"paaa, gentengnya bocorr"
"lohh, ngapain pa bawa-bawa tangga?"
Papa hanya diam sambil terus menggotong tangga pinjaman tetangga, lalu memasangnya tepat di genteng yang kami kira bocor.
"ohhh, itu pa yang bocor kayaknya di sebelah situ", aku asik menunjuk saja sambil melihat papa membetulkan genteng.
Papa melihatku, tersenyum, menggeser letak genteng yang kami kira bocor itu. Aku, memperhatikan papa membetulkan genteng, dan berpikir, "pa, kok ada yang aneh ya?"
Papa tidak menjawabku, sekali lagi hanya melihat lalu tersenyum.
"Papa, koq lengan kirinya kempes? bengkaknya karena kanker kok ilang?" tiba-tiba aku tersadar akan keanehan yang kulihat.
Dan sekali lagi, aku hanya menerima senyuman papa saja.
...
Terbangun pada pukul tiga dini hari, ternyata hanya mimpi. Papa, ini sudah kesekian kalinya papa datang ke mimpi saya. Senang melihat senyumnya, yang kemudian saya sadari tidak akan pernah ada lagi.
Baru beberapa hari yang lalu saya berpikir, "seandainya ada papa, mungkin semua benda-benda yang rusak ini tidak akan rusak." TV rusak, dispenser rusak, genteng bocor, dan mungkin masih ada lagi yang saya terlupa.
Sempat tepikir, mungkin papa hanya dinas keluar kota sebentar, dan akan pulang lagi, saat saya berteriak, "paaaa, gentengnya bocorr".
Tapi tidak, papa benar-benar sudah sembuh di sana, tidak ada lagi kanker yang membuat papa sakit, dan tidak akan pernah kembali lagi. Ini hanya persoalan hati, yang terkadang masih merasa papa ada, mungkin saya yang masih "sakit".
picture from here |
"Put, mungkin kita bisa ajak Sasha ikut nonton konsernya juga," mama bersemangat sekali menerima pemberian tiket konser pemberian teman-teman, "eh, tunggu ding, jangan bilang Sasha dulu, ini kayaknya cuma pas buat kita berlima, mama, kamu, Otte, Demi, pa....", mama berhenti pada kalimatnya, yang saya tahu sekali kalau mama akan menyebut kata "papa". "ehh, yaudah deh, kamu telpon Sasha aja, dia bisa pake tiket kelima ini," mama tersadar akan kekeliruannya.
Ternyata kami berdua, saya dan mama salah, karena kenyataannya papa sudah tidak ada.
PS :
Terimakasih banyak untuk teman (sekaligus silent reader blog ini) yang berbaik hati memberi kami tiket konser orchestra yang mahal itu. Mama bersemangat sekali, dan senang melihat senyum mama tadi malam di sepanjang konser.
Hanya masih ada yang mengganjal, seandainya papa juga bisa ikut menonton dengan kami, mungkin akan lebih membahagiakan lagi, karena papa suka sekali jenis musik orchestra itu.
Besok-besok, ajak kami lagi menonton orchestra yaaa, saya suka kok jenis musik itu (sempat dikira hanya penikmat musik rock saja), apalagi biolanya :) seperti yang sudah saya pernah ceritakan di sini.
Semua alat musik itu, apalagi biolanya, akan selalu mengingatkan saya kepada papa, yang selalu saya cinta.