Meskipun demikian, pendidikan hanya bisa dibilang sahih kalau tujuannya adalah mengembangkan akal budi. ~ Charlotte Mason, vol.6, hlm.253
Wah saya koq lupa ternyata belum narasi Kamisan yang lalu. Sewaktu teringat, saya terpaksa mengulang membaca lagi bacaan karena sudah setengah lupa, kebiasaan buruk tidak langsung mengerjakan narasi ini harus segera dihapuskan, huhuhu. Lalu saat membaca ulang bagian yang saya kutip di atas, saya teringat saat sesi dengan Bu Ellen 2 tahun yang lalu. Saat itu Bu Ellen bertanya "apa tujuan kita bersekolah?", seingat saya saat itu jawabannya beragam, namun rasanya yang menjawab "mengembangkan akal budi" koq ga ada ya. Lalu, membaca tulisan Pak Darmaningtyas beberapa waktu yang lalu juga semakin membuat saya tertohok dan berpikir "benar juga ya, makna pendidikan saat ini sudah jauh bergeser dari esensi awalnya!".
Bidang pengetahuan yang pertama dan utama adalah pengetahuan tentang Tuhan, yang mesti dipelajari paling langsung dari kitab suci; kemudian pengetahuan tentang manusia, yang mesti dipelajari dari sejarah, sastra, seni, kewarganegaraan, etika, biografi, drama, dan aneka bahasa; dan terakhir, pengetahuan yang amat luas tentang alam semesta yang menjelaskan berbagai fenomena yang kita alami dan membuat kita akrab dengan nama-nama burung, bunga, bintang, dan batu; dan pengetahuan tentang alam semesta bidang apa pun tak akan bisa dipelajari mendalam tanpa pengorganisiran matematika.
Kurikulum yang diusulkan sangat luas, tetapi jam sekolah terbatas. Solusi 'akademik' pada umumnya untuk dilema ini adalah – ajarkan satu bidang spesialisasi secara menyeluruh, entah itu bahasa Yunani, atau Kimia atau Matematika, maka anak akan punya kunci untuk mengakses semua pengetahuan. ~ Charlotte Mason, vol.6, hlm.254
Keadaan yang terjadi di masa Charlotte Mason menulis bukunya mungkin berbanding terbalik dengan yang terjadi di Indonesia. Tertulis di sana bahwa untuk mengatasi masalah akan waktu yang sedikit sekali padahal ada banyak hal yang mestinya dipelajari, akhirnya orang-orang memilih untuk mengajarkan hanya 1 bidang spesialisasi secara menyeluruh. Jelas berbeda, di Indonesia (saat sebelum pandemi), seorang anak bisa saja bersekolah dari pk. 07.00 hingga pk. 14.00, lalu setelah itu berlanjut dengan sesi les tambahan yang biasanya terpisah-pisah sesuai subjek yang dipelari - bisa saja baru pk. 19.00 seorang anak "selesai dari kegiatan belajarnya" hari itu. Berbeda kondisinya, namun efeknya mungkin menjadi serupa yaitu Anak-anak tidak ingin tahu, jadilah mereka tidak berusaha untuk tahu, dan ketika mereka dewasa, mereka merasa sudah cukup kenyang secara intelektual asal sudah bisa main poker di malam hari dan golf di siang hari.~ bagian terakhir dari halaman 254.
Oh, saya juga jadi teringat dengan kasus suicide beberapa waktu yang lalu yang sempat heboh dimana-mana. Tanpa menyalahkan pihak-pihak tertentu yang mendampingi anak belajar, saya berefleksi dari kejadian tersebut dan bertanya pada diri sendiri "apa makna pendidikan yang saya mau berikan ke Keona? Sudahkah cara saya ini benar? Sudahkah tujuan saya benar?" - karena setelah saya pikir ulang, pendidikan bukan tentang seberapa banyak ilmu yang mau saya berikan ke Keona, lebih dari itu yaitu bagaimana kami dapat mengenal tentang Tuhan lewat kitab suci, juga mengenal tentang sesama kami manusia lewat subjek seperti sejarah, sastra, seni, kewarganegaraan, etika, biografi, drama, dan aneka bahasa. Sehingga, harapannya, ketika kami mengenal dengan baik Tuhan dan ciptaannya ini, maka kami dapat menjadi bagian dalam proses kehidupan dengan menjadi individu yang memiliki keagungan jiwa.
clumsy nya Seamus Finnigan emang ga layak ditiru, tapi semangat dia buat belajar hal baru itu keren (yeaa walo udahannya sering sial karena meledak meledak karena clumsy itu tadi hehehe) picture from here |
Prosesnya tidaklah mudah, tapi tidak mudah itu bukan alasan bagi kami untuk mundur, semangat ya semua :)
No comments:
Post a Comment
your comment makes me smile :) can't wait to hear from you... please leave your web link too, so I can visit u back.... thank you.