Di matanya, bahkan dia jauh lebih indah. Radith bingung, sampai kapan ia harus tak jujur, berkata tidak di balik iya ketika setiap kesempatan datang untuknya dan Puti.
"Sudah terlambat, Ky", ujar Radith. "Payah lo man!!" timpuk Oky, sahabat Puti yang juga menjadi tempat keluh kesah Radith mengenai Puti. "Tapi gak bisa juga, lu bayangin aja, dianya uda punya cowo, terus kemaren malah cerita mau merit segala, sinting kali ya kalo gw tau-tau dateng bilang, Put gw sebenernya sayang sama lo, tapi terlalu bodoh untuk mengakuinya", timpal Radith.
"Ya ga bisa begitu juga kali man...lagian lu ye bodoh banget masa bisa sih dari SMA gitu? kan waktu itu gw uda nyuruh lo nembak Puti, kan lu tau sendiri kalo gw yang temen sebangkunya aja sering banget dicurhatin dia tentang lo, gemes gw ya sama lo berdua! Mana pake nge sms dia bilang lo lagi jatuh cinta sama cewe pula, kan jadi bikin dia salah paham", omel Oky, "trus kalo uda gini, repot kan lo? kalo saran gw lo harus tetep jujur, bagaimanapun ngga enaknya hasilnya, yang penting perasaan lo ga mentok sampe disitu."
Di jalan, di atas motornya, Radith terus memikirkan kata kata Oky, merapatkan motornya dan,
"Put, aku lagi pulang nih, lagi dimana sekarang? ketemuan yuk?" Tak lama untuknya menanti balasan pesan singkatnya, ketika tiba-tiba, ponselnya berbunyi lagi, sebuah pesan singkat masuk, "kebetulan, aku lagi di kafe kayak biasa, menyepi, tapi mungkin seru kalo ada kamu, kesini aja, masih inget kan tempatnya?"
Tak membalas pesannya, Radith memasukkan HP ke sakunya, bergegas memacu motornya ke kafe yang dia kenal betul tempatnya. "Puti pengen banget ditembak cowo di kafe tempat dia suka menyendiri itu", bayangan dan kata-kata Oky dulu terlintas dalam benaknya.
Mengesampingkan ego dan malunya, Radith melangkah memasuki kafe, di sudut, dia melihat cewe mungil berkacamata putih sedang terpaku pada laptopnya, "Puti", ujarnya dalam hati dengan penuh kerinduan.
"Hai Put", sapaan Radith membuat Puti yang sedang asyik mengetik terkejut. "Eh, sini Dith duduk, mau pesen apa?" menutup laptopnya, Puti memanggil pelayan. "Moccachino Float satu ya," pesan Radith kepada pelayan yang kemudian pergi meninggalkan mereka berdua lagi, dalam temaram lampu kafe.
"Jadi, lagi ngapain sekarang di sini? nengokin orangtua?" tanya Puti. "Iya, Paskahan Put, kamu? koq ga bosen-bosen sih duduk lama lama di sini? tar tambah tebel loh kacamatanya," goda Radith seraya menunjuk kacamata Puti yang kian tebal saja sekarang. "hehehe, gapapa, terkadang menyenangkan diri sendiri itu perlu, termasuk menghilang dari keramaian." "Kamu gak banyak berubah ya Put? Masih saja seringkali sibuk dengan duniamu sendiri." "Kata siapa? Ngga koq, aku juga suka nongkrong bareng temen temen, ya kayak sekarang gini", Puti tertawa renyah menanggapi Radith yang kini semakin kalut dengan pikirannya sendiri, "teman? sepertinya memang keadaannya sudah berubah sekarang. Aku hanya dianggapnya teman."
"Dith," Puti mengayun ayunkan tangannya di depan wajah Radith, "floatmu meleleh tuh ditinggal melamun." Tersenyum kepada Puti, Radith menyendok floatnya dan berjanji untuk sekali lagi menyimpan rasanya, "bukan sekarang," teriaknya dalam hati.
...
Terakhir kali posting unspoken love, saya bilang malas melanjutkan, memang, tapi tiba-tiba ada ide menulis yang sayang kalau tak tertuang di sini. So, enjoy..
.glo.
pict. from http://www.flickr.com/photos/candicejeanl/6918431253/in/photostream
Published with Blogger-droid v2.0.4