Preeklampsia adalah sindrom yang ditandai dengan tekanan darah tinggi, kenaikan kadar protein dalam urin (proteinuria), dan pembengkakan pada tungkai (edema). Pre-eklampsia dialami oleh ibu yang sedang hamil, terutama pada ibu muda yang baru pertama kali hamil. Penyebab pasti pre-eklampsia belum diketahui, sehingga masih sulit untuk dicegah kemunculannya. Jika pre-eklampsia bertambah parah pada masa kehamilan, maka akan menyebabkan eklampsia yang berujung pada kematian. (sumber : Wikipedia.com)
pict. from here |
Dulu saat pertama kali mendengar tentang eklampsia atau pre eklampsia, saya masih kuliah dan tidak pernah terpikir dalam benak saya akan mengalaminya saat saya hamil. Hanya baca informasinya sesaat dan tak mengambil pusing dengannya karena saya piker, “ahhhh, saya gak akan begitu”.
15 Februari 2016, saat saya kontrol bulanan kehamilan saya, bidan dikejutkan dengan tensi saya yang tinggi 150/100. Saya diberi obat penurun tensi dan disuruh beristirahat. Bidan belum berani mengatakan apa apa karena menurutnya bisa saja itu efek saya kelelahan pulang bekerja, sehingga saya diminta untuk datang lagi kontrol tensi esok paginya. Malam saat tidur, saya merasakan pusing yang teramat sangat, muntah dan lemas. Si Ranger Merah kebingungan dan hanya bisa membuatkan saya susu sambil memijati kepala saya yang berputar putar. Esok paginya,saya kontrol lagi ke bidan, kali ini saya yang terkejut karena tensinya bukan turun tapi malah menjadi 160/100. Bidan meminta saya untuk tes urin saat itu dan hasilnya positif 1 protein dalam urin, ada kebocoran protein dalam urin saya. Kemudian saya di rujuk ke Rumah Sakit terdekat untuk ditangani dokter, karena sudah jelas penyebab tensi tinggi saya adalah Pre-Eklampsia.
Oleh dokter saya diminta untuk beristirahat saja (sehingga sekarang saya sudah mengambil cuti hamil-melahirkan) kalau tidak mau rawat inap lagi, juga diminta untuk mengkonsumsi banyak makanan mengandung protein tinggi termasuk susu pertumbuhan anak anak (well, sehari saya bisa minum susu sebanyak 3 gelas), martabak manis, daging dagingan dan banyak lagi. Harapannya adalah supaya protein yang terbuang dapat tergantikan sehingga janin di dalam rahim saya mendapat asupan protein yang cukup.
Ada beberapa kemajuan setelah 2 minggu bolak balik rumah sakit, tensi saya stabil 110/70, kaki tidak lagi bengkak, dan yang paling membahagiakan adalah si bayi calon anak saya ini menerima asupan protein dan nutrisi (saya sendiri sebenarnya sudah mau muntah karena makan terus) sehingga berat badannya bertambah 0,4kg (cukup baik meski belum masuk ke berat ideal), ketuban membaik, hanya plasenta saja yang tidak dapat diperbaiki.
Dokter bilang, akan ada evaluasi pada minggu ke 36/37 (akhir bulan Maret 2016 ini), jika janin masih terus bertambah beratnya maka dokter akan mempertahankan hingga usia kandungan 40 minggu. Jika tidak, maka saya harus melahirkan lebih awal dari rencana semula.
All is well. Saya hanya berharap semua yang terbaik yang terjadi untuk saya dan bayi ini.
Apapun akan saya lakukan untuk mempertahankannya (walau harus menahan muntah karena kebanyakan makan).
Apapun akan saya lakukan untuk mempertahankannya (walau harus menahan muntah karena kebanyakan makan).
Doakan kami teman-teman (karena sesungguhnya, saya takut)
PS : saya masih akan menulis lagi, maaf ya sudah absen lama sekali :) glad to be back here again.