The unexamined life is not worth living. ~ Socrates
..................................................................
Happy New Year !!!
Ini post pertama saya di tahun 2019. Akhirnya bisa mampir lagi
setelah berkutat dengan “dunia nyata” yang selalu saya dambakan ketika dulu
hanya sibuk di “dunia maya”.
Tahun ini, setelah pada tahun sebelumnya saya bertemu dengan
banyak orang (yang menurut saya berada dalam frekuensi yang sama), saya (si
tukang mikir ini) memutuskan untuk belajar selalu merefleksikan semua yang saya
pikirkan, tidak berhenti sampai hanya dipikirkan, tapi kembali ke kebiasaan lama
untuk merenungkannya. Jika ada dari teman sekalian yang suka
berefleksi juga, mari saya ajak untuk kita memikirkannya bersama.
Well, singkatnya, beberapa hari yang lalu, saya berefleksi
setelah melihat acara TV tentang memasak. Dalam acara itu, ada beberapa peserta
lomba memasak yang dinilai gagal mengeksekusi tantangan sehingga mereka yang
gagal ini (ada 6 orang) diminta untuk mengikuti pressure test yang mana
mereka harus memasak dengan bahan yang unexpected dan alat seadanya dalam
waktu hanya 60 menit saja. Dalam pressure test tersebut, ada 2 peserta yang
melakukan “kesalahan”. Kesalahan mereka sama, yaitu ayam dan bebek yang mereka
masak BELUM MATANG. Reaksi kecewa juri dan peserta lain membuat saya berpikir,
mereka beberapa kali mengatakan bahwa kedua orang yang gagal dan pulang ini
adalah orang-orang dengan POTENSI baik, yang sebenarnya hanya melakukan “KESALAHAN
KECIL” saja. Kalau dari kacamata orang biasa, memang kesalahannya “HANYA” pada
inti masakan yang tidak matang, padahal yg lain makanannya ga istimewa tp
kenapa lolos?
Kemudian saya teringat tentang “HABIT OF PERFECT EXECUTION”
yang memang baru-baru ini saya highlight (karena sayapun merasa saya masih
butuh belajar menerapkan hal ini). Perfect execution tidak sama dengan being
perfectionist, OCD, atau nilai 100. Jika kita merelasikannya dengan acara TV
tentang memasak ini, perfect execution itu tentang mengerjakan sesuatu dengan
SEBAIK-BAIKNYA. Baik itu ukurannya apa? Ukurannya adalah POTENSI DIRI. Jadi,
definisi habit of perfect execution dr hasil refleksi saya adalah MELAKUKAN
SESUATU SEBAIK-BAIKNYA sesuai dengan POTENSI diri. Maka, ini berarti untuk
memunculkan “Habit of Perfect Execution” ini, yang pertama dilakukan adalah
mengukur potensi diri sendiri terlebih dahulu. Jika kita tahu dan sadar bahwa
potensi itu belum (atau tidak ada) ada, maka sama saja dengan bunuh diri jika
kita memaksakannya. Sehingga ada baiknya bagi kita untuk memapukan diri
terlebih dahulu, memunculkan potensi, supaya dapat melakukan habit of perfect
execution ini.
Chef juri dalam acara TV tersebut kecewa karena dua orang
yang gagal dan pulang adalah orang yang sesungguhnya memiliki POTENSI, mereka
mampu, namun eksekusinya TIDAK MAKSIMAL. Saya sempat berdiskusi dengan suami mengenai
waktu memasak yang menurut suami sangat pendek. Namun coba bandingkan dengan
peserta lain yang mampu membuat masakannya matang dalam waktu yang sama. Jadi sesungguhnya
waktu bukanlah excuse untuk tidak mengerjakan tugas sebaik-baiknya jika
memang kita punya POTENSI. Sama halnya dengan deadline pekerjaan misalnya,
bukan berarti karena deadline yang mepet membuat tugas dikerjakan asal-asalan
hanya demi memenuhi deadline saja kan?
Maka, akan menjadi wajar jika orang lain yang sudah melihat
potensi kita menjadi kecewa ketika kita tidak mengerjakan tugas dengan
sebaik-baiknya. Kecewa karena sudah expect sesuatu dari kita dengan potensi
yang kita miliki, tapi kita tidak memenuhi ekspektasi tersebut. Rasa kecewa
tersebut dapat berupa omelan, surat peringatan, dan lain-lain.
Renang pertama Keona di usia 3 tahun :) |
Saya bukan ibu yang sempurna yang selalu memaksimalkan
potensi. Tapi sebuah pengingat saya putar selalu “jika saya tahu hal yang benar
namun tidak melakukannya, maka saya berdosa”, sehingga proses belajar menggali
potensi tersebut akan menjadi bermakna karena saya ingin melakukan yang benar
dengan sebaik-baiknya. Semoga refleksi ini dapat membuat hari-hari kita menjadi
lebih baik.
Terima kasih
Selamat malam
PS: berikut saya post beberapa foto liburan dua minggu yang
lalu ke Jogja saat merayakan ulang tahun Keona.
dan dia sudah berani |
tiup lilin di samping kolam hotel, one of her bucket list |