Dikatakan bahwa pengetahuan datangnya dari karunia Allah (Charlotte Mason, vol.6, hlm.322), orang-orang Florentine pada masa itu percaya bahwa ada Tiga Kebajikan Injili (iman, pengharapan, dan kasih), juga ada Empat Kebajikan Utama (kesederhanaan, keadilan, hikmat, ketabahan) di bawahnya, serta kepercayaan akan roh Allah memiliki kuasa untuk mengajar, setiap ide bersumber dari Illahi.
Setuju atau tidak, namun ini beberapa manfaat saat kita percaya bahwa pengetahuan bersumber dari Illahi:
Yang pertama, ada ketenangan dan perasaan lega saat kita tahu bahwa pengetahuan dibagikan kepada kita sesuai dengan kesiapan kita.
Yang berikutnya adalah tidak ada lagi mengkotak-kotakan pengetahuan berdasarkan kesakralannya (sakral atau sekuler), seberapa besar pengetahuan itu (atau seberapa sepelenya pengetahuan itu), juga praktis dan teoritis - karena semua pengetahuan bersifat suci dan dibagikan sesuai kesiapan masing-masing individu untuk menerimanya. Semua pengetahuan penting, tidak ada yang lebih penting dari yang lainnya karena pengetahuan itu sebuah kumpulan kesatuan yang besar (bukan potongan kecil-kecil) yang keseluruhannya indah mencangkup Allah, manusia, dan alam semesta.
Manfaat yang ketiga yaitu bahwa pengetahuan dan akal budi ibarat paru-paru dan udara - tanpa pengetahuan, akal budi tidak dapat bertumbuh, lemah, dan kemudian mati. Maka, kita butuh pengetahuan itu, orangtua tidak dapat memilihkan jenis pengetahuan tertentu saja yang boleh diterima akal budi anak, semua pengetahuan layak masuk sesuai porsinya.
Lalu apakah itu berarti pengetahuan tentang yang buruk juga perlu diberikan?
Manusia dianugrahi akal budi untuk menimbang, kita tidak dapat menghindarkan anak-anak dari hal-hal buruk, tapi bukan berarti hal tersebut harus diajarkan, alih-alih mengajarkan hal itu, orangtua dapat membantu anak untuk memiliki kemampuan berefleksi tentang hal baik/buruk itu.
Tidak boleh membatasi pengetahun bukan tentang menjadi asal-asalan "asal pengetahuan diberikan" tidak memilah mana yang baik dan buruk, tidak boleh membatasi maksudnya adalah anak-anak berhak menerima asupan pengetahuan yang baik sebanyak yang mereka mampu terima, contoh membatasi misalnya seperti ini, ada orangtua yang musisi kemudian mereka membatasi anak-anak mereka hanya boleh menerima pengetahuan tentang musik saja dengan mengesampingkan pengetahuan lainnya.
Lalu apakah mungkin terjadi "over asupan pengetahuan"?
Tidak akan terjadi "over pengetahuan" itu karena pada dasarnya pengetahuan adalah sesuatu yang diserap, bukan ditimbun, dan akal budi akan menerima pengetahuan yang siap diterima.
Yah, begitulah, dibuat berpikir dan bertanya-tanya lagi oleh Ibu Charlotte Mason, terima kasih diskusinya kawan-kawan.... Happy Thursday,