihttp://www.blogger.com/profile/05186442506105530182noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5792959745232120376.post-35865648624634274052021-07-22T19:04:00.005+07:002021-07-22T19:09:47.690+07:00Pengayaan Akal Budi - KAMISAN, 22 Juli 2021<div class="fullpost">
</div>
<p style="text-align: justify;"><span style="font-family: inherit;">"Banyak ya!", begitu pikir saya saat hendak menulis narasi ini lalu membaca lagi bacaan diskusi tadi pagi. Banyak, dua halaman dan menyisakan satu halaman untuk minggu depan - tidak seperti minggu-minggu sebelumnya yang biasanya hanya 2-3 paragraf saja.</span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-family: inherit;">Saat membaca bagian tentang Denmark dan sektor pertaniannya yang menghasilkan kualitas mentega yang baik secara nasional, saya kembali ke bacaan beberapa minggu lalu </span></p><blockquote><p></p><div style="text-align: justify;"><span style="font-family: inherit;"><span style="color: black; mso-spacerun: 'yes';">"Bangsa kita tidak lebih buruk dibanding bangsa lain, dan bukan hal yang keliru membanggakan </span>bangsa sendiri, sebab kebanggaan nasional dan kerendahan hati personal bisa berjalan beriringan; di masa damai kita suka mengkritik orang-orang negeri kita sendiri, tapi kita tetap punya kebanggaan pada watak bangsa kita dibanding watak buruk bangsa lain,..." - Charlotte Mason, vol.6, hlm.282</span></div><p></p></blockquote><p style="text-align: justify;"><span style="font-family: inherit;">Saya membayangkan bagaimana jika suatu saat saya berada di belahan dunia yang lain lalu sedang menikmati teh sore dengan kukis buatan mentega Indonesia. Muluk? Mungkin kalau dibayangkan sekarang iya, tapi mengingat Indonesia adalah negara agraris dan maritim, dari segi sumber daya alam nya saja, sebenarnya kita bisa lakukan hal yang sama. Nah, pertanyaannya, lalu bagaimana SDM yang mengelolanya?</span></p><blockquote><p style="text-align: justify;"><span style="font-family: inherit;">"Bukankah di luar negeri kita ada juga para provokator
yang kerjanya menebarkan benih ketidakpuasan di tengah massa yang benaknya melompong?
Mereka yang benaknya berisi tidak akan terpengaruh, tapi mereka yang berotak kosong akan
meraup tawaran pemikiran baru apa saja dengan super antusias, dan sulit disalahkan atas sikap
itu; benak yang kelaparan melahap apa saja yang bisa diperolehnya, bahkan pemilik toko roti
biasanya tidak tega menghukum berat orang yang mencuri roti karena kelaparan." <span>- Charlotte Mason, vol.6, hlm.286</span></span></p></blockquote><p style="text-align: justify;"><span style="font-family: inherit;">Familiar dengan kondisi dari sepenggal bacaan di atas? Saya koq membacanya teringat betapa "jahatnya" jempol netijen hingga ada yang berkata "Kalau baca berita atau konten media sosial, lebih seru klo kamu baca bagian komen terutama komen orang-orang Indonesia.". Banyak hal yang membuat kebiasaan membaca generasi muda semakin bergeser, salah satunya adalah kecanggihan teknologi. Rasanya berbagai bacaan dapat diakses sekarang ini, sayangnya kecanggihan teknologi ini tidak diikuti dengan kemampuan memfilter bacaan, mana hoax, mana berita, mana yang bisa ditelan mentah-mentah, mana yang harus dikunyah dan dicerna dulu. Makanya ga heran benak yang kelaparan itu kalau isinya "junk food" ya outputnya juga junk.</span></p><blockquote><p></p><div style="text-align: justify;"><span style="font-family: inherit;"><span style="color: black; mso-spacerun: 'yes';">"Apa yang disebut makanan akal budi yang layak, kita telah mendiskusikannya. Asumsi kita </span><span style="color: black; mso-spacerun: 'yes';">adalah bahwa pendidikan haruslah membuat anak-anak kita “kaya di hadapan Allah” (mari ingat </span><span>kembali perumpamaan dalam Lukas 12 tentang orang kaya yang bodoh, yang tidak selamat </span><span>karena dia tidak “kaya di hadapan Allah”), yang memajukan masyarakatnya, juga memajukan </span><span>dirinya sendiri." </span><span>- Charlotte Mason, vol.6, hlm.281</span></span></div><p></p></blockquote><p style="text-align: justify;"><span style="font-family: inherit;">Bacaan tanggal 1 Juli ini relate sekali dengan bacaan hari ini bagian :</span></p><blockquote><p style="text-align: justify;"><span style="font-family: inherit;">"Lebih berharga karena di
sana karakter dan perilaku, inteligensi dan inisiatif, muncul sebagai hasil dari pendidikan
humanistik yang menempatkan pengenalan akan Tuhan sebagai prioritas. " <span>- Charlotte Mason, vol.6, hlm.287</span></span></p></blockquote><p style="text-align: justify;"><span style="font-family: inherit;">Pengetahuan tentang Tuhan Allah ini bukan berarti ekstrim menjadi religius, namun bagaimana saat kita berada di dalam dunia, tapi bukan menjadi bagian dari dunia. Kita tidak dapat memisahkan hal-hal yang berkaitan dengan ketuhanan dengan sekuler, karena semua aspek dalam kehidupan ini dan juga tujuan hidup kita adalah bagian dari untuk menjadi "kaya di hadapan Allah".</span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-family: inherit;">Ini sepertinya masih bakal berlanjut lagi, karena beberapa kali saja bagian bacaan hari ini membawa saya ke Kamisan tanggal 1 dan 8. Jadi, bersambung ya :))</span></p><table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><tbody><tr><td style="text-align: center;"><a href="https://1.bp.blogspot.com/-Fb0c06KBYQU/YPleTjH-7AI/AAAAAAAAfSk/XTqAadkbLoMzw6I1FF2cs2Ec65cG1MjPgCLcBGAsYHQ/s1280/cookie.jpg" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><span style="color: black; font-family: inherit;"><img border="0" data-original-height="1280" data-original-width="1024" height="320" src="https://1.bp.blogspot.com/-Fb0c06KBYQU/YPleTjH-7AI/AAAAAAAAfSk/XTqAadkbLoMzw6I1FF2cs2Ec65cG1MjPgCLcBGAsYHQ/s320/cookie.jpg" /></span></a></td></tr><tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;"><span style="font-family: inherit;">picture from <a href="https://weheartit.com/entry/350867175?context_page=5&context_query=girl+cookies&context_type=search" target="_blank">here</a></span></td></tr></tbody></table><p style="text-align: justify;"><br />Eh, sudah sore, yuk menghalu dulu makan kukis buatan Indonesia yang sudah mendunia,</p><p><a href="https://1.bp.blogspot.com/-YkeXwGheetA/YPlcjUyyyWI/AAAAAAAAfSc/U4wmGZ7GAVcdab0TGNxPbmz5qyJyykv4ACLcBGAsYHQ/s434/20200626_120634_0000.png" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="138" data-original-width="434" height="45" src="https://1.bp.blogspot.com/-YkeXwGheetA/YPlcjUyyyWI/AAAAAAAAfSc/U4wmGZ7GAVcdab0TGNxPbmz5qyJyykv4ACLcBGAsYHQ/w142-h45/20200626_120634_0000.png" width="142" /></a></p><br /><p><br /></p>Gloria Putrihttp://www.blogger.com/profile/05186442506105530182noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5792959745232120376.post-77969004447605058212021-06-17T15:36:00.004+07:002021-06-17T15:41:30.702+07:00Worth Living - Kamisan, 17 Juni 2021<div class="fullpost">
</div>
<blockquote><p></p><div style="text-align: justify;"><span><span style="font-family: inherit;">Prussia menjadi pelopor reformasi pendidikan. Yang menjadi sasaran pertama-tama bukanlah
</span></span></div><div style="text-align: justify;"><span><span style="font-family: inherit;">kanak-kanak, melainkan para pemuda. ~ Charlotte Mason, vol.6, hlm. 279</span></span></div><p></p></blockquote><p style="text-align: justify;"><span style="font-family: inherit;">Saat membaca ulang dan mengetik kalimat di atas, saya teringat salah satu ucapan Bung Karno mengenai pemuda "...<b style="background-color: white;"><i>beri aku 10 pemuda</i></b><span style="background-color: white;"><b><i> niscaya akan kuguncangkan dunia.</i></b>". Lalu jadi berpikir panjang sekali mengenai kalimat ini. Saya mencari di beberapa sumber, tidak ada yang menyebutkan karakter atau kriteria dari 10 pemuda yang dimaksud oleh Bung Karno. Lalu berpikir lagi, apakah pemuda pada masa Bung Karno berbeda dengan pemuda di masa sekarang?</span></span></p><p style="text-align: justify;"><span style="background-color: white;"><span style="font-family: inherit;">Memangnya ada apa dengan pemuda di masa sekarang?</span></span></p><p style="text-align: justify;"><span style="background-color: white;"><span style="font-family: inherit;">Beberapa bulan yang lalu, saya dimintai tolong oleh seorang kenalan, masih muda, baru saja lulus Sarjana. Adik ini bertanya pada saya "Mengapa saya sudah memasukkan banyak lamaran namun satupun panggilan belum saya dapatkan?". Penasaran, saya bertanya tentang bagaimana bentuk lamaran yang ia kirimkan dan memintanya mengirimkan kepada saya. Selanjutnya saya dibuat kaget, karena ia mengirim lamaran hanya email kosong dan lampiran di dalamnya - tidak ada badan surat email. Menghela napas panjang, saya berpikir, "okelah, mungkin dia baru pertama jadi belum tahu cara mengirimkan email lamaran yang pantas." lalu saya memberikan waktu saya untuk mengajarinya cara mengirim email yang pantas saat melamar kerja. Beberapa waktu kemudian, adik itu datang lagi kepada saya, bertanya jika ia ditanya berapa gaji yang diharapkan, dia harus menjawab apa? Saya memancingnya dengan banyak pertanyaan seperti "berapa biaya kos di kota tersebut? berapa biaya hidupnya? berapa banyak harus menabung? " dengan harapan saat menemukan nominal gaji yang diharapkan, ia akan memiliki STRONG WHY. Tapi, ending percakapan kami sungguh membagongkan, ia malah menelan mentah mentah contoh ilustrasi yang saya buat dengan berkata "oh jadi aku minta lima juta aja ya mba?". Saya lemas...</span></span></p><p style="text-align: justify;"><span style="background-color: white;"><span style="font-family: inherit;">Itu baru satu contoh, saya sudah bertemu ada lebih dari 3 pemuda yang seperti itu, bahkan sudah bertemu juga dengan yang jelas-jelas tidak tahu arah hidupnya kemana - tidak tahu mau melanjutkan ke perguruan tinggi jurusan apa.</span></span></p><p style="text-align: justify;"><span style="background-color: white;"><span style="font-family: inherit;">Lalu apakah pemuda yang dimaksud Bung Karno sesungguhnya memiliki kriteria tertentu agar dapat mengguncang dunia? Hanya saja belum terucap oleh Bung Karno di saat beliau mengatakan kalimat tersebut?</span></span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-family: inherit;"></span></p><blockquote><div style="text-align: justify;"><span style="font-family: inherit;"><span style="font-family: inherit;"><span>Dalam panduan filosofi Johann Gottlieb Fichte, dan di </span>bawah pemerintahan Karl Stein, terbentuklah Tugendbund, liga pemuda yang tersohor itu. Prussia sedang miskin-miskinnya, tapi alih-alih memusatkan perhatian pada perbaikan ekonomi, pendidikannya difokuskan pada filsafat yang memberi pemahaman tentang prinsip-prinsip danpada sejarah yang memberi kisah-kisah teladan. Ternyata pendekatan ini berhasil baik untuk negeri itu. </span></span></div><span style="font-family: inherit;">~ Charlotte Mason, vol.6, hlm. 279</span></blockquote><p><span style="font-family: inherit;"><span style="font-family: inherit;">Lalu kriteria pemuda seperti apa yang dapat mengguncangkan dunia?</span></span></p><p><span style="font-family: inherit;"><span style="font-family: inherit;">Lewat bacaan Kamisan hari ini, saya belajar bahwa filsafat tidak hanya dipelajari oleh mahasiswa-mahasiswa jurusan filsafat. Filsafat bukan hanya tentang mempelajari tokoh-tokoh filsuf terkenal - lebih dari itu, yang saya tangkap dari bacaan hari ini adalah anak harus bisa memikirkan banyak hal. <b><span style="font-size: medium;"><i>Kebiasaan berpikir diperlukan agar anak dapat berefleksi dan bereaksi dengan tepat.</i></span></b> Hal kecil seperti berapa biaya hidup yang kita butuhkan saja, jika tidak dipikirkan dengan matang akan membuat hidup kita beratakan tidak tertata. Masalahnya kebiasaan ini tidak dipupuk sejak kecil. Banyak anak tidak dipantik kemampuan berpikirnya, contoh banyak orangtua saat memberi tahu anaknya tentang sesuatu hal biasanya berkata "yowes pokok e gitu, km nurut aja!" - padahal alih-alih menjelaskan alasan panjang lebar, orangtua bisa loh memancing daya berpikir anak dengan melempar pertanyaan balik "menurutmu kalau .... kira-kira yang akan terjadi bagaimana?".</span></span></p><p></p><blockquote><div style="text-align: justify;"><span style="font-family: inherit;"><span style="font-size: 11.67pt;"><span style="font-family: inherit;">Namun, para pemikir terbaik di negeri itu telah lama sadar bahwa “pendidikan yang </span></span><span style="font-family: inherit; font-size: 11.67pt;">didorong oleh kuatnya kepentingan ekonomi, motivasinya rentan menyempit jadi terlalu </span><span style="font-family: inherit; font-size: 11.67pt;">utilitarian dan kehilangan elemen idealisme yang justru menjadi kunci kekuatan pendidikan </span><span style="font-family: inherit; font-size: 11.67pt;">dalam membentuk karakter.” </span><span style="font-family: inherit;">~ Charlotte Mason, vol.6, hlm. 280</span></span></div></blockquote><p><span style="font-family: inherit;">Kan anak sudah disekolahkan? Masa masih tidak bisa berpikir?</span></p><p><span style="font-family: inherit;">Entahlah, hal ini rumit kalau mau diurai masalahnya karena sebenarnya tujuan orang bersekolah saat ini bukan untuk memberdayakan kemampuan berpikirnya tapi untuk mendapat nilai dan ijazah, benar bukan? Maka, walaupun anak sudah disekolahkan (even sekolah di tempat termahal sekalipun) tidak akan menjamin kemampuan berpikirnya berjalan dengan sebagaimana semestinya. Sehingga, bagian inipun tetap menjadi tanggung jawab orangtua untuk membantu anak menggunakan daya berpikirnya agar dapat berefleksi dan bereaksi dengan tepat dalam segala kondisi. Mengobrol dan membicarakan kejadian sehari hari, merefleksikannya dapat dilakukan sebagai tahap awal membantu memberdayakan kemampuan berpikirnya, sesederhana saat beberapa waktu lalu saya mengobrol dengan Keona perihal bajunya yang tampak punggungnya sedikit :</span></p><p><span style="font-family: inherit;">Keona : "Ma, aku besok ga mau pakai baju ini lagi kata temanku Keona SARU."</span></p><p><span style="font-family: inherit;">Saya : "Memangnya SARU itu apa?"</span></p><p><span style="font-family: inherit;">Keona : "SARU itu ga pake baju!"</span></p><p><span style="font-family: inherit;">Saya : "Lhah, memangnya Keona tidak pakai baju?"</span></p><p><span style="font-family: inherit;">Keona : "pakai kok!"</span></p><p><span style="font-family: inherit;">Saya : "Berarti SARU ga?"</span></p><p><span style="font-family: inherit;">Keona : "ehh engga ya berarti!"</span></p><p><span style="font-family: inherit;">Lalu ia kembali tersenyum keluar rumah dan bermain lagi karena sudah berhasil berpikir bahwa baju yang ia pakai "TIDAK SARU".</span></p><table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><tbody><tr><td style="text-align: center;"><a href="https://1.bp.blogspot.com/-AXjeLCHcDWc/YMsIAXJzJ6I/AAAAAAAAfOw/8E1j_igutIU-7j5m64sgGp_ehiSk07wSQCLcBGAsYHQ/s479/blog%2Bthink.jpg" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><span style="color: black;"><img border="0" data-original-height="399" data-original-width="479" height="334" src="https://1.bp.blogspot.com/-AXjeLCHcDWc/YMsIAXJzJ6I/AAAAAAAAfOw/8E1j_igutIU-7j5m64sgGp_ehiSk07wSQCLcBGAsYHQ/w400-h334/blog%2Bthink.jpg" width="400" /></span></a></td></tr><tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">The unexamined life is not worth living. ~ Socrates<br />picture from <a href="https://weheartit.com/entry/346891804" target="_blank">here</a></td></tr></tbody></table><span style="font-family: inherit;"><div style="text-align: center;"><span style="font-family: "Roboto Slab", serif;"><br /></span></div><div style="text-align: center;"><span style="font-family: "Roboto Slab", serif;"><br /></span></div><div style="text-align: center;"><span style="font-family: "Roboto Slab", serif;">Selamat memikirkan banyak hal ya teman-teman,</span></div><div style="text-align: center;"><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://1.bp.blogspot.com/-75SVGIH7yiU/YMsI-mP7RZI/AAAAAAAAfO4/_YxF3i4exOIAtAtBsbjVrWc89uGFR1wDwCLcBGAsYHQ/s434/20200626_120634_0000.png" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="138" data-original-width="434" height="36" src="https://1.bp.blogspot.com/-75SVGIH7yiU/YMsI-mP7RZI/AAAAAAAAfO4/_YxF3i4exOIAtAtBsbjVrWc89uGFR1wDwCLcBGAsYHQ/w113-h36/20200626_120634_0000.png" width="113" /></a></div></div></span><p></p>Gloria Putrihttp://www.blogger.com/profile/05186442506105530182noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5792959745232120376.post-2012439412528334802021-05-20T23:30:00.106+07:002021-05-28T20:52:48.569+07:00Fondasi Kurikulum yang Prinsipiil (2) - SEJARAH, Kamisan 20 Mei 2021<div class="fullpost">
</div>
<p class="p"></p><blockquote style="text-align: justify;"><span style="font-family: Calibri; font-size: 14,0000pt; mso-bidi-font-style: italic; mso-fareast-font-family: 'Times New Roman'; mso-spacerun: 'yes';">Seperti kita ketahui, mendapatkan buku bacaan yang ideal itu tidak selalu memungkinkan, jadi kami memakai buku terbaik yang bisa kami temukan, dengan suplemen esai-esai historis yang berkualitas sastrawi. - Charlotte Mason, vol.6, hlm. 274</span></blockquote><p></p><p class="p" style="text-align: justify;"><span style="font-family: Calibri; font-size: 14,0000pt; mso-bidi-font-style: italic; mso-fareast-font-family: 'Times New Roman'; mso-spacerun: 'yes';">Pada tulisannya, Charlotte Mason menulis bahwa Sejarah sepatutnya dipelajari menggunakan buku-buku sastrawi. Saya membayangkan pelajaran Sejarah layaknya kisah kisah puitis dan cerita menarik mengenai sebuah peristiwa. Maka, saya menyimpulkan bahwa Sejarah BUKANLAH hafalan. Semasa sekolah dulu, masih teringat bagaimana saya mempelajari Sejarah (yang mungkin juga sama dialami oleh anak-anak lain yang juga bersekolah), guru meminta kami membaca satu bab, lalu mengadakan ulangan tentang materi tersebut. Permasalahannya ada 2 :</span></p><p class="p" style="text-align: justify;"><span style="font-family: Calibri; font-size: 14,0000pt; mso-bidi-font-style: italic; mso-fareast-font-family: 'Times New Roman'; mso-spacerun: 'yes';">1. Buku yang dipakai dalam pelajaran tersebut bukanlah buku Sejarah yang berkualitas Sastrawi</span></p><p class="p" style="text-align: justify;"><span style="font-family: Calibri; font-size: 14,0000pt; mso-bidi-font-style: italic; mso-fareast-font-family: 'Times New Roman'; mso-spacerun: 'yes';">Layaknya buku-buku pelajaran lain yang dipakai sekolah, buku pelajaran Sejarah yang waktu itu kami gunakan kebanyakan hanya membeberkan fakta seperti misalnya "tahun.... terjadi perang...."ditambah lagi cara guru waktu itu mengajar hanya mencacat ringkasan sebuah peristiwa. </span></p><p class="p" style="text-align: justify;"><span style="font-family: Calibri; font-size: 14,0000pt; mso-bidi-font-style: italic; mso-fareast-font-family: 'Times New Roman'; mso-spacerun: 'yes';">2. Model ujian bersifat komprehensif.</span></p><p class="p" style="text-align: justify;"><span style="font-family: Calibri;">Yang saya alami saat sekolah dulu, soal ujian/ulangan Sejarah adalah pertanyaan komprehensif seperti "Pada tahun berapa Perang Dunia dimulai?". Secara tidak langsung, hal ini membuat anak-anak terpancang HARUS HAFAL pada materi yang diujiankan.</span></p><p class="p" style="text-align: justify;"><span style="font-family: Calibri; font-size: 14,0000pt; mso-bidi-font-style: italic; mso-fareast-font-family: 'Times New Roman'; mso-spacerun: 'yes';">Ada seorang kawan yang pernah bercerita bahwa ia menyukai pelajaran Sejarah karena gurunya selalu berkata bahwa mereka sedang "bergosip" tentang orang-orang di masa lampau. Bergosip adalah kegiatan bercerita dari mulut ke mulut, sehingga dalam hal ini, walaupun kualitas buku bacaannya waktu itu kurang memadai, teman saya mendapat porsi narasi yang cukup lewat kegiatan "bergosip" tersebut.</span></p><blockquote><p class="p" style="text-align: justify;"><span style="font-family: Calibri;">Setiap masa, setiap periode sejarah, punya pujangga-pujangganya sendiri yang bisa menangkap intisari zaman, dan berbahagialah orang yang hidup di zaman ketika tokoh seperti Shakespeare, Dante, Milton, Burns muncul untuk mengumpulkan dan merawat makna zamannya sebagai harta warisan buat dunia. - </span><span style="font-family: Calibri;"> Charlotte Mason, vol.6, hlm. 274</span></p></blockquote><p class="p" style="text-align: justify;"><span style="font-family: Calibri;">Kemudian ada pernyataan tentang penulis Sejarah yang mungkin memiliki kepentingan pada sebuah peristiwa, sehingga apa yang ia tulis, bisa saja hanya berat satu sisi sesuai sudut pandang penulis tersebut. Saya teringat pernah mengikuti kelas kajian Kitab Injil Alkitab (Matius, Markus, Lukas, Yohanes) dimana pada saat itu, saya belajar bahwa walau keempat Kitab tersebut berisi tulisan mengenai peristiwa-peristiwa mulai dari Yesus lahir sampai Yesus wafat, namun mengapa beberapa tulisan terasa berbeda padahal kisahnya sama. Jawabannya karena masing-masing penulis memiliki tujuan tertentu serta sudut pandang yang berbeda tentang peristiwa yang ditulis - waktu penulis menulis juga mempengaruhi tulisan tersebut. Matius, Markus, Lukas, dan Yohanes hidup di era tahun yang berbeda serta masing-masing memiliki tujuan audiens tertentu yang ingin mereka tuju. Maka, penting bagi kita sebagai fasilitator untuk membantu anak untuk selain mempelajari Sejarah peristiwa, kita perlu menggali sejarah penulisnya sendiri karena itu saling berkaitan. </span></p><p class="p"></p><table cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody><tr><td style="text-align: center;"><a href="https://1.bp.blogspot.com/-pkx3FPsSIn4/YLD006uFaFI/AAAAAAAAfNs/r6O4DFNTB3AI5VUDo3QnadlVjmEyKUbbgCLcBGAsYHQ/s564/12.jpg" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="564" data-original-width="500" height="320" src="https://1.bp.blogspot.com/-pkx3FPsSIn4/YLD006uFaFI/AAAAAAAAfNs/r6O4DFNTB3AI5VUDo3QnadlVjmEyKUbbgCLcBGAsYHQ/s320/12.jpg" /></a></td></tr><tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">picture from <a href="https://weheartit.com/entry/15488827?context_page=3&context_query=jacques+cousteau&context_type=search" target="_blank">here</a></td></tr></tbody></table><p></p><p class="p" style="text-align: justify;"><span style="font-family: Calibri;">Lalu, bagaimana aplikasinya? Bagaimana memulainya? Mulai dari buku apa?</span></p><p class="p" style="text-align: justify;"><span style="font-family: Calibri;">Karena Keona masih tahap pembentukan karakater, saya menyimak saran teman-teman yang sudah lebih dulu membantu anaknya belajar Sejarah. Dimulai dari memperkenalkan sejarah keluarga anak, lalu juga biografi orang orang terkenal seperti pada Seri Pustaka Dasar. Ahhh, menyebut buku itu, saya jadi teringat tokoh favorit saya sewaktu kecil yaitu <a href="https://www.google.com/search?q=jacques+cousteau&source=lmns&bih=985&biw=2049&safe=strict&hl=en-GB&sa=X&ved=2ahUKEwi5wJSjv-zwAhW_rEsFHRZYDdYQ_AUoAHoECAEQAA" target="_blank">Jacques Cousteau</a> . Sewaktu kecil, karena membaca buku Seri Pustaka Dasar, saya mengidolakan beliau dan perkampungan di laut yang ia buat. </span></p><p class="p" style="text-align: justify;">Terima kasih kawan-kawan CMid diskusinya,</p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://1.bp.blogspot.com/-4e85rcAceXQ/YLD1FGWtGyI/AAAAAAAAfN0/WrpEDMqXDbMsYtTknIZbzrfpBa36btm-wCLcBGAsYHQ/s434/20200626_120634_0000.png" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em; text-align: justify;"><img border="0" data-original-height="138" data-original-width="434" height="41" src="https://1.bp.blogspot.com/-4e85rcAceXQ/YLD1FGWtGyI/AAAAAAAAfN0/WrpEDMqXDbMsYtTknIZbzrfpBa36btm-wCLcBGAsYHQ/w128-h41/20200626_120634_0000.png" width="128" /></a></div><div style="text-align: justify;"><br /></div><p class="p" style="text-align: justify;"><br /></p>Gloria Putrihttp://www.blogger.com/profile/05186442506105530182noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5792959745232120376.post-58520425046002375812021-05-06T23:58:00.001+07:002021-05-21T00:01:46.074+07:00Fondasi Kurikulum yang Prinsipiil (1) - AGAMA, Kamisan 6 Mei 2021<div class="fullpost">
</div>
<blockquote><p class="p" style="text-align: justify;"><span style="font-family: Calibri;">Pengetahuan tentang Tuhan adalah pengetahuan yang prinsipiil, dan pelajaran Alkitab apa pun yang tidak menambah pengetahuan tentang Tuhan pada dasarnya tidak berguna untuk keagamaan. - Charlotte Mason, vol. 6, hlm. 272</span></p></blockquote><table cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody><tr><td style="text-align: center;"><a href="https://1.bp.blogspot.com/-LFvEVAAwpvs/YKaTDCmG62I/AAAAAAAAfM4/OKroasjuePU76ZlHt6Uzf4JF6hoORDmuACLcBGAsYHQ/s750/bible.jpg" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="750" data-original-width="750" height="320" src="https://1.bp.blogspot.com/-LFvEVAAwpvs/YKaTDCmG62I/AAAAAAAAfM4/OKroasjuePU76ZlHt6Uzf4JF6hoORDmuACLcBGAsYHQ/s320/bible.jpg" /></a></td></tr><tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">picture from <a href="https://weheartit.com/entry/342707417?context_page=3&context_query=bible+girl&context_type=search" target="_blank">here</a></td></tr></tbody></table><p></p><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Kemudian muncul pertanyaan apakah kalimat tersebut berarti saat membaca buku seperti Miller atau buku-buku cerita agama non Alkitab akan menjadi sia-sia?</div><p></p><p style="text-align: justify;">Dari diskusi, saya mencatat bahwa :</p><p style="text-align: justify;">1. Sebagai orangtua atau pendamping, kita tidak perlu menyederhanakan kata-kata yang ada di Kitab Suci, tidak perlu disampaikan dengan cara menakut-nakuti. Lalu bagaimana dengan Living Book yang tidak secara gamblang menggambarkan situasi "keagamaan"? Selama bacaan yang dipilih tepat, anak tetap dapat mencerna makna "keIlahian" dalam bacaan tersebut. </p><p style="text-align: justify;">2. Kitab Suci sifatnya kontekstual - hal ini menjadikan pengetahuan tentang Tuhan terlebih dari Kitab Suci adalah pengetahuan yang prinsipiil karena satu bacaan dibaca dalam waktu dan konteks yang berbeda akan tetap dapat terasa pemahamannya sesuai dengan kondisi tersebut. </p><p style="text-align: justify;">3. Belajar agama BUKAN hafalan, melainkan pemahaman dari proses menyerap bacaan. Sehingga penting bagi anak-anak untuk membaca dengan panjang bacaan yang tepat sesuai usia dan kemampuan anak. Saat anak sudah dapat menarasikan dari pemahamannya, kemampuan berikutnya yang ikut terasah adalah kemampuan anak untuk dapat mempraktekan serta merefleksikannya.</p><p style="text-align: justify;">4. Ayat hafalan dibaca setiap hari selama beberapa hari agar anak hafal dengan sendirinya. Cara ini hampir sama dengan cara resitasi puisi - melakukan pengulangan secara terus menerus.</p><blockquote><p style="text-align: justify;"><span style="font-family: Calibri;">Metode pengajaran ini terutama akan berguna untuk mempelajari sejarah Injil, siapa saja yang tekun membaca porsi bacaan Alkitab harian yang ditentukan oleh Gereja tak akan gagal tercerahkan oleh realitas bahwa Taurat dan tulisan para nabi masih sangat relevan menjelaskan pada kita soal kehendak Tuhan, dan kita akan merugi kalau kita meremehkan Taurat dan tulisan para nabi (Perjanjian Lama) itu sebagai panduan hidup yang sudah usang. - Charlotte Mason, vol.6, hlm. 273</span></p></blockquote><p style="text-align: justify;">Pernah dalam sebuah diskusi Alkitab dengan teman-teman Gereja, saya mencatat kalimat dari pembimbing "kita tidak boleh mengambil satu ayat tanpa mengindahkan ayat-ayat lain dalam perikop tersebut terutama jika ayat tersebut digunakan untuk menghakimi orang lain.". Dari situ, saya belajar bahwa tiap bagian Alkitab atau Kitab Suci saling berkaitan satu dengan yang lainnya. Kita tidak bisa "baca Perjajian Baru saja ah" tanpa membaca "riwayat" cerita pada Perjanjian Lama - tanpa memahami pesan yang disampaikan dalam perikop yang lainnya.</p><p>Selamat mendampingi anak mengenal Tuhan,</p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://1.bp.blogspot.com/-lt-gC2QiUHw/YKaVIlUI9qI/AAAAAAAAfNA/oSWcveDBQygSaldltaTq5TIpdHQK62fKACLcBGAsYHQ/s434/20200626_120634_0000.png" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="138" data-original-width="434" height="32" src="https://1.bp.blogspot.com/-lt-gC2QiUHw/YKaVIlUI9qI/AAAAAAAAfNA/oSWcveDBQygSaldltaTq5TIpdHQK62fKACLcBGAsYHQ/w99-h32/20200626_120634_0000.png" width="99" /></a></div><p><br /></p>Gloria Putrihttp://www.blogger.com/profile/05186442506105530182noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5792959745232120376.post-7826560627653092612021-04-23T01:06:00.003+07:002021-04-23T01:14:26.028+07:00Akrab dengan Buku - KAMISAN, 22 April 2021<div style="text-align: justify;">Beberapa hari yang lalu, Keona melontarkan pernyataan "Mama, Keona mau dong belajar baca.". Saat saya menelisik lebih dalam mengenai alasan Keona minta diajari membaca, ia mengatakan bahwa ia ingin bisa baca karena teman bermainnya sudah bisa membaca - juga ada mantan siswa mamanya yang sudah fasih membaca. Baru saja menginjak usia 5 tahun, saya awalnya mengira keinginan untuk bisa baca hanya karena teman-temannya saja. Namun setelah diabaikan beberapa hari, ia tiba-tiba mengutarakan lagi keinginannya untuk belajar baca - kali ini alasannya karena ia capai kalau setiap mau membaca buku harus menunggu mamanya selesai dengan pekerjaan rumah terlebih dahulu, ia mau dapat membaca kapan pun ia mau tanpa harus menunggu jam membaca bersama mamanya. Dengan alasan yang berbeda kali ini, saya akhirnya mantap mengajarkannya membaca. </div><blockquote><div style="text-align: justify;"><span style="font-family: inherit;">"Lagipula, tidak mungkin mengajari anak mengeja kalau mereka tidak membaca sendiri. Kami mendengar keluhan betapa sulitnya pelajaran mengeja, betapa guru-guru terpaksa “membantai” bahasa kesayangan kita hanya supaya membuat pelajaran mengeja jadi mudah; tapi pada ribuan siswa di sekolah kami, kami dapati bahwa anak-anak yang akrab dengan buku bisa mengeja dengan baik karena memvisualisasikan kata-kata yang mereka baca." ~ Charlotte Mason, vol. 6, hlm. 271</span></div></blockquote><table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><tbody><tr><td style="text-align: center;"><a href="https://1.bp.blogspot.com/-xWdqvCrZ1qw/YIG2LdpTS9I/AAAAAAAAe54/Zimg7EhT9NkKxEQgH6Ce5nFE3MgGgi5vQCLcBGAsYHQ/s336/book1.jpg" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="336" data-original-width="336" height="320" src="https://1.bp.blogspot.com/-xWdqvCrZ1qw/YIG2LdpTS9I/AAAAAAAAe54/Zimg7EhT9NkKxEQgH6Ce5nFE3MgGgi5vQCLcBGAsYHQ/w320-h320/book1.jpg" width="320" /></a></td></tr><tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">"170 buku setiap cawu", oh PR banget buat saya saat membaca bagian ini.<br />picture from <a href="https://weheartit.com/entry/31235894" target="_blank">here</a></td></tr></tbody></table><p style="text-align: justify;"><br />Sepanjang diskusi hari ini, saya mendengarkan pengalaman kawan-kawan CMid Semarang dengan buku dan saat mengajari anak-anak membaca. Dalam diskusi , saya mencatat beberapa poin penting, seperti :</p><p style="text-align: justify;">1. Modal penting dalam pengajaran adalah buku.</p><p style="text-align: justify;">Charlotte Mason menulis bahwa anak-anak yang akrab dengan buku dapat mengeja dengan lebih baik. Bahasan berikutnya adalah bagaimana jika ada dari kita yang memiliki kendala dengan ketersediaan buku - memikirkan berbagai kemungkinan mengenai pinjam meminjam buku yang kemudian berujung pada pemikiran "bagaimana jika buku yang dipinjamkan tidak kembali?". Dalam skala kecil, hal ini mungkin terjadi, namun tetap butuh tanggung jawab si peminjam.</p><p style="text-align: justify;">Jika ada anggapan bahwa buku yang digunakan adalah buku yang sulit dicari, sejauh ini menurut kawan-kawan di timkur, buku-buku yang direkomendasikan timkur adalah buku yang masih beredar dan dapat dicari.</p><p style="text-align: justify;">2. Kemerdekaan tidak berarti BEBAS, namun tetap ada yang disebut pembagian spesialisasi.</p><blockquote><p style="text-align: justify;"><span style="font-family: inherit;">"... <span style="text-align: left;">tapi bukankah itu sama seperti bersikeras bahwa semua orang merdeka mesti menyediakan sendiri semua kebutuhannya, sampai ke membuat sepatunya juga? Peradaban kita ditandai oleh adanya pembagian kerja atau spesialisasi."</span></span><span style="text-align: left;"> </span><span style="font-family: inherit;"><span style="text-align: left;">~</span></span>Charlotte Mason, vol. 6, hlm. 272</p></blockquote><p style="text-align: justify;">Bukan dalam rangka mengintervensi kerja guru (dalam konteks keluarga homeschoolers ini adalah orangtua), namun dengan adanya bantuan daftar buku yang direkomendasikan, justru akan mempermudah kerja pendidik. Kemerdeaan di sini bukan bebas memilih buku apa saja, namun memilih buku rekomendasi sesuai dengan kebutuhan keluarga.</p><p style="text-align: center;"><b>Hanya orang bodoh yang mau meminjamkan buku, dan hanya orang gila yang mau mengembalikan buku. </b></p><p style="text-align: justify;">Quote yang sempat dilontarkan Pak T dalam diskusi tadi, juga membuat saya berpikir. Bukan dalam konteks menjadi pelit, namun untuk dapat menghargai buku lebih baik karena tidak semua orang dapat memiliki berkat, pengetahuan, dan kesempatan untuk membeli atau memiliki buku-buku bagus. Sharing kawan-kawan dalam diskusi tadi membantu saya mendapat banyak poin tambahan terutama dalam proses membantu Keona belajar membaca.</p><p style="text-align: justify;">Terima kasih diskusinya,</p><p style="text-align: justify;"><a href="https://1.bp.blogspot.com/-8ek318bv9y0/YIG6wT6pCLI/AAAAAAAAe6E/0VGduIPWEXYvi3ApRYggOQ4WFJ5nBUmyACLcBGAsYHQ/s434/20200626_120634_0000.png" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em; text-align: left;"><img border="0" data-original-height="138" data-original-width="434" height="54" src="https://1.bp.blogspot.com/-8ek318bv9y0/YIG6wT6pCLI/AAAAAAAAe6E/0VGduIPWEXYvi3ApRYggOQ4WFJ5nBUmyACLcBGAsYHQ/w169-h54/20200626_120634_0000.png" width="169" /></a></p><br /><p style="text-align: justify;"><br /></p>Gloria Putrihttp://www.blogger.com/profile/05186442506105530182noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5792959745232120376.post-77161502651720903732021-03-18T15:32:00.001+07:002021-03-19T13:28:56.969+07:00Anak - Anak = Masa Depan Negara - KAMISAN 18 Maret 2021<b class="main highlight" style="background: rgb(255, 255, 119); box-sizing: border-box; font-family: "Helvetica Neue", Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 16px;"></b><blockquote><div style="text-align: justify;"><b class="main highlight" style="background: rgb(255, 255, 119); box-sizing: border-box; font-family: "Helvetica Neue", Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 16px;">demokrasi</b><span class="per-suku" face=""Helvetica Neue", Helvetica, Arial, sans-serif" style="background: rgb(238, 238, 238); box-sizing: border-box; color: #333333; font-size: 13px; font-style: italic; margin-left: 5px;">/de·mo·kra·si/</span><span face=""Helvetica Neue", Helvetica, Arial, sans-serif" style="background-color: white; font-size: 13px;"> /démokrasi/ </span><em class="jk" style="background-color: white; border-bottom: 1px dotted rgb(209, 0, 207); box-sizing: border-box; color: #d100cf; cursor: pointer; font-family: "Helvetica Neue", Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px; margin: 0px 3px;" title="nomina (kata benda), politik dan pemerintahan">n Pol</em><span face=""Helvetica Neue", Helvetica, Arial, sans-serif" style="background-color: white; font-size: 13px;"> </span><b class="num" style="background: rgb(198, 228, 199); border-radius: 9px; box-sizing: border-box; font-family: "Helvetica Neue", Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 12px; padding: 0px 5px; text-shadow: rgb(255, 255, 255) 1px 1px 2px;">1</b><span face=""Helvetica Neue", Helvetica, Arial, sans-serif" style="background-color: white; font-size: 13px;"> (bentuk atau sistem) pemerintahan yang seluruh rakyatnya turut serta memerintah dengan perantaraan wakilnya; pemerintahan rakyat; </span><b class="num" style="background: rgb(198, 228, 199); border-radius: 9px; box-sizing: border-box; font-family: "Helvetica Neue", Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 12px; padding: 0px 5px; text-shadow: rgb(255, 255, 255) 1px 1px 2px;">2</b><span face=""Helvetica Neue", Helvetica, Arial, sans-serif" style="background-color: white; font-size: 13px;"> gagasan atau pandangan hidup yang mengutamakan persamaan hak dan kewajiban serta perlakuan yang sama bagi semua warga negara;</span></div><div><div style="text-align: justify;"><span face=""Helvetica Neue", Helvetica, Arial, sans-serif" style="background-color: white; font-size: 13px;">sumber : <a href="https://kbbi.web.id/demokrasi" target="_blank">KBBI online</a></span></div></div></blockquote><p style="text-align: justify;">Dalam bacaan disebutkan bahwa dengan adanya demokrasi yang baru (yang tidak lagi mengompori sebatas kepentingan atau keuntungan diri sendiri agar mereka tergerak melakukan tindakan publik dan menyentuh rasa puitis dan heroism, yang berkuasa menggugah hati sebagian besar orang) yang nantinya akan dapat membangun "Yerusalem baru" - sebuah penggambaran akan wilayah hijau nan subur. Namun berbicara mengenai demokrasi yang terjadi saat ini, demokrasi yang ada adalah kebenaran yang berdasarkan penilaian publik - yang dianggap publik benar, maka itulah demokrasi. Sehingga membantu anak untuk setidaknya paham politik untuk dapat memenangkan suara publik atas ide ide baik yang dimiliki menjadi hal essensial - tidak melulu tentang terjun langsung ke dunia politik, tapi paling tidak anak mengenal politik baik maupun buruk yang terjadi di masyarakat. </p><p style="text-align: justify;">Mengedukasi anak mengenai politik selain mempersiapkan anak - anak untuk menjadi individu yang dapat memenangkan suara publik, juga agar dapat anak dapat memiliki pemikiran kritis yang dapat menyuarakan ide baik sehingga adanya kontrol pada kekuasaan pemerintahan yang sedang berlangsung.</p><blockquote><p style="text-align: justify;">Untuk mencapai itulah, kita semua perlu membaca buku-buku yang sama - dalam bahasa ibu kita, bukan dalam bahasa Latin atau Yunani, karena toh mayoritas warga kita tidak akan punya waktu belajar bahasa-bahasa klasik itu sampai fasih, dan – terus terang – begitu juga rerata siswa-siswa kita di sekolah yang terbaik sekalipun. .....</p></blockquote><blockquote><p style="text-align: justify;">memasukkan daftar buku yang semua anak harus ketahui, semua lukisan yang harus diakrabi, pengetahuan sejarah dan riwayat perjalanan yang perlu diakrabi, semua pemahaman tentang fenomena alam yang semua harus siap hadapi sewaktu-waktu. </p></blockquote><blockquote><p style="text-align: justify;">~ Charlotte Mason, vol.6, hlm. 265 & 266 </p></blockquote><p style="text-align: justify;">Maka jelas sudah bagaimana cara mengedukasi anak-anak itu yaitu dengan menghidangkan buku berkualitas agar anak dapat belajar. <span style="text-align: justify;">Bu Ellen juga sempat menceritakan tentang isi buku Trilogi Cicero yang membahas tentang demokrasi - kemudian memberi ilustrasi juga lewat tokoh dalam buku tersebut. </span></p><p style="text-align: justify;"><span style="text-align: justify;">Proses pemerataan dimulai dari diri sendiri dulu - menjadi aneh dengan ide ide baiknya), stand out of the box, lalu ketika kita punya pengaruh dalam masyarakat maka tularkan semangat aneh tersebut.</span></p><p style="text-align: justify;"><table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><tbody><tr><td style="text-align: center;"><a href="https://1.bp.blogspot.com/-4UzUPXJLT0U/YFRDnD8mfnI/AAAAAAAAdnw/Y7GUOVyuAtw4AET6rj9dM3KDxS8c7xGQgCLcBGAsYHQ/s640/globe.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="458" data-original-width="640" src="https://1.bp.blogspot.com/-4UzUPXJLT0U/YFRDnD8mfnI/AAAAAAAAdnw/Y7GUOVyuAtw4AET6rj9dM3KDxS8c7xGQgCLcBGAsYHQ/s320/globe.jpg" width="320" /></a></td></tr><tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">picture from <a href="https://weheartit.com/entry/10299393?context_page=2&context_query=child+and+globe&context_type=search" target="_blank">here</a></td></tr></tbody></table><span style="text-align: justify;"><br /></span></p><p style="text-align: justify;"><span style="text-align: justify;">Agaknya bahasan Kamisan kali ini membuat saya sedikit pening :D sehingga poin-poin yang saya catat tidak terlalu banyak. Oh tapi ada quote dari mba Putri yang saya catat untuk menutup dan meringkas bahasan Kamisan kali ini :</span></p><p style="text-align: center;"><span style="text-align: justify;"><b>"Membentuk karakter anak adalah cara membentuk karakter negara."</b></span></p><p style="text-align: justify;"><span style="text-align: justify;">Selamat menjelang akhir pekan,</span></p><p style="text-align: justify;"></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: left;"><a href="https://1.bp.blogspot.com/-m9jnYbxvtSw/YFRCIDZzHdI/AAAAAAAAdno/PbCHA1ZX5GMphzkKpBLruSZC7DCn6yb_ACLcBGAsYHQ/s434/20200626_120634_0000.png" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="138" data-original-width="434" height="43" src="https://1.bp.blogspot.com/-m9jnYbxvtSw/YFRCIDZzHdI/AAAAAAAAdno/PbCHA1ZX5GMphzkKpBLruSZC7DCn6yb_ACLcBGAsYHQ/w135-h43/20200626_120634_0000.png" width="135" /></a></div><br /><span style="text-align: justify;"><br /></span><p></p><blockquote><p style="text-align: justify;"> </p></blockquote><div><div><span face=""Helvetica Neue", Helvetica, Arial, sans-serif" style="background-color: white; font-size: 13px;"><a href="https://kbbi.web.id/demokrasi" target="_blank"></a></span></div></div>Gloria Putrihttp://www.blogger.com/profile/05186442506105530182noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5792959745232120376.post-68199531928984530022021-02-25T13:55:00.017+07:002021-02-25T14:16:17.047+07:00Buku yang Menyatukan Kita - KAMISAN 25.02.2021<div class="fullpost">
</div>
<div style="text-align: center;"><div style="text-align: justify;"><span style="background-color: white; color: #262626; font-family: inherit; font-size: 14px;"></span></div><blockquote><div style="text-align: justify;"><span style="background-color: white; color: #262626; font-family: inherit; font-size: 14px;">"Mau kemana, Glo?"</span></div><span style="color: #262626; font-family: inherit;"><div style="text-align: justify;"><span style="background-color: white; font-family: inherit; font-size: 14px;">"Perpus, ikut?"</span></div></span><span style="color: #262626; font-family: inherit;"><div style="text-align: justify;"><span style="background-color: white; font-family: inherit; font-size: 14px;">"Mau, sekalian bahas tugas yok."</span></div></span><span style="background-color: white; color: #262626; font-size: 14px; text-align: left;"><div style="text-align: justify;"><span style="font-family: inherit;">"Buku apa yang kita bahas nanti?"</span></div></span><span style="background-color: white; color: #262626; font-size: 14px; text-align: left;"><div style="text-align: justify;"><span style="font-family: inherit;">"Drama apa yang mau untuk presentasi?"</span></div></span></blockquote><span style="background-color: white; color: #262626; font-size: 14px; text-align: left;"><div style="text-align: justify;"><span style="font-family: inherit;"></span></div><div style="text-align: justify;"><span style="font-family: inherit;">...</span></div><div style="text-align: justify;"><span style="font-family: inherit;"><br /></span></div></span><span style="background-color: white; color: #262626; font-size: 14px; text-align: left;"><span style="font-family: inherit;"><div style="text-align: justify;"><span style="text-align: center;">Kamu suka genre gothic</span></div><div style="text-align: justify;"><span style="background-color: transparent; font-family: inherit; text-align: center;">Aku suka genre romantis</span></div><div style="text-align: justify;"><span style="background-color: transparent; font-family: inherit; text-align: center;">Kamu mendengarkanku bercerita kisah manis karya Shakespeare</span></div><div style="text-align: justify;"><span style="background-color: transparent; font-family: inherit; text-align: center;">Aku mencatat hal menarik dari ceritamu tentang Mary Shelley dan Frankenstein-nya</span></div><div style="text-align: justify;"><span style="background-color: transparent; font-family: inherit; text-align: center;">Kamu dan intepretasimu tentang kehidupan</span></div><div style="text-align: justify;"><span style="background-color: transparent; font-family: inherit; text-align: center;">Aku dan intepretasiku tentang perjuangan</span></div><div style="text-align: justify;"><span style="background-color: transparent; font-family: inherit; text-align: center;"><br /></span></div><div style="text-align: justify;"><span style="background-color: transparent; font-family: inherit; text-align: center;">Kita menghabiskan waktu mengobrol tentang banyak hal dari buku yang kita baca bersama</span></div><div style="text-align: justify;">Kamu bilang Frankenstein kasihan,</div><div style="text-align: justify;">aku justru kasihan dengan penulisnya dan latar belakang kehidupannya</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Wah ternyata ada perbedaan dari intrepetasi kita tentang buku yang sama-sama kita baca untuk tugas kuliah waktu itu ya,</div><div style="text-align: justify;">kukira kamu akan satu pemikiran denganku,</div><div style="text-align: justify;">kamupun mengira aku akan sepemikiran,</div><div style="text-align: justify;">tapi ternyata intepretasi kita berbeda, padahal bukunya sama</div><div style="text-align: justify;">dan karena berbeda interpretasi itu maka presentasi tugas kita jadi hidup, kaya akan ide</div><div style="text-align: justify;">Kamu dapat nilai A,</div><div style="text-align: justify;">Aku juga</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Lalu kita seakan ketagihan,</div><div style="text-align: justify;">menghabiskan waktu menunggu jam jam kuliah berikutnya di kamar kos mu untuk membaca buku bergantian,</div><div style="text-align: justify;">atau duduk di perpustakaan dengan setumpuk buku yang akan dibaca.</div><div style="text-align: justify;">Begitu hingga akhirnya kita dapat menyelesaikan 4 tahun bersama.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">"Sudah baca Charles Dickens, Glo?"</div><div style="text-align: justify;">"Sudah, aku baru beli bukunya kemarin."</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Aku bersyukur minatku akan buku meningkat,</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Terima kasih, kawan.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><tbody><tr><td style="text-align: center;"><a href="https://1.bp.blogspot.com/-V0ZWm1859OI/YDdJMojMOTI/AAAAAAAAdF8/H2DYgh4H0aEA4bsPfs-pFDTbU_yOwIx7wCLcBGAsYHQ/s1280/friendship2.jpg" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="1280" data-original-width="960" height="320" src="https://1.bp.blogspot.com/-V0ZWm1859OI/YDdJMojMOTI/AAAAAAAAdF8/H2DYgh4H0aEA4bsPfs-pFDTbU_yOwIx7wCLcBGAsYHQ/w240-h320/friendship2.jpg" width="240" /></a></td></tr><tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">julukan dosen waktu itu untuk kami bertiga adalah "trio mini". Diskusi hari ini mengingatkan saat-saat mengerjakan tugas kuliah bersama, satu buku namun kaya ide menjadikan presentasi kami menjadi kaya.</td></tr></tbody></table><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><br /></div><table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><tbody><tr><td style="text-align: center;"><a href="https://1.bp.blogspot.com/-GMBpkRgC2OI/YDdKyCQMPII/AAAAAAAAdGI/ecbo06-PqQM2_VtyhCdA-_05bUN-bo4KwCLcBGAsYHQ/s1280/friendship%2B4.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="960" data-original-width="1280" src="https://1.bp.blogspot.com/-GMBpkRgC2OI/YDdKyCQMPII/AAAAAAAAdGI/ecbo06-PqQM2_VtyhCdA-_05bUN-bo4KwCLcBGAsYHQ/s320/friendship%2B4.jpg" width="320" /></a></td></tr><tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">teman-teman seangkatan literatur dulu, sesaat sebelum presentasi - sampai sekarangpun masih in touch khususnya kalau membahas buku, drama, dan karya sastra lain.</td></tr></tbody></table><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><br /></div></span></span><span style="background-color: white; color: #262626; text-align: left;"><div style="text-align: center;"><span style="font-family: inherit;"><b><span style="font-size: medium;">Friendship is born at that moment when one person says to another:</span></b></span></div><div style="text-align: center;"><span style="font-family: inherit;"><b><span style="font-size: medium;">"What! You too? I thought I was the only one." </span></b><span style="font-size: 14px;">~ C.S. Lewis</span></span></div><div style="text-align: center;"><span style="font-family: inherit;"><span style="font-size: 14px;"><br /></span></span></div><div style="text-align: center;"><span style="font-family: inherit;"><span style="font-size: 14px;">Dulu, saya kira saya satu-satunya kutu buku aneh yang suka nongkrong berlama-lama di toko buku, ternyata karena buku dan karya sastra, saya justru punya kawan sesama pecinta buku, hehehehe. Setiap mengobrol selalu isinya "bedah buku", sampai selalu kalimat kami "bedah aja sekalian semuanya, bedah, bedah!".</span></span></div><div style="text-align: center;"><span style="font-family: inherit;"><span style="font-size: 14px;"><br /></span></span></div><div style="text-align: center;"><span style="font-family: inherit;"><span style="font-size: 14px;">Jadi kangen masa memburu buku baru, naik bis dari kampus ke mall cuma buat beli buku, dan nongkrong berlama-lama di perpustakaan,</span></span></div><div style="text-align: center;"><span style="font-family: inherit;"><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://1.bp.blogspot.com/-7qi57P50caU/YDdLO05CQAI/AAAAAAAAdGQ/ikE3R_tU5r4yGcbwHigOiRdFW1rkw9-KQCLcBGAsYHQ/s434/20200626_120634_0000.png" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="138" data-original-width="434" height="31" src="https://1.bp.blogspot.com/-7qi57P50caU/YDdLO05CQAI/AAAAAAAAdGQ/ikE3R_tU5r4yGcbwHigOiRdFW1rkw9-KQCLcBGAsYHQ/w97-h31/20200626_120634_0000.png" width="97" /></a></div><br /><span style="font-size: 14px;"><br /></span></span></div></span></div>Gloria Putrihttp://www.blogger.com/profile/05186442506105530182noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5792959745232120376.post-6619886762679350202021-02-18T14:29:00.010+07:002021-02-18T14:43:14.574+07:00I Know that I Know Nothing - KAMISAN 18.02.2021<div class="fullpost">
</div>
<p style="text-align: justify;">Diskusi panjang hari ini dipersembahkan oleh bacaan satu paragraf - yang karenanya sayapun jadi ikut-ikutan mikir panjang.</p><blockquote><p style="text-align: justify;">tujuannya untuk membekalkan pengetahuan yang relatif mendalam untuk dua tiga bidang saja supaya siswa lulus sebagai manusia Inggris yang beres; dengan kata lain, guru memandang sekolah sebagai tempat mengasuh dan membentuk watak (warga negara) alih-alih sebagai tempat memperoleh pengetahuan. ~ Charlotte Mason, vol.6, hlm.264</p></blockquote><p style="text-align: justify;">Awalnya saat membaca bagian akhir bacaan ini, saya teringat kutipan yang dibagikan oleh bu Ellen beberapa waktu yang lalu, isinya demikian :</p><p style="text-align: justify;"><b>If children started school at six months old and their teachers gave them walking lessons, within a single generation people would come to believe that humans couldn't learn to walk without going to school. ~Geoff Graham</b></p><p style="text-align: justify;">Saya yang dulu (dan mungkin banyak orangtua) selalu beranggapan bahwa anak butuh sekolah - saya teringat bagaimana saya membuat sesi pelajaran dulu semasa menjadi guru seperti stimulus motorik kasar kepada anak di bawah dua tahun seakan hal tersebut adalah sesuatu yang memang dilakukan di sekolah - tidak bisa dilakukan di rumah. Saat diskusi, saya merenung betapa menyedihkannya diri saya karena tanpa sadar membuat orangtua berpikir bahwa "untuk belajar seperti berjalan saja harus <i>memasrahkan anak </i>ke sekolah." - juga tanpa sadar <i>mengintimidasi</i> salah satu orangtua dengan berkata "kalau bapak dapat menstimulus anak bapak sesuai dengan capaian usianya secara mandiri di rumah, ya silahkan, tandanya bapak tidak perlu menyekolahkan anak bapak terlalu dini, namun kalau bapak merasa bapak tidak dapat memberi stimulus yang sesuai dengan usia anak bapak, ya saran saya disekolahkan saja." saat ditanya "kenapa saya harus menyekolahkan anak saya sejak dini?"</p><table cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody><tr><td style="text-align: center;"><a href="https://1.bp.blogspot.com/-zaVuhcvL_zI/YC4IHKf1q9I/AAAAAAAAc5Q/oxgB2PqNHV0QP_AIYxxu6hCxLzp_RWekwCLcBGAsYHQ/s1280/choose.jpg" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="1280" data-original-width="1280" height="400" src="https://1.bp.blogspot.com/-zaVuhcvL_zI/YC4IHKf1q9I/AAAAAAAAc5Q/oxgB2PqNHV0QP_AIYxxu6hCxLzp_RWekwCLcBGAsYHQ/w400-h400/choose.jpg" width="400" /></a></td></tr><tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">picture from <a href="https://weheartit.com/entry/299785506?context_page=8&context_query=left+or+right&context_type=search" target="_blank">here</a></td></tr></tbody></table><p style="text-align: justify;">Diskusi berlanjut dengan pendapat dan beberapa pertanyaan yang dilontarkan teman-teman CMers Semarang. Saya mencatat beberapa point penting sebagai simpulan dari diskusi tadi, yaitu :</p><p style="text-align: justify;">1. Mendengar </p><p style="text-align: justify;">Jika dalam diskusi minggu lalu "mendengar" diperlukan sebagai skill dalam menjalin komunikasi, dalam diskusi kali ini, mendengar diperlukan untuk menemukan <i>blind spot</i> yang seringkali tidak kita lihat terutama dalam menjalani proses belajar - dan untuk itu diperlukan kerendahhatian untuk mau mendengar kritik, saran, atau pendapat orang lain yang bisa saja tidak terpikirkan oleh kita karena tidak tampak di mata kita - <i>blind spot</i>. </p><p style="text-align: justify;">2. Tidak ekstrim kanan kiri</p><p style="text-align: justify;">Dalam mempelajari banyak hal, terkadang kita menemukan sesuatu yang kita anggap benar kemudian meyakininya dengan keyakinan kuat bahwa hal tersebut sudah yang paling benar. Saat itu terjadi, biasanya kita akan menjadi abai pada sisi yang tidak kita yakini kebenarannya tersebut. Sengaja saya mengambil ilustrasi gambar langit dilihat dari dua jendela di atas. Dari jendela satu dengan jendela yang lainnya, langit tampak berbeda, padahal langit yang dilihat hanya satu - tapi tampak berbeda jika dilihat menggunakan perspektif ekstrim kanan maupun kiri. Kesimpulan yang saya catat dari diskusi tadi adalah bukan untuk menjadi seseorang yang berada di tengah tanpa menjadi ekstrim kanan atau kiri, namun ada yang namanya kebenaran yang utuh - tidak ekstrim kanan kiri, kebenaran yang melingkupi segala sesuatu, semua ada sesuai pada porsinya bukan untuk saling menutupi satu sama lain - karena pemilik kebenaran ini sendiri adalah Tuhan. </p><p style="text-align: center;"><b>"The only thing that I know is I know nothing." ~ Socrates</b></p><p style="text-align: justify;">Saya menutup refleksi dan perenungan saya siang ini dengan sebuah kalimat dari Socrates yang tadi juga sempat diucapkan Bu Ellen. Dengan rendah hati menyadari bahwa kita tidak tahu apa-apa, bahkan dibandingkan dengan kebesaran Tuhan, maka semoga proses belajar tetap menjadi proses yang menggairahkan untuk terus dilakukan. </p><p style="text-align: justify;"><br /></p><p style="text-align: justify;">Selamat Hari Kamis,</p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://1.bp.blogspot.com/-8Z6-0ixxbrU/YC4XKKmQYuI/AAAAAAAAc5g/6wWoBze1YtEZZopjwrhDIx9wu0dzWuqpwCLcBGAsYHQ/s434/20200626_120634_0000.png" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="138" data-original-width="434" height="43" src="https://1.bp.blogspot.com/-8Z6-0ixxbrU/YC4XKKmQYuI/AAAAAAAAc5g/6wWoBze1YtEZZopjwrhDIx9wu0dzWuqpwCLcBGAsYHQ/w136-h43/20200626_120634_0000.png" width="136" /></a></div><br /><p style="text-align: justify;"><br /></p>Gloria Putrihttp://www.blogger.com/profile/05186442506105530182noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5792959745232120376.post-30717467267361701282021-02-11T13:22:00.002+07:002021-02-11T13:24:50.116+07:00Dua Telinga Satu Mulut - KAMISAN 11.02.202<div class="fullpost">
</div>
<blockquote><p style="text-align: justify;">Kita semua pernah memiliki pengalaman seperti itu, dan dengan malu mengakui bahwa kita juga pernah membuat orang lain kesulitan karena tak berhasil-berhasil menemukan topik yang menarik minat kita. Ini satu persoalan yang mesti guru pertimbangkan. Ada ribuan topik yang bisa kita pelajari secara memadai sampai bisa membicarakannya secara cerdas; tapi kok kita malah menyiapkan kertas ujian dengan pertanyaan komprehensif yang umum, sehingga yang para siswa kita cari sebatas informasi sepotong-sepotong supaya bisa menuliskan jawaban esai yang ala kadarnya? ~ Charlotte Mason, vol.6, hlm.261</p></blockquote><p style="text-align: justify;">Sampai sebelum diskusi, saya meyakini bahwa mudah saja bagi seseorang dengan karakter ekstrovert untuk memulai sebuah pembicaraan - jauh lebih baik daripada orang - orang dengan karakter introvert. Namun, dalam bahan bacaan diskusi kali ini, Charlotte Mason menegaskan sekali lagi pentingnya pengetahuan dalam kehidupan sosial kita - jelas sudah mengapa memberikan pertanyaan komprehensif (yang minggu lalu dibahas), menjadi kurang relevan dalam membangun kemampuan anak seperti kemampuan sosialnya. Saya membayangkan percakapan orang yang terbiasa menjawab soal komprehensif seperti ini :</p><p style="text-align: justify;"></p><blockquote><p style="text-align: justify;">A : <i>"wah, kamu kerja dimana?"</i></p><p style="text-align: justify;">B : "di kantor bla bla..., kalo kamu?"</p><p style="text-align: justify;">A : <i>" aku di bla bla bla."</i></p></blockquote><p style="text-align: justify;"></p><p style="text-align: justify;">Lalu saat A dan B sama sama hanya memiliki kemampuan komprehensif, maka pembicaraan hanya sebatas tanya jawab saja, tanpa relasi mendalam (apalagi jika tujuannya mengobrol adalah untuk bonding, maka bonding tersebut tidak akan terjadi - terbayang dalam benak saya kalau Keona kelak pacaran dan hanya punya kemampuan komprehensi, ya kira-kira percakapan dengan pacarnya hanya seputar tanya jawab "uda makan belom?" :D - membagongkan kalau istilah anak muda jaman sekarang).</p><table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><tbody><tr><td style="text-align: center;"><a href="https://1.bp.blogspot.com/-0CW8A9Rxiog/YCTKU7vRaSI/AAAAAAAAcuM/q3sHRnGotUgVeqGjdqBZFrK-GFleOyz8gCLcBGAsYHQ/s479/2kuping.jpg" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="321" data-original-width="479" height="268" src="https://1.bp.blogspot.com/-0CW8A9Rxiog/YCTKU7vRaSI/AAAAAAAAcuM/q3sHRnGotUgVeqGjdqBZFrK-GFleOyz8gCLcBGAsYHQ/w400-h268/2kuping.jpg" width="400" /></a></td></tr><tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">picture from <a href="https://weheartit.com/entry/263628756?context_page=3&context_query=ears+and+mouth&context_type=search" target="_blank">here</a></td></tr></tbody></table><br /><p style="text-align: justify;">Belum cukup di situ, saat diskusi saya juga mencatat skill penting yang sama pentingnya selain pengetahuan itu. Sepanjang diskusi hari ini, saya merenungkan tentang mengapa Tuhan menciptakan lebih banyak telinga daripada mulut - terutama saat saya "curhat" tentang kesulitan saya menjalin komunikasi dengan orang yang memiliki <i>interest </i> yang berbeda dari saya. Saya cenderung menghindari obrolan yang "menurut saya" hanya bersifat "ngomongin orang" - lebih baik tidak ikut-ikut lah. Namun diskusi tadi mencerahkan :)). Dalam sebuah obrolan, penting bagi kita menentukan tujuan obrolan tersebut, maka jika tujuannya adalah untuk menjalin relasi yang baik, tidak ada salahnya jika kita tetap memberikan telinga untuk mendengarkan meskipun obrolan tersebut terasa tidak nyaman. Di situ saya merenung "oh iya bener ding, makanya Tuhan kasih 2 telinga satu mulut karena supaya manusia <b><i><span style="font-size: medium;">bisa lebih banyak mendengarkan daripada bicara</span></i></b> - hal yang kadang orang-orang ekstrovert macam saya lupakan saat mengobrol dengan orang lain. </p><p style="text-align: justify;">Maka, menyeimbangkan seluruh organ saat mengobrolpun juga bisa menjadi hal yang esensial.</p><p style="text-align: justify;">Jangan hanya mau didengar, tapi coba mendengarkan.</p><p style="text-align: justify;"><br /></p><p style="text-align: justify;">lagi-lagi tertampar, tertohok, dan tertusuk, terima kasih diskusinya kawan-kawan</p><div class="separator" style="clear: both; text-align: left;"><a href="https://1.bp.blogspot.com/-CJwLVJNQGzw/YCTMz81MfYI/AAAAAAAAcuY/yjnWW2kwTsMe7j4TMJf4ogzeyZ4XmWkOQCLcBGAsYHQ/s434/20200626_120634_0000.png" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="138" data-original-width="434" height="40" src="https://1.bp.blogspot.com/-CJwLVJNQGzw/YCTMz81MfYI/AAAAAAAAcuY/yjnWW2kwTsMe7j4TMJf4ogzeyZ4XmWkOQCLcBGAsYHQ/w125-h40/20200626_120634_0000.png" width="125" /></a></div><br /><p style="text-align: justify;"><br /></p>Gloria Putrihttp://www.blogger.com/profile/05186442506105530182noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5792959745232120376.post-15073115500127465742021-02-04T18:56:00.005+07:002021-02-04T19:00:35.713+07:00Tidak Merendahkan Anak (part 2) - KAMISAN 04.02.202<div class="fullpost">
</div>
<blockquote><p style="text-align: justify;">Asalkan bukunya berkualitas sastrawi dan tepat untuk usianya, anak-anak akan tahu cara mencernanya tanpa harus dijelas-jelaskan. ~ Charlotte Mason, vol.6, hlm. 260</p></blockquote><p style="text-align: justify;">Seakan menegaskan sekali lagi, pada bagian inipun Charlotte Mason mengingatkan bahwa ceramah tidaklah diperlukan untuk anak - asal sudah "disuguhi" buku berkualitas sastrawi cukup.</p><blockquote><p style="text-align: justify;">Tentu saja mereka tidak akan bisa menjawab pertanyaan komprehensi, karena pertanyaan seperti itu adalah bentuk sikap meremehkan yang semua kita benci, tapi mereka akan bisa menceritakan padamu semua isi buku itu dengan sedikit sentuhan pribadi individual dalam narasi mereka. ~ Charlotte Mason, vol.6, hlm. 260</p></blockquote><p style="text-align: justify;">Kemudian kalimat berikutnya seakan menampar saya. Komprehensi - sebuah kegiatan yang selama ini selalu saya lakukan dengan tujuan "tahu sampai dimana pemahaman anak" - ahhh dan ternyata itu salah, itu merendahkan anak. Diskusi tadi siangpun membawa pada ingatan semasa masih sekolah, saat stereotype "hafalan" menempel pada subjek-subjek ilmu sosial seperti Sejarah misalnya. Setelah dipikir-pikir, stereotype itu ada karena soal ujian yang kebanyakan bersifat komprehensi itu - maka siswa merasa terbeban merasa "harus menghafal". Tertawa dalam hati saya berpikir "pantas saja, saya dulu anak IPS tapi tidak suka menghafal dan pelajaran yang terasa seperti menghafal - ternyata penyebabnya adalah soal-soal komprehensi itu yang membuat saya merasa terbeban - yang justru malah saya teruskan ke siswa maupun Keona sampai kemarin. Di akhir narasinya, saya masih sering "bertanya" mengenai bacaan - untung hari ini tertegur. Semoga belum terlambat bagi saya mengubah kebiasaan komprehensi ini, karena kalau dipikir-pikir, dampak jangka panjang yang saya alami sangat buruk. Dulu, saat SD-SMP, saya dapat menghabiskan novel-novel tebal hanya dalam 2-3 hari, namun sejak SMA saya butuh lebih dari seminggu bahkan untuk buku yang tipis saja, dan belum lama, saat membaca Pendidikan Yang Memiskinkan tulisan Pak Darmaningtyas saja saya butuh 4 hari untuk satu bab karena terbiasa membaca dengan beban "menghafalkan" saya jadi lambat karena melihat angka-angka tahun serasa baca buku pelajaran Sejarah dan mau ulangan - hahahaha.... </p><blockquote><p style="text-align: justify;">Biarkan anak itu membaca dan menjadi tahu, dalam arti, kalau diminta dia bisa menceritakan kembali yang dia telah baca. ~ Charlotte Mason, vol.6, hlm. 261</p></blockquote><p style="text-align: justify;">Jadi, kalau efek jangka panjang yang saya alami sudah seburuk itu, saya tidak bisa membiarkan efek yang sama "merasa bersalah kalau tidak hafal" membebani Keona kelak. Sayapun harus berlatih menahan diri untuk tidak memberi pertanyaan yang bersifat komprehensi mengenai bacaan. Maka kemudian muncul pertanyaan, "kemampuan dasar apa yang perlu dimiliki fasilitator dalam mendampingi anak membaca?" - untuk saya saat ini, hal yang perlu saya latih adalah kemampuan menahan diri bertanya komprehensi tentang bacaan, skill dasar yang kalau saya luput, efek jangka panjangnya besar.</p><table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><tbody><tr><td style="text-align: center;"><a href="https://1.bp.blogspot.com/-kGVoxhbNoMw/YBvgZFIqolI/AAAAAAAAcgg/w_Ds19ZHEOofIokJveKQ8AH-M-NHhLC_QCLcBGAsYHQ/s500/original.jpg" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="499" data-original-width="500" src="https://1.bp.blogspot.com/-kGVoxhbNoMw/YBvgZFIqolI/AAAAAAAAcgg/w_Ds19ZHEOofIokJveKQ8AH-M-NHhLC_QCLcBGAsYHQ/s320/original.jpg" width="320" /></a></td></tr><tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">picture from <a href="https://weheartit.com/entry/226439964" target="_blank">here</a></td></tr></tbody></table><blockquote><p style="text-align: justify;"><br />Perlakukan anak-anak dengan metode ini, akal budi bertemu akal budi; bukan akal budi guru bertemu akal budi anak,–– itu malah berarti mendesakkan pengaruh yang tak semestinya, melainkan akal budi dari para pemikirlah yang harus bertemu dengan si anak, akal budi bertemu akal budi, lewat buku-buku mereka, sementara guru menjalankan peran elegan memperkenalkan akal budi antusias pengarang di satu pihak dengan akal budi antusias anak di pihak lain. ~ Charlotte Mason, vol.6, hlm. 261</p></blockquote><p style="text-align: justify;">Kutipan di atas jadi kesimpulan refleksi saya sore ini - tidak merendahkan kemampuan anak dengan memberi pertanyaan yang bersifat komprehensi dan juga membiarkan anak bertemu guru yang sesungguhnya yaitu si pengarang buku.</p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://1.bp.blogspot.com/-6_ewpsMf0rM/YBvg1HKypcI/AAAAAAAAcgs/liQrBvjZ_OoULCSQycGP3yApk2kza5WIwCLcBGAsYHQ/s434/20200626_120634_0000.png" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="138" data-original-width="434" height="43" src="https://1.bp.blogspot.com/-6_ewpsMf0rM/YBvg1HKypcI/AAAAAAAAcgs/liQrBvjZ_OoULCSQycGP3yApk2kza5WIwCLcBGAsYHQ/w136-h43/20200626_120634_0000.png" width="136" /></a></div><br /><p style="text-align: justify;"><br /></p><p> </p>Gloria Putrihttp://www.blogger.com/profile/05186442506105530182noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5792959745232120376.post-30881641731977134632021-01-28T14:14:00.007+07:002021-01-28T22:56:09.924+07:00Berjalan dalam Iman - KAMISAN 28.01.2021<div class="fullpost">
</div>
<blockquote><p style="text-align: justify;">Kita telah berhenti beriman pada akal budi, dan walaupun kita tidak bicara terus terang bahwa “otak mensekresi pikiran sama seperti liver mensekresi empedu”, tapi tetaplah otak jasmaniah dan bukannya akal budi spiritual yang menjadi sasaran kita dalam pendidikan; karena itu “materi duduk di pelana dan menunggangi umat manusia”, dan kita berbalik mengimani bahwa ide atau pengetahuan tak akan bisa menjangkau akal budi anak-anak. ~ Charlotte Mason, vol.6, hlm. 259-260</p></blockquote><p style="text-align: justify;">Di awal karier saya sebagai seorang guru, saya hanya bermodalkan "suka anak-anak" dan mengimani bahwa anak adalah ember kosong atau kertas kosong. Yang saya tahu dan saya imani waktu itu bahwa sebagai guru, saya berperan menjadi krayon warna - warni yang mengisi si kertas kosong tadi dan berprinsip bahwa jika warna yang saya coretkan tidak baik, maka bekal masa depan anak itupun juga tidak baik. Iman yang salah itu akhirnya membawa saya jauuh dari hakikat anak sesungguhnya yaitu <i>children are born persons</i>. Saya selalu berupaya "menyuapi" anak karena khawatir ilmu pengetahuan yang saya sampaikan tidak dapat menjangkau akal budi mereka, sehingga ceramah panjang dan rentetan kegiatan yang <i>fun</i> akhirnya menjadi modal saya dulu mengajar<i>. </i>Namun kemudian, prinsip tersebut justru membuat saya kelelahan - bagai krayon yang mulai patah, dan sumur yang mulai kering tak bisa lagi mengisi si ember kosong - <i>exhausted</i>. </p><blockquote><p style="text-align: justify;">Namun seorang guru tentu tidak digerakkan oleh kesombongan, melainkan oleh hasrat untuk melayani. ~ Charlotte Mason, vol.6, hlm. 260</p></blockquote><p style="text-align: justify;">Sadar bahwa modal saya "suka anak-anak" kurang untuk menjadi guru, maka saya membuka diri untuk belajar - ditawari berbagai macam pelatihan saya selalu "iya", "mau". Tujuan awalnya memang karena sadar bahwa modal saya kurang, saya ingin memperlengkapi diri untuk dapat melayani anak-anak itu. Sayangnya, tujuan itu waktu itu tidak disertai dengan sikap kerendahan hati. Setelah sadar bahwa "ilmu" yg tadinya untuk memperlengkapi diri berubah menjadi kesombongan, saya butuh dua tahun untuk mendetoks kesombongan - merasa sudah tahu lebih banyak dibanding di awal saya menjadi guru - tahu banyak metode, tahu bahwa anak bukan kertas kosong, dsb. Saya tersesat untuk kedua kalinya. </p><table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><tbody><tr><td style="text-align: center;"><a href="https://1.bp.blogspot.com/-YwOdhQUzqEA/YBLHoLfArEI/AAAAAAAAcSg/FhZdXD5X8O0pFkDCCkKNZ1VPClKKTX8bQCLcBGAsYHQ/s1024/1walk.jpg" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="683" data-original-width="1024" height="266" src="https://1.bp.blogspot.com/-YwOdhQUzqEA/YBLHoLfArEI/AAAAAAAAcSg/FhZdXD5X8O0pFkDCCkKNZ1VPClKKTX8bQCLcBGAsYHQ/w400-h266/1walk.jpg" width="400" /></a></td></tr><tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">picture from <a href="https://weheartit.com/entry/81938167?context_page=4&context_query=shoes+walk+road&context_type=search" target="_blank">here</a></td></tr></tbody></table><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><br /></div><blockquote><p style="text-align: left;"><span style="text-align: justify;">Imanilah akal budi dan biarkan pendidikan menyambar langsung bagaikan petir ke akal budi siswa. Konsekuensinya, buku-buku harus digunakan, karena siapa yang berani menyombong bahwa dia mampu mengajarkan semua mata pelajaran dengan kurikulum lengkap dengan pemikiran yang orisinil dan pengetahuan yang tepat seperti yang ditunjukkan oleh para penulis buku yang menulis tentang bidang yang mereka geluti seumur hidup? </span><span style="text-align: justify;">~ Charlotte Mason, vol.6, hlm. 260</span></p></blockquote><p style="text-align: justify;">Berjalan di jalan yang salah sebanyak dua kali itu melelahkan. Saya harus berputar balik ke jalan awal untuk dapat menemukan jalan yang benar. Kalaupun sekarang sudah mulai berada di jalur yang benar, tetap saja jalannya tertatih karena benturan untuk menjadi rendah hati dan membuka diri untuk menjadi pembelajar abadi membuat langkah yang diambil menjadi tidak ringan - belum lagi usaha untuk mengendalikan diri sendiri yang terus masih harus dilatih. Setiap orangtua memiliki kesulitannya sendiri - saat mendengar Bu Ellen mengatakan hal itupun saya juga merasa bahwa memang kita tidak seharusnya menggunakan alat ukur yang sama untuk membandingkan diri sendiri dengan orangtua yang lain - sama halnya ketika saya memutuskan untuk tidak membandingkan Keona dengan anak lain, karena tentu saja perkembangan tiap anak pasti berbeda. Satu hal yang membuat saya lega adalah saat ini saya memiliki teman seperjalanan sehingga jalan panjang menemani Keona dalam proses belajarnya menjadi terasa lebih ringan. </p><p style="text-align: justify;">Terima kasih kawan-kawan CMid Semarang untuk diskusinya yang menggetarkan jiwa hari ini, </p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://1.bp.blogspot.com/-2aaYH_wj61U/YBLd6siQS7I/AAAAAAAAcS0/bkf2VAVtfvAyKR82LD8psEDpopF8LSqiwCLcBGAsYHQ/s434/20200626_120634_0000.png" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="138" data-original-width="434" height="48" src="https://1.bp.blogspot.com/-2aaYH_wj61U/YBLd6siQS7I/AAAAAAAAcS0/bkf2VAVtfvAyKR82LD8psEDpopF8LSqiwCLcBGAsYHQ/w150-h48/20200626_120634_0000.png" width="150" /></a></div><br /><p style="text-align: justify;"><br /></p><p style="text-align: justify;"><br /></p>Gloria Putrihttp://www.blogger.com/profile/05186442506105530182noreply@blogger.com0