Prinsip otoritas dan ketaatan harus dibatasi oleh respek pada kepribadian anak. Otoritas bukanlah lisensi untuk menyakiti anak. Orangtua dilarang mempermainkan rasa cinta, rasa takut, sugesti, atau kharisma, atau hasrat – hasrat alamiah anak lainnya. ~ Butir keempat dari 20 butir filosofi pendidikan Charlotte Mason
…
Keona yang sedang memotret papa mamanya waktu liburan beberapa minggu yang lalu. |
Dalam bukunya, bu Ellen menulis :
Charlotte mengkritik keras orangtua yang menyelewengkan otoritasnya. Otoritas, kata Charlotte, seharusnya diabdikan untuk memberi manfaat dan melayani kepada pihak yang berada di bawah otoritas itu. “Orangtua yang sewenang-wenang, yang rewel, yang menuntut sikap hormat dan ketaatan semata-mata karena dia adalah orangtua, demi kebanggaan dan kesombongannya sendiri, sama payahnya dengan orangtua yang (tidak bisa menjalankan otoritas sama sekali dan) menghamba kepada anak-anaknya” (Vol. 2, hlm. 13).
Batasan yang jelas terhadap otoritas orangtua adalah kedudukan anak sebagai pribadi yang unik, istimewa, dan berharga. Menaruh respek pada kepribadian anak berarti orangtua secara tulus memberi ruang kepada anak untuk menjadi dirinya sendiri, menghargai hak anak untuk memilih dan menjadi individu yang autentik. Orangtua melanggar batas – batas otoritasnya jika mulai memanipulasi rasa takut anak (“Kalau kamu ga nurut, mama ga sayang lagi sama kamu!”), rasa cinta atau kekaguman anak terhadapnya (“kalau kamu sayang mama, nurut dong!”), dst.
~ Cinta Yang Berpikir, halaman 24 dan 26
…
Jika membaca buku tulisan bu Ellen secara utuh, saya
merefleksikannya dengan perilaku orangtua (mungkin saya pun masih sesekali
begitu) yang “memanfaatkan” cinta anak untuk meMENANGkan kepatuhan mereka.
Belum sampai di situ karena yang menggangu pikiran saya
adalah ketika saya merelasikan butir keempat tadi dengan relasi saya dengan
orang dewasa (tidak hanya dengan anak-anak). Hal ini kemudian membawa saya pada
ingatan menonton episode MasterChef (baca kisahnya di sini) beberapa minggu
yang lalu ketika dua peserta harus keluar karena inti dari masakan mereka
(daging ayam dan bebek) belum matang. Jika dirunut, kesemua butir filosofi ini
sebenarnya membantu kita menjalankan kebiasaan-kebiasaan baik, seperti misalnya
habit of perfect execution yang saya bahas pada post sebelum ini.
Ada seorang peserta lain yang saya perhatikan, yaitu Rama.
Saat juri sedang menilai hasil masakan dua peserta yang dagingnya belum matang
tersebut, Rama berkata hal semacam “wah kalau dia lolos padahal dagingnya belum
matang, besok lagi saya bakal masak enak tapi dagingnya ga perlu matang gapapa”.
Statement tersebut sudah mengganggu saya untuk lebih dari seminggu saya
pikirkan. Mari berefleksi, berapa dari kita yang masih suka “aku bakal begitu,
kalau kamu begini”?
Butir keempat filosofi Charlotte Mason ini menjawab sudah
kegundahan hati saya saat mendengar statement Rama tersebut. Ketaatan/
kepatuhan/ kebaikan/ habit tertentu TIDAK BOLEH TERPENGARUH pada perilaku orang
lain, let me simplify, kalau mau baik ya baik aja ga usah nunggu orang lain
baik dulu. Rama kalau mau baik, mau masak dengan sempurna, ya buat aja
sempurna, ga perlu terpengaruh sama hasil orang lain yang mungkin ga sempurna
tapi diterima. In addition, kita tidak boleh menjadikan “ketidaksempurnaan”
orang lain untuk menjadi “excuse” kita agar bisa “ikutan” tidak sempurna juga.
Contoh, di tempat kerja (yang lama), suami hanya berdua saja di kantor dengan
partmernya karena itu adalah kantor cabang. Tidak ada bos, teman kantor yang
satu-satunya sering telat, menggoda sekali untuk suami ikut-ikutan “ga patuh”
dan ikut terlambat. Tapi waktu itu, suami memilih untuk tetap datang tepat
waktu dengan alasan sederhana yang dia bilang “ya neg aku mau ontime ya ontime
aja, ngopo ngenteni mas *** ontime sik” (translate : ya kalau saya mau datang
tepat waktu ya tepat waktu aja, ga perlu menunggu si teman kantor untuk datang
tepat waktu juga.).
Conclusion : kalau kita sudah punya metal “GA TERPENGARUH”
dengan perilaku orang lain ini, mau habit dan kebiasaan baik apapun pasti tidak
akan sulit dilakukan.
So, readers be good all the time to all people no matter
what.
Xoxo,
PS : kemarin saya dapat mention di akun Instagram saya dari seorang reader blog saya ini. Terima kasih buat semua yang sudah baca tulisan - tulisan saya ini, semoga tulisan saya bisa terus bermanfaat buat teman-teman ya :)