Baru dua hari yang lalu, seluruh rakyat Indonesia merayakan Hari Kemerdekaan, dalam bacaan hari ini saya sedikit merelasikannya dengan peristiwa besar Bangsa Indonesia ini ya.
Namun kita bukannya tanpa harapan. Suatu ladang menakjubkan telah dibukakan bagi kita; ribuan anak di sekolah-sekolah kita menunjukkan aneka prestasi dalam kemerdekaan dan sukacita. Mereka telah menjadi pemegang kendali atas proses pendidikan mereka sendiri dan rakus akan pengetahuan demi pengetahuan itu sendiri, pengetahuan dalam ketiga bidang yang tadi aku sebut. ~ Charlotte Mason, vol.6, hlm. 290
Kemudian jadi memikirkan lagi apa sesungguhnya makna "merdeka belajar" dan "pembelajar yang merdeka" yang selama ini digadang gadang oleh Mentri Pendidikan kita yang baru. Kemudian, pertanyaan berikutnya adalah, "apakah yang selama ini saya kerjakan sudah memerdekakan anak?"
Mendengarkan diskusi teman-teman memberikan insight tersendiri bagi saya yang baru seujung kuku menapaki dunia homeschooling.
Coleridge tidak menganggap akal budi yang menerima ide-ide besar ini sebagai akal budi yang hebat, tidak ada kualifikasi yang berbeda, hanya saja, katanya, mereka itu “telah sejak lama dipersiapkan untuk menerima ide-ide besar itu”. ~ Charlotte Mason, vol.6, hlm. 290
Dari bagian ini, saya menangkap bahwa pada dasarnya semua anak memiliki porsi akal budi dan kapasitas yang sama, yang membedakan hanyalah bagaimana akal budi ini dipersiapkan untuk menerima ide. Lalu bagaimana cara mempersiapkan akal budi ini agar dapat menerima ide? Beragam pendapat disampaikan oleh kawan-kawan CMId Semarang tadi, saya masih mencerna diskusi dan bacaan sambil meraba-raba. Lalu saat mulai mengetik narasi tertulis ini, saya terpikirkan bagaimana selama ini saya mempersiapkan Keona menerima ide.
Beberapa hari yang lalu, saya sedang berdiskusi dengan Rina (salah seorang anggota CMId Semarang juga) tentang keterkaitan peran seorang aktor dan aktris dalam drama Korea. Dalam drama yang sebelumnya, si aktor adalah pria baik yang tersakiti, namun dalam drama yang sedang kami bahas si aktor ini jadi pria yang suka mempermainkan wanita. Simpel, awalnya saya hanya komen "wah fakboi ternyata berasal dari goodboy yang tersakiti.", lalu obrolan panjang hingga Cinta Yang Berpikir masuk kedalamnya (bab2, halaman 19, tentang potensi anak menjadi baik atau buruk - setiap orang punya potensi untuk menjadi baik atau buruk tergantung bagaimana lingkungannya, terlebih bagaimana ia bereaksi akan peristiwa yang terjadi pada dirinya).
Intinya, sebagai orangtua, saya merasa harus menggarisbawahi dulu hakikat anak, sadar betul-betul bahwa ia bukan ember kosong atau kertas kosong, ia punya potensi menjadi baik atau buruk - dengan kesadaran ini, sudah pasti input "sajian perjamuan akal budi" yang diberikan orangtua bukanlah sajian yang hanya mengenyangkan tapi juga "mengandung gizi". Kemudian, setelah memahami hakikatnya tersebut, persiapkan dengan kemampuan berefleksi juga, sehingga saat ada ide masuk, anak mampu mengolahnya bukan hanya sekedar "informasi" belaka. Kemudian, narasi akan membantu orangtua mengukur bagaimana akal budi benak anak mengolah informasi tadi.
gambar dari sini |
Sama halnya dengan mempersiapkan makan bersama keluarga, perlu adanya sesi persiapan, merapikan meja makan, membumbui bahan masakan, mengolah bahan, sebelum makanan tersebut dapat dinikmati, maka sebelum ide dapat dicerna dan diolah anak, saya sebagai orangtua, perlu mempersiapkannya matang-matang.
Terima kasih kawan-kawan atas diskusinya yang mencerahkan pikiran tadi,
No comments:
Post a Comment
your comment makes me smile :) can't wait to hear from you... please leave your web link too, so I can visit u back.... thank you.