"Banyak ya!", begitu pikir saya saat hendak menulis narasi ini lalu membaca lagi bacaan diskusi tadi pagi. Banyak, dua halaman dan menyisakan satu halaman untuk minggu depan - tidak seperti minggu-minggu sebelumnya yang biasanya hanya 2-3 paragraf saja.
Saat membaca bagian tentang Denmark dan sektor pertaniannya yang menghasilkan kualitas mentega yang baik secara nasional, saya kembali ke bacaan beberapa minggu lalu
"Bangsa kita tidak lebih buruk dibanding bangsa lain, dan bukan hal yang keliru membanggakan bangsa sendiri, sebab kebanggaan nasional dan kerendahan hati personal bisa berjalan beriringan; di masa damai kita suka mengkritik orang-orang negeri kita sendiri, tapi kita tetap punya kebanggaan pada watak bangsa kita dibanding watak buruk bangsa lain,..." - Charlotte Mason, vol.6, hlm.282
Saya membayangkan bagaimana jika suatu saat saya berada di belahan dunia yang lain lalu sedang menikmati teh sore dengan kukis buatan mentega Indonesia. Muluk? Mungkin kalau dibayangkan sekarang iya, tapi mengingat Indonesia adalah negara agraris dan maritim, dari segi sumber daya alam nya saja, sebenarnya kita bisa lakukan hal yang sama. Nah, pertanyaannya, lalu bagaimana SDM yang mengelolanya?
"Bukankah di luar negeri kita ada juga para provokator yang kerjanya menebarkan benih ketidakpuasan di tengah massa yang benaknya melompong? Mereka yang benaknya berisi tidak akan terpengaruh, tapi mereka yang berotak kosong akan meraup tawaran pemikiran baru apa saja dengan super antusias, dan sulit disalahkan atas sikap itu; benak yang kelaparan melahap apa saja yang bisa diperolehnya, bahkan pemilik toko roti biasanya tidak tega menghukum berat orang yang mencuri roti karena kelaparan." - Charlotte Mason, vol.6, hlm.286
Familiar dengan kondisi dari sepenggal bacaan di atas? Saya koq membacanya teringat betapa "jahatnya" jempol netijen hingga ada yang berkata "Kalau baca berita atau konten media sosial, lebih seru klo kamu baca bagian komen terutama komen orang-orang Indonesia.". Banyak hal yang membuat kebiasaan membaca generasi muda semakin bergeser, salah satunya adalah kecanggihan teknologi. Rasanya berbagai bacaan dapat diakses sekarang ini, sayangnya kecanggihan teknologi ini tidak diikuti dengan kemampuan memfilter bacaan, mana hoax, mana berita, mana yang bisa ditelan mentah-mentah, mana yang harus dikunyah dan dicerna dulu. Makanya ga heran benak yang kelaparan itu kalau isinya "junk food" ya outputnya juga junk.
"Apa yang disebut makanan akal budi yang layak, kita telah mendiskusikannya. Asumsi kita adalah bahwa pendidikan haruslah membuat anak-anak kita “kaya di hadapan Allah” (mari ingat kembali perumpamaan dalam Lukas 12 tentang orang kaya yang bodoh, yang tidak selamat karena dia tidak “kaya di hadapan Allah”), yang memajukan masyarakatnya, juga memajukan dirinya sendiri." - Charlotte Mason, vol.6, hlm.281
Bacaan tanggal 1 Juli ini relate sekali dengan bacaan hari ini bagian :
"Lebih berharga karena di sana karakter dan perilaku, inteligensi dan inisiatif, muncul sebagai hasil dari pendidikan humanistik yang menempatkan pengenalan akan Tuhan sebagai prioritas. " - Charlotte Mason, vol.6, hlm.287
Pengetahuan tentang Tuhan Allah ini bukan berarti ekstrim menjadi religius, namun bagaimana saat kita berada di dalam dunia, tapi bukan menjadi bagian dari dunia. Kita tidak dapat memisahkan hal-hal yang berkaitan dengan ketuhanan dengan sekuler, karena semua aspek dalam kehidupan ini dan juga tujuan hidup kita adalah bagian dari untuk menjadi "kaya di hadapan Allah".
Ini sepertinya masih bakal berlanjut lagi, karena beberapa kali saja bagian bacaan hari ini membawa saya ke Kamisan tanggal 1 dan 8. Jadi, bersambung ya :))
picture from here |
Eh, sudah sore, yuk menghalu dulu makan kukis buatan Indonesia yang sudah mendunia,
No comments:
Post a Comment
your comment makes me smile :) can't wait to hear from you... please leave your web link too, so I can visit u back.... thank you.