February 23, 2023

Live the Life to the Fullest - narefleksi KAMISAN, 9 dan 23 Februari 2023

Membaca judul bagian V dari volume VI ini tentang Pendidikan dan Kepenuhan Hidup membawa saya pada sebuah kata yang akhir-akhir ini populer - YOLO.

YOLO yang merupakan singkatan You Only Live Once sebenarnya sejalan dengan istilah carpe diem yang berarti seize the day atau live to the fullest yang merupakan ajakan untuk menjalani hidup sepenuhnya, serta mencoba banyak hal baru dalam hidup (take every opportunity). Selain definisi mengambil semua kesempatan, YOLO juga dapat menjadi alasan atas perilaku "bodoh" yang pernah dilakukan (or to excuse something stupid that you have done). (sumber definisi dari sini)

Sayangnya pengertian ini disalahartikan oleh banyak orang menjadi hidup semaunya, sesukanya, tak jarang malah menimbulkan kerugian untuk orang tersebut hingga orang di sekitarnya. Alih-alih mengisi hidup dengan mencoba hal baru yang positif, YOLO digunakan untuk alasan atas perilaku semaunya seenaknya live my life to the fullest dengan pembenaran "Lha wong urip mung sepisan koq digawe angel!" atau "Hidup cuma sekali, yaudah lah puas-puasin!".

pict. from here

Lalu bagaimana untuk mendapatkan kepenuhan hidup ala Charlotte Mason?

Saya menghighlight beberapa poin dari empat paragraf pertama bagian lima volume enam ini dituliskan bahwa untuk dapat hidup dengan kepenuhan hidup, kita tetap dapat menjalani banyak hal, mencoba banyak hal dengan memperhatikan hal berikut :

1. tidak merugikan kepentingan umum, tidak mengorbankan sesamanya (kalau merugikan kepentingan umum saja tidak dianjurkan, maka jika hal tersebut merugikan diri sendiri juga mestinya bikin mikir sih ya, kan diri kita juga bagian dari masyarakat umum) 

2. menikmati prosesnya, tidak hanya berorientasi pada hasil karena kegembiraan-kegembiraan yang dihasilkan dari proses akan sesuatu juga dapat membuat kita merasakan kepenuhan hidup

Semuanya itu tentu saja tetap berlandaskan pada pengetahuan yang didapatkan dari pengenalan akrab terhadap sesama, alam dan penciptanya yang disajikan dalam bentuk sastrawi sebagai nampan peraknya (pernah tulis soal nampan perak ini di sini).

Akhirnya, obrolan ngalor ngidul soal rumah makan padang pun membuat saya merasa kepenuhan bahagia dengan membayangkan rendang dan kuahnya di atas nasi panas yang mengepul, jadi lapar :D

October 27, 2022

Pengetahuan dan Akal Budi - KAMISAN 13 dan 27 Oktober 2022

Dikatakan bahwa pengetahuan datangnya dari karunia Allah (Charlotte Mason, vol.6, hlm.322), orang-orang Florentine pada masa itu percaya bahwa ada Tiga Kebajikan Injili (iman, pengharapan, dan kasih), juga ada Empat Kebajikan Utama (kesederhanaan, keadilan, hikmat, ketabahan) di bawahnya, serta kepercayaan akan roh Allah memiliki kuasa untuk mengajar, setiap ide bersumber dari Illahi.

Setuju atau tidak, namun ini beberapa manfaat saat kita percaya bahwa pengetahuan bersumber dari Illahi:

Yang pertama, ada ketenangan dan perasaan lega saat kita tahu bahwa pengetahuan dibagikan kepada kita sesuai dengan kesiapan kita.

Yang berikutnya adalah tidak ada lagi mengkotak-kotakan pengetahuan berdasarkan kesakralannya (sakral atau sekuler), seberapa besar pengetahuan itu (atau seberapa sepelenya pengetahuan itu), juga praktis dan teoritis - karena semua pengetahuan bersifat suci dan dibagikan sesuai kesiapan masing-masing individu untuk menerimanya. Semua pengetahuan penting, tidak ada yang lebih penting dari yang lainnya karena pengetahuan itu sebuah kumpulan kesatuan yang besar (bukan potongan kecil-kecil) yang keseluruhannya indah mencangkup Allah, manusia, dan alam semesta.

pict. from here

Manfaat yang ketiga yaitu bahwa pengetahuan dan akal budi ibarat paru-paru dan udara - tanpa pengetahuan, akal budi tidak dapat bertumbuh, lemah, dan kemudian mati. Maka, kita butuh pengetahuan itu, orangtua tidak dapat memilihkan jenis pengetahuan tertentu saja yang boleh diterima akal budi anak, semua pengetahuan layak masuk sesuai porsinya.

Lalu apakah itu berarti pengetahuan tentang yang buruk juga perlu diberikan?

Manusia dianugrahi akal budi untuk menimbang, kita tidak dapat menghindarkan anak-anak dari hal-hal buruk, tapi bukan berarti hal tersebut harus diajarkan, alih-alih mengajarkan hal itu, orangtua dapat membantu anak untuk memiliki kemampuan berefleksi tentang hal baik/buruk itu.

Tidak boleh membatasi pengetahun bukan tentang menjadi asal-asalan "asal pengetahuan diberikan" tidak memilah mana yang baik dan buruk, tidak boleh membatasi maksudnya adalah anak-anak berhak menerima asupan pengetahuan yang baik sebanyak yang mereka mampu terima, contoh membatasi misalnya seperti ini, ada orangtua yang musisi kemudian mereka membatasi anak-anak mereka hanya boleh menerima pengetahuan tentang musik saja dengan mengesampingkan pengetahuan lainnya. 

Lalu apakah mungkin terjadi "over asupan pengetahuan"?

Tidak akan terjadi "over pengetahuan" itu karena pada dasarnya pengetahuan adalah sesuatu yang diserap, bukan ditimbun, dan akal budi akan menerima pengetahuan yang siap diterima.


Yah, begitulah, dibuat berpikir dan bertanya-tanya lagi oleh Ibu Charlotte Mason, terima kasih diskusinya kawan-kawan.... Happy Thursday,



August 11, 2022

Tuhan Tahu Isi Hatiku - Refleksi Kamisan, 11 Agustus 2022

Seandainya memutuskan sebuah perkara sesimpel memilih buku apa yang akan dibaca hari ini...
pict from here

tentang paragraf terakhir Charlotte Mason volume 6, halaman 320
--------------------------------------------------
Aku sering bergumul dalam hatiku
Benarkah ini, salahkah aku?
Pagi ini pun aku serasa dikuliti
Oleh sebaris paragraf yang kubaca

Aku takut melangkah
Aku takut jalanku salah
Aku takut pilihanku tak benar
Aku takut
Aku takut
Aku takut
Banyak takutku

Sering aku berpikir,
aku mau seperti ini
tapi kadang aku merasa ada tembok yang bernama realita berdiri kokoh di depanku

Aku tahu kalau manusia hidup tidak hanya dari roti saja
Aku tahu kalau manusia butuh spiritualitas di hidupnya
Tapi aku juga tahu bahwa untuk hidup aku butuh roti
apakah aku hidup untuk mencari roti saja?

Aku takut
Takut kalau kebutuhanku mencari roti saja membuatku lupa akan esensi jadi manusia
Aku takut

Tapi aku lega saat aku tahu bahwa manusia hanya dapat melihat perilaku tanpa tahu motivasi seseorang
Aku takut perilakuku salah
Tapi aku lega saat mendengar hanya manusia masing-masing yang dapat menilik motivasinya

Aku butuh roti,
tapi aku lega Tuhan tahu isi hatiku
Tuhan tahu motivasiku


Aku lega,




-------------------------------------------
note : aku selalu takut, apakah yg kukerjakan ini baik dsb, tapi lega saat mendengar c Lydia dalam diskusi bilang "ya orang kerja, dapat upah untuk hasil pekerjaannya kan", itu mengingatkanku lagi atas perkataan alm. papa yg kasih pesan di hari pertamaku bekerja "Jangan kerja karena uang, nikmati pekerjaannya, kalau kamu menikmatinya, dan pekerjaanmu serta skill mu bertambah, UANG AKAN MENGIKUTI dengan sendirinya."... dan dengan pernyataan mba Tiur bahwa kita bisa melihat perbuatan seseorang, tapi kita tidak bisa tau motivasinya selain orang itu sendiri, aku legaaaa....Thanks all, diskusinya melegakan.......

July 28, 2022

"Apa Untungnya Buatku?" - KAMISAN, 14 dan 28 Juli 2022

Dua minggu yang lalu, bahasan sains masih berlanjut. 
Namun, lebih sering kita mendapati sains itu dingin, tidak membuat kita terinspirasi; kegunaan dari temuan-temuan ilmiah tidak memantik keluhuran dalam diri kita, meskipun sangat memikat dan terasa mendesak godaannya bagi hasrat-hasrat rendahan kita. Namun yang salah bukanlah sains itu sendiri - secara religius, bisa kita bilang sains sebagai modus pewahyuan kebenaran yang dikaruniakan pada generasi kita? - melainkan cara kita mempresentasikan sains lewat fakta dan angka dan demonstrasi yang maknanya bagi audiens betul-betul sebatas pernyataan ilmiah itu saja, tanpa pernah mepertunjukkan keajaiban dan agungnya cakupan makna dari hukum alam yang disingkapkannya. ~Charlotte Mason, vol.6, hlm.318

Sains nya ga salah, gapapa loh belajar sains, tapi di sini Charlotte Mason menegaskan bahwa menjadi salah jika cara belajarnya hanya berfokus pada fakta, angka, dan demonstrasi saja tanpa menunjukkan keajaiban alam semesta karena sejatinya selain menjadi sebuah ilmu, sains itu sendiri disebut sebagai sarana untuk menyampaikan kebenaran hukum alam. Indah banget ya penggambaran bu Charlotte soal sains ini.

Hari ini, bahasan itu semakin diperdalam lagi.

bahwa kita semua ikut bersalah bahkan untuk pelanggaran yang dilakukan individu tertentu; dan sedikit banyak kita meyakini omongan itu karena para leluhur kita telah mengatakannya; demikianlah dulu para nabi merendahkan diri mereka di hadapan TUHAN, dan meratapi dosa bangsanya sebagai dosanya sendiri yang amat besar. Kita pun merunduk saat menerima hajaran, tapi sejatinya sikap kita masih kabur dan, dalam hal ini, tidak tulus. ~Charlotte Mason, vol.6, hlm.318-319

Kosong, disebutkan bahkan moment pertobatan sudah terasa jadi cuma rutinitas saja cuma tradisi - merunduk menerima hajaran tapi sikapnya tidak berubah karena tidak tulus.

Maka proses belajarpun juga diibaratkan serupa - cuma sebagai tradisi turun temurun diterima ilmunya, sudah cukup. Kehampaan melahirkan kehampaan, begitu tulis Charlotte Mason pada paragraf berikutnya, maka tradisi "kosong" seperti ini ya terus berlanjut dari generasi ke generasi. Manusia semakin lupa bahwa hidup bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan jasmani saja (dalam bacaan disebut soal "roti"), tidak lagi menganggap penting nilai apapun kecuali uang, anak muda tak lagi punya visi, "selama ada uang di dalamnya" hayuklah kerjakan, apa itu renjana? Kalau tidak menghasilkan uang, buat apa.

selama ada uang di dalamnya! pict. from here

Semua hal dilihat dari materinya "Apa untungnya buat aku?", kalau tidak menguntungkan ya sudah buang jauh jauh hal itu. Rasanya miris saat membaca bagian berikutnya yang membahas soal serikat pedagang yang awalnya memiliki watak cara kerja yang fair, transaksi yang jujur dan setia pada perjanjian pun pada akhirnya luntur karena dominasi gilda dagang yang menganggap hal itu tidak berguna dan lenyap di dalam tong sampah (vol.6, hlm.320). Kemudian rasa miris itu berubah jadi refleksi diri. Teringat beberapa waktu yang lalu menonton drama Korea, ada satu episode saat si pengacara sadar bahwa klien yang ia bela ternyata salah dan hanya mengejar keuntungan pribadi. Walaupun kliennya kalah waktu itu, tapi dia merasa bersalah dengan lawan karena meskipun lawan menang, lawan mengalami kerugian lewat kasus hak cipta mesin ATM itu, padahal sebelumnya pihak lawan sempat berusaha mengajaknya bicara, bertanya apakah kamu nantinya hanya mau jadi pengacara yang sukses di lapangan atau pengacara yang mengungkap kebenaran. Dia sedih karena akhirnya dia "kalah" bukan dari segi materinya, tapi ia kalah karena tidak bisa memperjuangkan kebenaran itu.

Sebenarnya mau di sektor apapun yang namanya realita "butuh uang" itu pasti ada, tapi tinggal bagaimana kita melatih diri (dan anak) untuk menjadi tuan atas uang bukan sebaliknya. Segalanya butuh uang, tapi uang bukan segalanya. 

Ga gampang, tapi jika dijalani dengan benar sesuai prinsip-prinsip kebenaran, benturan realita dapat kita hadapi, SEMANGAT..


 

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...